Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Studi: Penggunaan Ganja Lipatgandakan Risiko Kematian Akibat Penyakit Jantung

Thalatie K Yani
18/6/2025 10:49
Studi: Penggunaan Ganja Lipatgandakan Risiko Kematian Akibat Penyakit Jantung
Sebuah studi mengungkapkan penggunaan ganja melipatgandakan risiko kematian akibat penyakit jantung.(freepik)

PENGGUNAAN ganja disebut dapat melipatgandakan risiko kematian akibat penyakit jantung, menurut sebuah analisis besar terhadap data medis lebih dari 200 juta orang, yang mayoritas berusia antara 19-59 tahun.

Yang mengejutkan, menurut peneliti utama Émilie Jouanjus dari Universitas Toulouse, Prancis, banyak pasien yang dirawat akibat gangguan jantung ini adalah orang muda tanpa riwayat penyakit kardiovaskular atau faktor risiko lainnya, dan bukan perokok tembakau.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Heart menemukan dibandingkan dengan mereka yang tidak memakai ganja:

  • Pengguna ganja memiliki risiko serangan jantung 29% lebih tinggi
  • Risiko stroke 20% lebih tinggi

“Ini adalah salah satu studi terbesar yang menghubungkan ganja dengan penyakit jantung. Hasilnya menantang anggapan bahwa ganja aman bagi kesehatan jantung,” kata Dr. Lynn Silver, pakar epidemiologi dari University of California, San Francisco, sekaligus penasihat senior di Public Health Institute.

Silver menekankan penting bagi tenaga kesehatan untuk menyaring pasien yang menggunakan ganja dan memberikan edukasi sebagaimana yang dilakukan terhadap perokok tembakau, karena pada kelompok tertentu, ganja bahkan dikonsumsi lebih luas daripada rokok.

Cara Konsumsi dan Potensi Bahaya Ganja

Analisis ini menggabungkan hasil dari berbagai studi observasional besar yang dilakukan antara tahun 2016 hingga 2023 di Australia, Mesir, Kanada, Prancis, Swedia, dan Amerika Serikat. Namun, mayoritas responden kemungkinan besar menggunakan ganja dengan cara dibakar (merokok), mengingat data epidemiologis yang tersedia.

Menurut CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS), asap dari pembakaran mengandung zat beracun dan karsinogen yang merusak pembuluh darah dan memicu pembekuan darah.

Dr. Beth Cohen, profesor kedokteran dari UCSF, menambahkan, asumsi ganja lebih aman karena "alami" adalah keliru. Proses pembakaran tetap menghasilkan zat berbahaya yang bisa menyebabkan kanker dan kerusakan organ.

Bahkan konsumsi ganja dalam bentuk makanan (edibles) juga bisa berdampak pada jantung. Studi pada Mei 2025 mengungkapkan pengguna edible THC menunjukkan penurunan fungsi pembuluh darah hingga 56%, lebih buruk dibandingkan pengguna ganja yang merokok (42%).

Masalah Baru: Ganja dengan Kandungan THC Super Tinggi

Sayangnya, studi ini tidak memperhitungkan kekuatan (potensi) THC, zat psikoaktif utama dalam ganja, yang dalam beberapa dekade terakhir meningkat drastis. “Pasar ganja saat ini sangat berbeda. Produk yang dijual sekarang bisa 500 kali lebih kuat dibandingkan yang beredar pada 1970-an,” jelas Silver.

Produk ganja modern seperti vape dan konsentrat THC murni bisa mencapai kadar THC hingga 99%, yang dapat memicu efek yang jauh lebih ekstrem dibandingkan sekadar merokok ganja biasa.

Kandungan THC yang tinggi ini telah dikaitkan dengan:

  • Kecanduan empat kali lebih besar
  • Risiko psikosis dan skizofrenia
  • Muntah berkepanjangan pada pengguna jangka panjang

Menurut CDC, sekitar 3 dari 10 pengguna ganja di AS mengalami gangguan penggunaan ganja (cannabis use disorder), yaitu kecanduan yang diakui secara medis.

Waspada bagi Penderita Risiko Jantung

Dr. Silver memperingatkan, pengguna ganja sebaiknya lebih berhati-hati. “Jika saya berusia 60 tahun dan memiliki risiko penyakit jantung, saya akan berpikir dua kali sebelum menggunakan ganja,” katanya.

“Saya telah melihat pasien lansia yang memakai ganja untuk mengatasi nyeri atau gangguan tidur, tanpa menyadari bahwa mereka mungkin justru memperbesar risiko terkena serangan jantung atau stroke.” (CNN/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya