Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pandemi kian Memicu Kemiskinan Ekstrem di Nigeria

Adiyanto
07/1/2021 15:19
Pandemi kian Memicu Kemiskinan Ekstrem di Nigeria
Penduduk miskin di Makoko, Nigeria(PIUS UTOMI EKPEI / AFP)

TOYIN Jacob, seorang pemilik warung kelontong di Nigeria, tidak pernah menyangka hidupnya kini harus bergantung pada bantuan. Sebelum 2020,  sebagian tetangganya mendapat bantuan makanan dan uang tunai. Jacob tinggal di Makoko, sebuah komunitas pesisir di pusat ekonomi Nigeria, Lagos. Di situ, ribuan keluarga tinggal di daerah kumuh terapung, kebanyakan di gubuk yang padat, tanpa air ledeng atau listrik.

Kondisi Jacob yang berusia 60 tahun lebih baik. Ia tinggal di rumah beton yang terhubung ke jaringan listrik. Putrinya kuliah dan putranya punya pekerjaan. Tapi, tahun lalu, semuanya berantakan setelah suaminya meninggal. Kondisi itu diperparah dengan datangnya pandemi virus korona dan krisis ekonomi yang menyertainya. 

Awalnya, Jacob bisa bertahan dengan warung kecilnya, tetapi kebijakan lockdown yang diberlakukan selama lima minggu pada akhir Maret lalu, membuat semuanya berantakan.

“Dengan adanya covid-19 saya tidak bisa melanjutkan usaha. Tidak ada uang untuk membeli barang baru," tambah Jacob, yang sudah mulai menjual perlengkapan rumah tangganya untuk bertahan hidup.

Dalam hitungan minggu, dia kini senasib seperti kebanyakan tetangganya di Makoko. Mereka, yang oleh lembaga bantuan dikategorikan sebagai "sangat miskin" yang sangat bergantung pada bantuan.

"Setelah lockdown, sampai sekarang saya tidak melakukan apa-apa,” kata Jacob.

Sebelum pandemi, hampir setengah dari 200 juta penduduk Nigeria hidup dengan pendapatan kurang dari US$1,90 sehari (kurang dari Rp30 ribu).

Menurut Bank Dunia, tujuh juta lebih orang diperkirakan menjadi miskin di negara Afrika Barat itu pada tahun ini. Kemiskinan ekstrem merajalela di daerah pedesaan negara itu. “Lockdown juga memengaruhi perekonomian penduduk kota, “ kata Program Pangan Dunia (WFP).

Di kota terbesar kedua di Nigeria, Kano, jumlah orang yang kelaparan meningkat tiga kali lipat hanya dalam enam bulan, mencapai 1,5 juta. Situasi perekonomian menjadi sangat buruk, sehingga mendorong WFP, yang biasanya memusatkan upaya bantuan di timur laut yang dilanda konflik negara itu, mulai mengirimkan bantuan bersama dengan pemerintah ke kantong-kantong kemiskinan di Lagos, Abuja, dan Kano.

Jacob termasuk di antara 68.000 orang yang telah menerima 37.000 nairas (US$97) di Lagos sejak Oktober, setara dengan jatah makanan selama dua bulan.

"Kami ingin memastikan orang-orang yang paling rentan memiliki sesuatu untuk meredam dampak covid-19 sehingga mereka dapat keluar dan mencari uang dan memastikan mereka memiliki makanan di rumah", juru bicara WFP Chi Kata Lael.

Anugerah Tuhan

Pada suatu siang yang panas, Bidemi Aye duduk di depan rumahnya, sebuah bangunan dengan konstruksi bambu tanpa pintu yang ditinggikan di atas panggung.  Ada seorangn anak berusia tiga tahun di pangkuannya. Saat itu, pukul 1 siang dan belum ada apapun yang mereka makan.

Bersama suaminya, seorang penjual ikan, mereka biasanya hanya mampu makan satu kali sehari.

"Dengan adanya pandemi virus corona, keadaan kini jadi lebih buruk. Kami hanya bertahan karena anugerah tuhan,” kata Aye.

Distribusi bantuan makanan seperti setetes air di lautan, terutama di Lagos, kota berpenduduk 20 juta orang, di mana sebagian besarnya bergantung pada upah harian. Pada 2016, negara yang bergantung pada minyak itu mulai pulih dari harga minyak mentah yang ambruk. Tetapi, pandemi dan kembali jatuhnya harga minyak, membuat Nigeria memasuki resesi kedua dalam empat tahun terakhir.

Kaum muda yang menganggur di negara terpadat di Afrika itu telah mencapai 40%, bahkan sebelum covid-19 muncul. Inflasi yang kini terjadi membuat orang semakin jatuh miskin. Menurut WFP, harga millet, makanan pokok di negeri itu, telah naik dua kali lipat selama setahun terakhir.

Di sebuah dinding kumuh, ada sebuah tulisan "Mencari pekerjaan, 2.500 naira (US$7) sehari.”  Coretan itu, seolah mewakili jeritan hati warga di sana. (AFP/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya