Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Biden Berjanji Akhiri Perpecahan di AS

Basuki Eka Purnama
21/1/2021 05:20
Biden Berjanji Akhiri Perpecahan di AS
Joe Biden berpidato setelah dilantik sebagai presiden ke-46 Amerika Serikat.(AFP/ Alex Wong/Getty Images)

PRESIDEN ke-46 Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang resmi dilantik, Rabu (20/1) waktu setempat, bersumpah mengakhiri 'perang tidak beradab' di negaranya yang terpecah belah dan terguncang oleh ekonomi yang terpukul dan pandemi covid-19 yang telah menewaskan lebih dari 400 ribu orang.

Sambil meletakkan tangan di atas Alkitab warisan keluarganya selama lebih dari seabad, Biden mengambil sumpah jabatan yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts, yang mengikat Presiden untuk 'melestarikan, melindungi, dan mempertahankan Konstitusi Amerika Serikat.'

"Melalui cobaan selama berabad-abad, Amerika telah diuji lagi, dan Amerika telah bangkit menghadapi tantangan," kata Biden dalam pidato pelantikannya.

Baca juga: Trump Tinggalkan 'Wasiat' untuk Biden

"Hari ini, kita merayakan kemenangan bukan dari seorang kandidat, tetapi karena sebuah tujuan: demokrasi. Pada saat ini, teman-temanku, demokrasi telah menang," tegas Biden.

Biden, 78, menjadi Presiden tertua AS dalam sejarah, yang dilantik dalam upacara berskala kecil di Washington karena kekhawatiran akan covid-19 dan keamanan, menyusul serangan di Kongres AS oleh para pendukung mantan Presiden Donald Trump, 6 Januari lalu.

Biden mulai menjabat pada saat AS menghadapi kegelisahan mendalam akibat empat krisis utama, yaitu pandemi, ekonomi, perubahan iklim, serta ketidaksetaraan rasial.

Untuk itu, dia telah menjanjikan tindakan segera, termasuk serangkaian perintah eksekutif pada hari pertamanya menjabat sebagai Presiden AS.

Setelah kampanye pahit yang ditandai dengan tuduhan tidak berdasar Trump tentang kecurangan pemilu, Biden menyerukan nada damai dan meminta warga AS yang tidak memilihnya untuk memberinya kesempatan menjadi presiden mereka juga.

"Untuk mengatasi tantangan ini, untuk memulihkan jiwa, dan mengamankan masa depan, Amerika membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Ini membutuhkan hal yang paling sulit dipahami dari semua hal dalam demokrasi: persatuan," kata Biden.

"Kita harus mengakhiri perang tidak beradab yang mempertemukan warna merah dengan biru, pedesaan versus perkotaan, konservatif versus liberal. Kita bisa melakukan ini jika kita membuka jiwa kita alih-alih mengeraskan hati kita," lanjutnya.

Upacara pada Rabu (20/1) dibuka di depan Capitol AS yang dijaga ketat, tempat gerombolan pendukung Trump menyerbu gedung itu dua minggu lalu, marah dengan klaim salahnya bahwa pemilu telah diwarnai kecurangan.

Kekerasan tersebut mendorong Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dikendalikan Partai Demokrat untuk memakzulkan Trump, minggu lalu, untuk yang kedua kalinya.

Ribuan pasukan Garda Nasional dikerahkan ke Washington setelah pengepungan, yang menewaskan lima orang dan memaksa anggota parlemen
bersembunyi.

Alih-alih dipenuhi kerumunan pendukung, National Mall, Rabu (20/1), ditutupi oleh hampir 200 ribu bendera dan 56 pilar cahaya yang dimaksudkan untuk mewakili orang-orang dari negara bagian dan teritori AS.

"Di sini kami berdiri, hanya beberapa hari setelah gerombolan massa berpikir mereka dapat menggunakan kekerasan untuk membungkam keinginan
rakyat, menghentikan pekerjaan demokrasi kami, untuk mengusir kami dari tanah suci ini," kata Biden.

"Itu tidak terjadi; itu tidak akan pernah terjadi. Tidak hari ini, tidak besok, tidak selamanya," pungkas Biden. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya