Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

PBB: 149 Orang Tewas Sejak Kudeta di Myanmar

Atikah Ishmah Winahyu
17/3/2021 06:07
PBB: 149 Orang Tewas Sejak Kudeta di Myanmar
Para demonstran membuat perlindungan sendiri melawan aparat keamanan dalam aksi bentrok di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021).(AFP/STR)

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa mengecam lonjakan kematian warga di Myanmar yang terus terjadi. Kantor hak asasi manusia PBB mengungkapkan bahwa sekitar 149 orang telah tewas, termasuk lima orang dalam tahanan, sejak kudeta militer 1 Februari. Sementara itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat lebih dari 180 orang tewas, termasuk 74 orang yang dilaporkan pada hari Minggu saja.

"Jumlah korban tewas melonjak selama sepekan terakhir di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan mematikan secara agresif terhadap pengunjuk rasa damai," kata juru bicara kantor hak asasi PBB Ravina Shamdasani kepada wartawan.

"Kami menyerukan kepada militer untuk berhenti membunuh dan menahan pengunjuk rasa," tegasnya.

Selain pembunuhan, Shamdasani memperingatkan bahwa pasukan keamanan terus menangkap dan menahan warga secara sewenang-wenang di seluruh negeri, dengan sedikitnya 2.084 orang saat ini ditahan.

"Laporan penyiksaan yang sangat menyedihkan di dalam tahanan juga telah muncul," tuturnya.

Kantor tersebut telah menetapkan bahwa setidaknya lima kematian dalam tahanan telah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

"Setidaknya dua tubuh korban telah menunjukkan tanda-tanda penganiayaan fisik yang parah yang menunjukkan bahwa mereka disiksa," imbuhnya.

Selain itu, ratusan warga yang telah ditahan secara tidak sah tetap tidak ditemukan dan belum diakui oleh otoritas militer.

"Ini sama dengan penghilangan paksa," ujar Shamdasani.

Pasukan keamanan terus meningkatkan kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada permintaan internasional untuk menahan diri. Shamdasani menyuarakan keprihatinan bahwa kantor hak asasi PBB menghadapi kesulitan yang terus meningkat untuk mengkonfirmasi informasi di lapangan, menunjuk pada penerapan darurat militer di berbagai kota di dan sekitar Yangon dan Mandalay.

Selain itu, banyak lingkungan kelas pekerja di mana orang-orang terbunuh telah terputus melalui pemadaman komunikasi yang diberlakukan oleh negara.

"Tindakan keras yang dramatis terhadap media di negara itu juga mempersulit untuk mendapatkan informasi," katanya seraya menunjukkan bahwa setidaknya 37 jurnalis telah ditangkap, sementara lima outlet berita utama Myanmar telah dicabut izinnya.

Kantor hak asasi PBB mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir. Namun menurut Shamdasani menilai angka-angka itu, merupakan perkiraan yang cukup rendah karena kemungkinan besar jumlah korban tewas yang sebenarnya lebih banyak. Pemakaman massal diadakan di seluruh Yangon pada Selasa (16/3), dengan ratusan pelayat berkumpul di berbagai kota untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang terbunuh. Sebuah krematorium di Yangon telah melaporkan 31 pemakaman.

Ratusan orang tumpah ke jalan dalam perpisahan dengan mahasiswa kedokteran Khant Nyar Hein yang terbunuh di Yangon pada hari Minggu.

"Biarkan mereka membunuhku sekarang, biarkan mereka membunuhku alih-alih putraku karena aku tidak tahan lagi," kata ibu siswa tersebut dalam klip video yang diunggah di Facebook.

Para pelayat meneriakkan revolusi kita harus menang. Beberapa keluarga mengatakan kepada media bahwa pasukan keamanan telah menyita mayat orang yang mereka cintai. tetapi mereka tetap akan mengadakan pemakaman.

baca juga: Korban Tewas Bertambah, Penduduk Yangon Melarikan Diri

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres terkejut dengan meningkatnya kekerasan dan meminta komunitas internasional untuk membantu mengakhiri penindasan, sementara AS juga mengecam pertumpahan darah tersebut.

"Militer berusaha untuk membalikkan hasil pemilu demokratis dan secara brutal menekan pengunjuk rasa damai," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada konferensi pers di Tokyo. (France24/The Guardian/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya