Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Jalur Penyelundupan Benih Lobster Muncul karena Lemahnya Implementasi Regulasi

Basuki Eka Purnama
12/6/2025 07:38
Jalur Penyelundupan Benih Lobster Muncul karena Lemahnya Implementasi Regulasi
Ilustrasi--Petugas kepolisian menunjukan barang bukti benih lobster saat pers rilis pengungkapan penegahan penyelundupan benih lobster di Mapolresta Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.(ANTARA/Muhammad Iqbal)

UPAYA penyelundupan benih bening lobster (BBL) senilai hampir Rp30 miliar di Pelabuhan Merak kembali digagalkan petugas. 

Menanggapi hal tersebut, dosen Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Irzal Effendi menyoroti lemahnya implementasi regulasi sebagai akar masalah maraknya praktik ilegal tersebut.

Irzal menjelaskan bahwa maraknya praktik penyelundupan BBL tidak terlepas dari pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 07/PERMEN-KP/2024 yang belum berjalan optimal. 

Permen tersebut sejatinya memperbolehkan pengeluaran BBL dari wilayah Indonesia melalui skema joint venture antara perusahaan Indonesia dan Vietnam, di bawah pengawasan Badan Layanan Umum (BLU) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

MI/HO--Dosen Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Irzal Effendi

"Namun pada praktiknya, hanya sedikit perusahaan yang terlibat, baik dari Indonesia maupun Vietnam. Sementara kebutuhan BBL di Vietnam tetap tinggi. Akibatnya, muncul jalur penyelundupan atau yang biasa disebut 'jalur kiri' di lapangan," ungkapnya.

Menurut Irzal, sedikitnya perusahaan yang terlibat kemungkinan besar disebabkan oleh rumitnya regulasi yang harus dipenuhi di kedua negara. Selain itu, perusahaan yang terlibat umumnya merupakan pemain baru di industri ini.

Terkait dampak lingkungan, ia menyatakan bahwa penyelundupan BBL tidak memberikan dampak besar terhadap ekosistem laut secara langsung, meski tetap diperlukan kajian ilmiah lebih lanjut. Penyelundupan BBL lebih berdampak kepada penerimaan negara,  kedaulatan, dan pengelolaan perikanan.

Kendati demikian, dampak serius justru dirasakan oleh sektor budi daya lobster dalam negeri. 

"Industri budi daya lobster jadi terganggu karena ketersediaan benihnya harus bersaing dengan pihak-pihak yang menyelundupkan BBL. Penyelundup berani membeli BBL dengan harga lebih tinggi, terutama di luar musim panen," jelasnya. 

Ia menambahkan, harga BBL yang tinggi akan menurunkan daya saing produk lobster budaya, bahkan bisa menjadi tidak layak usaha. Terlebih di tengah masih rendahnya kinerja budi daya (tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan) komoditas ini di Indonesia.

Irzal menegaskan bahwa ekspor BBL sebenarnya tidak dilarang, melainkan diatur melalui skema joint venture. Namun, untuk memutus rantai penyelundupan, ia menyarankan beberapa solusi:

  • Perbaikan mekanisme implementasi Permen KP No. 07/2024, termasuk penyederhanaan skema joint venture.
  • Penambahan jumlah perusahaan yang berpartisipasi untuk memenuhi permintaan pasar, guna menekan 'jalur kiri'.
  • Pengembangan teknologi pendederan untuk menghasilkan benih berukuran 30 gram, dan men-create market produk dederan tersebut, serta inovasi pakan dan kesehatan lobster.
  • Pelibatan pemerintah daerah yang memiliki potensi BBL tinggi untuk  mengembangkan SDM masyarakat pesisir dalam penguasaan teknologi pendederan. Proses nilai tambah lobster berlangsung di sentra BBL.
  • Ekspansi pasar lobster budi daya (berat 200-500 gram) guna mengurangi ketergantungan kepada pasar Cina yang sudah dipegang oleh Vietnam.

"Jika solusi-solusi tersebut dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, maka praktik penyelundupan BBL bisa ditekan dan industri perikanan budi daya lobster bisa berkembang lebih baik di dalam negeri," pungkasnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya