Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Gelar Rapimnas, PGRI Ingatkan SPMB 2025 Mesti Adil dan Transparan

Syarief Oebaidillah
28/6/2025 08:00
Gelar Rapimnas, PGRI Ingatkan SPMB 2025 Mesti Adil dan Transparan
Sejumlah calon siswa didampingi orang tuanya saat mengantre untuk pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.(ANTARA /Maulana Surya)

DALAM Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025, PB PGRI memandang bahwa perubahan sistem SPMB harus tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. PGRI  juga menekankan pentingnya keterlibatan sekolah swasta sebagai mitra strategis dalam sistem pendidikan nasional.

"Kami menekankan pentingnya meminimalkan disparitas akses antardaerah, serta memastikan bahwa sistem seleksi tidak hanya mengandalkan satu pendekatan kognitif  juga mempertimbangkan potensi, minat, dan kemampuan belajar siswa secara holistik," kata Ketua Umum PB PGRI Unifah Rasyidi dalam keterangannya di Rapat Pimpinan Nasional ( Rapimnas) PB PGRI di Jakarta,Kamis malam (26/6). Rapimnas PGRI dihadiri dan diresmikan Sekjen Kemendikdasmen Suharti.

Unifah mengingatkan keadilan dan transparansi dalam penerimaan siswa baru masih menjadi titik rawan dalam sistem pendidikan kita, terutama dengan sistem domisili dan jalur prestasi yang belum seragam pelaksanaannya di daerah. 

Sistem sebelumnya cenderung menciptakan ketimpangan baru, terutama di daerah dengan keterbatasan jumlah sekolah unggulan dan daya tampung yang tidak seimbang.

Unifah mengingatkan pula ,PGRI menekankan pentingnya keterlibatan sekolah swasta sebagai mitra strategis dalam sistem pendidikan nasional. "Sistem SPMB harus memperhitungkan realitas bahwa lebih dari 50% lulusan jenjang sebelumnya mengandalkan sekolah swasta sebagai pilihan," tegasnya.

Oleh karena itu,lanjut Unifah, afirmasi kebijakan terhadap sekolah swasta harus diintegrasikan dalam desain sistem penerimaan siswa baru, bukan sekadar diletakkan di pinggiran sebagai pelengkap. Sekolah swasta yang berkualitas juga berhak mendapatkan akses informasi, regulasi yang adil, dan dukungan yang setara.

Menurut Unifah, PGRI juga mendorong reformasi sistem penerimaan murid baru yang berbasis pemerataan mutu sekolah, bukan semata redistribusi siswa. Pemerintah harus fokus memperkuat sekolah-sekolah di zona nonfavorit melalui peningkatan SDM, sarana, dan dukungan komunitas.

Selain SPMB,PGRI juga menyoroti  pembelajaran Mendalam (Deep Learning). PGRI mendukung pendekatan pembelajaran mendalam yang menekankan pada pemahaman konsep, berpikir kritis, dan pemecahan masalah. Namun, implementasi kebijakan ini harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas guru, penyediaan kurikulum yang adaptif, serta waktu belajar yang memadai. Kualitas dan Kesejahteraan Guru adalah kunci keberhasilan dalam implementasi kebijakan pendidikan. 
Pembelajaran mendalam bukan semata-mata tuntutan akademik, melainkan proses membentuk karakter dan kecakapan abad ke-21.

" Kami menyambut baik orientasi pembelajaran yang lebih bermakna, berbasis pemahaman, dan kontekstual. Namun, filosofi deep learning belum diterjemahkan secara sistemik ke dalam RPP, asesmen, dan pelatihan guru," kata Unifah.

Guru Besar UNJ ini mengingatkan pembelajaran mendalam sering berhenti di jargon, sementara di ruang kelas guru tetap terjebak pada target administratif dan konten yang tumpang tindih. PGRI mendesak adanya pelatihan terstruktur berbasis praktik baik (best practices) dalam implementasi pembelajaran mendalam, disertai kurikulum yang lebih ramping, fokus, dan kontekstual. 

PGRI mengingatkan bahwa keberhasilan pembelajaran mendalam juga bergantung pada iklim sekolah yang kondusif, kepemimpinan pembelajaran yang visioner, serta dukungan manajemen berbasis mutu. Pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan perlu mendorong terbentuknya learning ecosystem yang mendorong refleksi, kolaborasi, dan inovasi guru. 

Pembelajaran mendalam tidak akan tumbuh subur dalam sistem yang kaku, birokratis, dan terlalu menitikberatkan pada administratif.
Lebih lanjut,PGRI menyambut baik integrasi koding dan AI dalam kurikulum sebagai bentuk respons terhadap perkembangan teknologi. 

Namun, penguatan literasi digital ini harus disertai pelatihan berkelanjutan bagi guru, pengembangan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sekolah-sekolah, serta penyusunan materi ajar yang relevan dengan konteks lokal. 

"Kami mengingatkan agar transformasi digital tidak menghasilkan kesenjangan baru antarwilayah dan satuan pendidikan. Pembelajaran teknologi akan berhasil diterapkan dengan dukungan sumberdaya manusia yang baik, dan jaringan infrastruktur TIK yang merata di seluruh tanah air," kata Unifah.

Berikutnya, PGRI berpandangan bahwa tes kompetensi akademik (TKA) bagi peserta didik maupun pendidik harus bersifat formatif, mendidik, dan membangun semangat belajar. Evaluasi kompetensi perlu dirancang untuk mendorong peningkatan mutu pembelajaran, bukan sebagai alat seleksi semata. Untuk itu, perlu penyelarasan antara tujuan asesmen, metode pelaksanaan, dan hasil yang berdampak pada penguatan proses pendidikan di sekolah.

PGRI menegaskan kembali komitmennya sebagai mitra strategis pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan. "Kami mendesak agar setiap kebijakan pendidikan dirumuskan melalui dialog yang inklusif dengan melibatkan para pendidik di lapangan dan organisasi guru PGRI. Hanya dengan kolaborasi yang kokoh antara pemerintah, guru, dan masyarakat, sistem pendidikan Indonesia dapat bergerak maju, dan berdaya saing global," tegas Unifah.

PGRI siap berdiri di garis depan perjuangan pendidikan yang berkeadilan, humanis, dan berorientasi masa depan. Bersama guru, kita bangun Indonesia Emas yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga unggul dalam karakter, nilai, dan kemanusiaan.

Kawal Pendidikan Gratis

Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan bahwa pendidikan dasar sembilan tahun atau SD dan SMP negeri dan swasta gratis pada 27 Mei 2025. Keputusan ini diambil dari frasa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003. 

Dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar “tanpa batasan mengenai jenis sekolahnya.” Beberapa Pemda telah menggratiskan pendidikan swasta, seperti Kota Semarang, Bantul, Tangerang Selatan, dan Badung. Di level SMA, ada Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.  

Pemerintah diharapkan membantu peningkatan kualitas sekolah swasta, mulai dari guru, fasilitas, hingga operasionalnya. Pendidikan berkualitas bisa diraih dengan menjadikannya sebagai prioritas pembangunan. Bidang-bidang tertentu bisa dilakukan efisiensi, namun tidak bidang pendidikan. 
 
"Diharapkan DPR, DPD, dan DPRD serta civil society bisa mengawal implementasi pendidikan dasar gratis ini. Masalahnya, suara mereka terdengar lantang saat berhadapan dengan pemerintah dan Pemda di Senayan, namun kadang tidak efektif. Pemerintah dan Pemda bergeming. Akses anak terhadap pendidikan dasar masih menghadapi aneka kendala," pungkas Unifah.

Sementara itu, Sekjen Suharti pada sambutannya mengutarakan apresiasinya atas kolaborasi yang terjalin cukup baik.Pihaknya berusaha menampung dan menerima masukan secara positif dari aspirasi PGRI.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya