Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Persatuan Guru: SPMB hanya Perubahan Istilah, Masalah yang Terjadi Sama seperti Tahun-Tahun Sebelumnya

Despian Nurhidayat
09/7/2025 15:16
Persatuan Guru: SPMB hanya Perubahan Istilah, Masalah yang Terjadi Sama seperti Tahun-Tahun Sebelumnya
Panitia memeriksa berkas pelajar sebelum melakukan daftar ulang SPMB 2025 di Jawa Tengah.(Dok. Antara)

KETUA Dewan Kehormatan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PBPGSI), Soeparman Mardjoeki Nahali, mengatakan bahwa dari sisi regulasi terutama untuk mengatasi kekurangan kuota, menurutnya Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) sudah menempuh langkah maju karena sudah menawarkan solusi untuk mengatasi kekurangan kuota di satuan pendidikan negeri dengan melibatkan sekolah swasta dalam penerimaan murid baru.

“Tetapi aturan ini terbukti belum ampuh karena masih terlihat sejumlah murid tereliminasi dalam SPMB, dan pemerintah daerah terkesan gagap melibatkan sekolah/madrasah swasta. Hal ini disebabkan karena Peraturan Menteri tersebut tidak mengatur secara tegas pelibatan dan koordinasi pemerintah daerah dengan satuan pendidikan swasta,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (9/7).

Lebih lanjut, menurutnya penyaluran murid baru ke satuan pendidikan swasta hanya bersifat fakultatif. Dengan menyatakan Pemerintah Daerah dapat melakukan penyaluran dalam bentuk kerja sama, serta dapat memberikan bantuan pendidikan kepada calon murid, maka aturan tersebut terkesan tidak memiliki kewajiban untuk diikuti Pemerintah Daerah.

“Pengaturan ini juga tidak mempertegas bagaimana pembiayaan yang harus dikeluarkan pemerintah daerah jika harus menyalurkan murid ke satuan pendidikan swasta. Aturan yang tidak tegas itulah yang menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah tidak perlu mengikuti aturan tersebut,” jelas Soeparman.

Dia merasa kebijakan untuk menerima murid sekolah menengah maksimum 50 murid per kelas di Jawa Barat membuktikan hal tersebut  dan kemudian menimbulkan perlawanan dari komunitas dan ribuan kepala sekolah SMA swasta Jawa Barat.

“Aturan yang mengatur jalur mutasi untuk anak guru juga bermasalah. Meskipun persentasenya sangat kecil dan belum tentu digunakan oleh guru, aturan ini sangat diskriminatif karena membeda-bedakan status guru. Boleh dibilang aturan ini kesannya ‘akal-akalan’ saja agar terkesan adanya penghargaan pemerintah terhadap hak guru yang harus diakomodir karena diperintahkan Undang-Undang,” tuturnya.

Masih Ada Masalah

Dia pun menekankan bahwa SPMB 2025 masih tetap menimbulkan sejumlah masalah dalam pelaksanaannya. Dapat dilihat ribuan calon murid SMK di Jawa Tengah merasa kecewa tidak diterima pada tahap pertama seleksi.

“Meskipun berkat pantauan dan desakan masyarakat akhirnya kerja sama dengan sekolah swasta dapat memberikan harapan baru bagi para calon murid tersebut. Meskipun sejumlah orangtua mempertanyakan soal pembiayaannya yang harus ditanggung,” urai Soeparman.

“Di Tangerang Selatan sejumlah orangtua melakukan protes dengan cara menutup akses jalan sekolah karena anak-anaknya tidak diterima di sekolah yang dekat dengan rumahnya juga merupakan persoalan serius dalam penerimaan murid baru ini,” sambungnya.

Masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan SPMB 2025 membuktikan bahwa perubahan nama dari PPDB menjadi SPMB hanyalah perubahan istilah semata. Masalah utamanya seperti kecukupan kuota murid di berbagai jenjang, koordinasi dan pendanaan untuk menyatukan SPMB satu pintu antara sekolah negeri dengan swasta, serta digitalisasi SPMB yang masih banyak tidak dipahami masyarakat belum mengalami perubahan signifikan.

Kemendikdasmen sebagai penanggung jawab nasional pelaksanaan SPMB harus berbenah diri. Perubahan kebijakan pendidikan harus dilakukan secara serius, jangan hanya berkutat pada urusan gonta-ganti istilah, jangan bersikap apologis dengan retorika hukum dan saling lempar tanggung jawab antara pusat dengan daerah, serta hanya mempertontonkan gimik politik yang membingungkan masyarakat,” jelas Soeparman.

Perlu Perbaikan Signifikan

Dia menekankan bahwa perlu ada perbaikan signifikan kebijakan SPMB ke depan dengan melakukan beberapa hal, di antaranya bagi daerah yang sangat terbatas memiliki sekolah negeri dan tidak terdapat sekolah swasta di daerah tersebut, maka pembangunan sekolah dan kelas baru menjadi prioritas agar kuota penerimaan Murid baru dapat selesai.

Jika di daerah tersebut juga terdapat sekolah negeri dan sekolah swasta yang berdekatan, maka kerja sama antara pemerintah daerah dan sekolah-sekolah swasta harus dilakukan sebelum pelaksanaan SPMB.

“Di daerah ini tidak perlu dibangun sekolah atau ruang kelas baru. Anggarannya dapat digunakan untuk peningkatan sarana prasarana sekolah negeri maupun swasta. Kerja sama tersebut harus memastikan bahwa pembiayaan terhadap murid yang disalurkan ke sekolah swasta sepenuhnya wajib ditanggung pemerintah. Pembiayaan juga harus mencukupi untuk  keperluan operasional, kesejahteraan para pendidik dan tenaga kependidikannya,” tuturnya.

Masalah penerimaan murid baru juga sebetulnya adalah masalah yang sudah menahun. Oleh karena itu pemerintah harus memastikan bahwa penerimaan murid baru tahun depan harus tidak memiliki masalah.

SPMB harus menghilangkan sejumlah syarat dan jalur yang selama ini diberlakukan. Syarat dan jalur yang berbelit didalam SPMB sebenarnya memperlihatkan ketidakmampuan negara atau pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik atas hak pendidikan yang dimiliki setiap anak Indonesia. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik