Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Dedi Mulyadi dan Pemprov Jabar Diminta Buka Mata pada Realitas Kebijakan Pendidikan di Lapangan

Despian Nurhidayat
24/7/2025 17:03
Dedi Mulyadi dan Pemprov Jabar Diminta Buka Mata pada Realitas Kebijakan Pendidikan di Lapangan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (tengah).(Dok. Antara)

KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyatakan keprihatinan mendalam atas serangkaian kebijakan pendidikan di Jawa Barat dari Gubernur Dedi Mulyadi (KDM) dan jajaran Pemprov Jabar yang belakangan terus menuai protes dan demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat. Kondisi ini menunjukkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah saatnya membuka mata dan telinga terhadap realitas di lapangan.

“Ini adalah alarm keras bagi Gubernur selaku pimpinan Pemprov Jawa Barat,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (24/7).

Ia mengatakan masih banyak permasalahan di bidang pendidikan di Jawa Barat yang seharusnya lebih dijadikan fokus. Setidaknya ada lima hal yang hingga saat ini menurutnya harus segera dibenahi.

Pertama adalah angka anak yang tidak sekolah. Dengan jumlah 616.080 anak, Jawa Barat memegang rekor memalukan sebagai provinsi dengan angka anak tidak sekolah terbanyak di Indonesia.

Kedua, Jawa Barat masuk dalam tiga besar provinsi dengan kasus kekerasan paling banyak. Kekerasan seksual (38%), perundungan (29%), dan kekerasan fisik (22%) mendominasi laporan.

Ketiga, kasus tawuran pelajar merajalela di 41 desa/kelurahan di Jawa Barat, jauh di atas Jakarta (25 kelurahan) dan Sumatera Utara (20 desa/kelurahan).

Keempat, Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus intoleransi tertinggi di lingkungan pendidikan. Mulai dari kurangnya guru agama untuk minoritas, persekusi pelajar beda keyakinan, ujaran kebencian, hingga intimidasi.

Terakhir adalah soal dugaan penahanan ijazah. Hingga Juli 2025, JPPI menerima 612 pengaduan penahanan ijazah oleh sekolah.

“Ini bukan kebijakan pribadi gubernur atau kepala dinas, ini kebijakan publik yang harus partisipatif. Ketika pemerintah berjalan sendiri, tanpa mendengarkan suara masyarakat, pakar, dan praktisi, maka yang terjadi adalah kebijakan mandul yang justru memperparah masalah,” sambungnya.

Karena itu, JPPI menyerukan dan merekomendasikan langkah-langkah konkret bagi Pemprov Jawa Barat untuk mengatasi krisis pendidikan ini.

“Supaya ada perbaikan kualitas pendidikan di Jawa Barat, sudah saatnya Pemprov melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kebijakan pendidikan yang telah dan sedang berjalan. Tegakkan akuntabilitas bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan kebijakan. Pastikan kepemimpinan di Jawa Barat berkomitmen kuat pada tata kelola yang akuntabel, partisipatif dan terbuka,” pungkas Ubaid. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya