Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
KEMENTERIAN Kesehatan RI menargetkan eliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030. Dengan masih tingginya beban kasus di Indonesia, pemerintah perlu menggencarkan edukasi, deteksi dini, dan pengobatan.
Berdasarkan data terbaru, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV) dan peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV. ODHIV pada 2025 diperkirakan mencapai 564.000. Namun baru 63% yang mengetahui statusnya.
Dari jumlah tersebut, 67% telah menjalani terapi antiretroviral (ARV). Hanya 55% yang mencapai viral load tersupresi yang artinya virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah.
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina menyampaikan, 76% kasus HIV di Indonesia terkonsentrasi di 11 provinsi prioritas. Provinsi-provinsi itu yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Papua, Papua Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, dan Kepulauan Riau.
“Penyebaran kasus HIV secara nasional banyak terjadi di populasi kunci seperti laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks perempuan, dan pengguna napza suntik. Tapi di Papua, penularan sudah menyebar ke populasi umum, dengan prevalensi mencapai 2,3%,” jelas Ina dalam keterangannya, Sabtu (21/6).
Dalam tiga tahun terakhir, positivity rate HIV cenderung stagnan. Namun kasus IMS justru meningkat, termasuk di kelompok usia muda.
Data Kemenkes mencatat 23.347 kasus sifilis pada tahun lalu. Mayoritas merupakan sifilis dini (19.904 kasus) dan 77 di antaranya adalah sifilis kongenital yang menular dari ibu ke bayi. Gonore juga tercatat tinggi dengan 10.506 kasus, terutama di DKI Jakarta.
“IMS bukan hanya masalah kesehatan pribadi, ini masalah kesehatan masyarakat. IMS membuka pintu bagi penularan HIV. Kasus terbanyak terjadi di usia produktif 25-49 tahun, bahkan kini mulai meningkat pada usia remaja 15-19 tahun,” tegas Ina.
Ia menambahkan, infeksi Human Papillomavirus (HPV) salah satu IMS yang dapat memicu kanker serviks masih menjadi ancaman serius bagi perempuan, khususnya jika tidak terdeteksi sejak dini.
Dr dr Hanny Nilasari dari Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM turut menyoroti perlunya edukasi kesehatan reproduksi yang menyeluruh. Menurutnya, IMS dan infeksi saluran reproduksi (ISR) seringkali tidak bergejala, terutama pada perempuan, sehingga kerap terlambat ditangani.
Jika tidak ditangani dengan tepat, IMS bisa menyebabkan komplikasi seperti radang panggul, kehamilan ektopik, bahkan infertilitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan IMS juga berisiko mengalami kematian neonatal, berat lahir rendah, atau lahir prematur.
Ia menegaskan pentingnya skrining rutin dan perilaku seksual yang aman. “Tren kejadian IMS dari tahun ke tahun terus meningkat, dan usia penderita makin muda. Sudah banyak kasus IMS maupun kehamilan tidak diinginkan pada remaja, dan ini mendorong tingginya angka aborsi,” jelas dr Hanny.
Gejala IMS dapat berupa luka atau lenting di area kelamin, cairan abnormal dari vagina atau penis, gatal atau nyeri saat buang air kecil, pembengkakan kelenjar di lipat paha, dan ruam di kulit. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual (oral, vaginal, anal), pertukaran cairan tubuh, hingga dari ibu ke anak saat kehamilan atau menyusui.
Kemenkes terus memperluas akses layanan untuk mencapai target eliminasi HIV dan IMS. Target utama adalah mencapai 95-95-95 pada 2030, yaitu 95% ODHIV mengetahui statusnya, 95% dari mereka menjalani pengobatan, dan 95% dari yang diobati mencapai supresi virus.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan eliminasi sifilis dan gonore hingga 90%, serta mendorong triple elimination HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu ke anak.
Hingga saat ini, layanan tes HIV tersedia di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten/kota, dan tes viral load di 192 kabupaten/kota.
Kampanye pencegahan juga terus digalakkan melalui pendekatan ABCDE, yakni Abstinence (tidak berhubungan seksual sebelum menikah), Be faithful (setia pada satu pasangan), Condom (penggunaan kondom untuk kelompok berisiko), Drugs (tidak menggunakan narkoba), dan Education (edukasi dan peningkatan kesadaran). (H-2)
Di Kota Yogyakarta, jumlah kasus HIV tercatat sebanyak 1.425 kasus, dengan 337 di antaranya sudah masuk dalam kategori AIDS.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan di periode 2024, ada lebih dari 4.500 kasus IMS pada rentang kelompok muda.
Kemenkes) berkomitmen untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030. Edukasi, deteksi dini, dan pengobatan menjadi kunci dalam mencapai target ini
Hari AIDS Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 1 Desember, berfungsi sebagai pengingat perjuangan global melawan pandemi HIV/AIDS.
Kesehatan seksual adalah bagian penting dari kehidupan manusia yang mencakup aspek fisik, emosional, mental, dan sosial.
Kemenkes mencatat pada Maret 2025 sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) dari total estimasi 564 ribu ODHIV yang harus ditemukan pada 2025 untuk segera diberi penanganan.
Kasus HIV/AIDS memang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan terjadi sejak 2022 tercatat 145 kasus, 2023 tercata 145 kasus, 2024 ada 169 kasus dan di 2025 ada 74 kasus.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, menemukan 20 kasus baru HIV yang terjadi pada tahun 2025.
KASUS HV/AIDS kini telah menyebar dan menghantui seluruh pelosok negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved