Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
DEMOKRASI Amerika tengah sekarat karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan retorika-retorika politik liberal yang selama ini dimusuhi.
"Perubahan haluan yang drastis dari presiden yang diusung Partai Demokrat (Obama) ke presiden yang diusung Partai Republik (Trump) menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (6/6).
Diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan seperti telah disinggung oleh Gunnar Myrdal sejak 1944 dalam bukunya An American Dilemma.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika ke-45 telah menguak borok demokrasi Amerika yang selama ini tampil bak "polisi" demokrasi dunia.
Kampanye "hitam" Trump di musim kampanye Pilpres AS yang rasis, yang menunjukkan sentimen negatif terhadap imigran kulit warna dan kaum Muslim, telah menabung bara api yang meledak dalam kerusuhan rasial sekarang.
"Demokrasi Amerika akan terus dihantui oleh pertarungan abadi antara ide persamaan hak dan prasangka rasial. Keyakinan Myrdal bahwa pada akhirnya demokrasi akan menang atas rasisme tidak terbukti sampai sekarang. Diskriminasi atas warga Afro-Amerika telah memicu kerusuhan rasial yang terus berulang hingga 11 kali dalam setengah abad sejak 1965," kata dia.
Baca juga: Selebritas dan Politisi Hadiri Upacara Peringatan Kematian Floyd
Ia mengatakan keadilan, persamaan hak, pemerataan, dan perlakuan tanpa diskriminasi terhadap seluruh kelompok masyarakat merupakan nilai-nilai demokrasi yang gagal dicontohkan Amerika.
Standar ganda yang sering digunakan Amerika dalam isu HAM, perdagangan bebas, dan terorisme menunjukkan wajah bopeng demokrasi yang tidak patut ditiru, ujar dia.
Nahdlatul Ulama (NU) memandang bahwa demokrasi masih merupakan sistem terbaik yang sejalan dengan konsep suyra di dalam Islam.
Namun, NU menolak penyeragaman demokrasi liberal ala Amerika sebagai satu-satunya sistem terbaik untuk mengatur negara dan pemerintahan.
"Indonesia tidak perlu membebek Amerika dan negara manapun untuk membangun demokrasi yang selaras dengan jati diri dan karakter bangsa Indonesia," kata dia.
Demokrasi yang perlu dibangun tetap harus berlandaskan pada prinsip musyawarah-mufakat dalam politik dan gotong royong dalam ekonomi. Demokrasi yang sejalan dengan penguatan cita politik sebagai bangsa yang nasionalis-religius dan religius-nasionalis.
Nahdlatul Ulama memandang bahwa kejadian kerusuhan rasial di Amerika saat ini perlu menjadi bahan refleksi serius agar peristiwa serupa tidak terulang di negara mana pun, pungkas Said Aqil. (A-2)
Tulisan ini menelusuri dinamika politik Indonesia melalui lensa tiga filsuf Islam: Al-Farabi, Ibn Khaldun, dan Ali Shariati.
MENGINJAK usia 80 tahun Indonesia merdeka dan berdemokrasi, Laboratorium Indonesia 2045 menilai hubungan partai politik dan konstituen semakin memburuk.
Partai politik di Indonesia saat ini juga mengalami permasalah yang sama yakni konstituen lebih terikat pada tokoh daripada pada program atau ideologi partai.
PAKAR Hukum Tata Negara mempertanyakan urgensi pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di tingkat global, tidak ada praktik serupa.
Gunjingan banyak orang bahwa NasDem adalah partai pragmatis, lagi medioker, sebenarnya dilandasi dua alasan mendasar.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPR
Nahdlatul Ulama dan Australia memiliki kemitraan jangka panjang dan sejarah kerja sama untuk mendukung pembangunan Indonesia di tingkat komunitas.
Dalam kalender yang digunakan umat islam, ada bulan tertentu yang dimaknai lebih mulia. Selain Ramadan dan Rajab, Muharram juga menjadi bulan yang dirayakan umat Islam dengan suka cita.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menguatkan kolaborasi dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) untuk bersama-sama mengatasi masalah bangsa yang terjadi.
Sheikh Muhammad bin Abdul Karim al-Issa mengungkapkan pujiannya kepada Nahdlatul Ulama (NU), atas peran dan kiprahnya di bidang kemanusiaan dan dunia internasional.
Dalam kegiatan ini, ratusan kader Muslimat NU dari berbagai daerah hadir mengikuti pembelajaran dan pemetaan potensi diri melalui metode Talent DNA yang dikembangkan oleh Founder ESQ
TUJUH puluh tahun telah berlalu sejak Konferensi Asia-Afrika di Bandung mempertemukan para pemimpin dari negara-negara baru merdeka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved