Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

BRIN Sebut Perlu Regulasi untuk Lindungi Masyarakat Terdampak Perubahan Iklim

Ihfa Firdausya
05/6/2025 16:20
BRIN Sebut Perlu Regulasi untuk Lindungi Masyarakat Terdampak Perubahan Iklim
Ilustrasi: Kendaraan bermotor perlahan menembus jalan raya pantura Demak KM Surabaya-Semarang yang terendam limpahan air laut(ANTARA FOTO/Aji Styawan)

PENURUNAN permukaan tanah dan kenaikan permukaan laut menyebabkan migrasi besar-besaran para nelayan dari Pantura, khususnya daerah Indramayu, Cirebon, dan Tegal ke Jakarta. Peneliti Pusat Riset (PR) Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laely Nurhidayah menyebut perlunya revisi regulasi terkait perlindungan masyarakat terdampak perubahan iklim.

“Hukum di Indonesia belum cukup kuat untuk melindungi hak hidup dan lingkungan sehat masyarakat yang harus relokasi. Terutama, akibat kenaikan permukaan laut dan penurunan permukaan tanah (land subsidence), karena belum masuk kategori bencana dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana,” kata Laely dalam keterangannya, Kamis (5/6).

Dirinya berharap revisi undang-undang perubahan iklim atau pembentukan regulasi baru dapat memperkuat perlindungan hak asasi dan keamanan manusia dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Peneliti PR Hukum BRIN lainnya, Inayah Hidayati menambahkan, perlu revisi undang-undang dan pengembangan kebijakan yang inklusif dan berkeadilan. Tujuannya agar masyarakat yang terdampak, terutama perempuan dan kelompok rentan, mendapatkan perlindungan yang memadai.

Selain itu, studi lain menyoroti fenomena immobility. Dalam hal ini, masyarakat memilih bertahan di daerah rawan banjir dan kenaikan air laut dengan alasan ekonomi, budaya, dan ikatan emosional terhadap tanah kelahiran.

Kondisi ini menimbulkan tantangan besar dalam pengelolaan migrasi dan relokasi. Untuk itu perlu pendekatan partisipatif dan gerakan yang bermartabat. 

Penelitian dari Pusat Riset Hukum BRIN mengungkapkan, perubahan iklim dan degradasi lingkungan laut menjadi faktor utama pendorong migrasi nelayan ke Jakarta.

“Iklim ekstrem seperti banjir dan suhu laut meningkat mengganggu hasil tangkapan ikan, juga mendorong nelayan mencari lokasi yang lebih stabil dan menguntungkan,” kata Peneliti PR Hukum BRIN Ahmad Fathony.

Fathony berfokus pada penelitian migrasi nelayan dari Pantura, khususnya daerah Indramayu, Cirebon, dan Tegal ke Jakarta. Menurutnya, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia menawarkan peluang ekonomi yang menarik bagi nelayan di daerah tersebut.

Namun, migrasi besar-besaran ini menimbulkan tantangan sosial, hukum, dan lingkungan, seperti padatnya permukiman, akses air bersih, dan pendidikan. 

Hasil riset yang dilakukan Fathony menunjukkan ada tiga pola migrasi, yaitu permanen, sementara, dan kerja sama anak buah kapal (ABK) di kapal besar.

“Sebagian nelayan tinggal di Jakarta secara tetap. Mereka beraktivitas seperti mengumpulkan hasil laut dan berjualan, sementara lainnya mengikuti musim ikan tertentu,” ungkapnya.

Menurutnya, urbanisasi dan pertumbuhan pesisir yang tidak terencana tetap memicu masalah baru. Fathony menyarankan agar pemerintah mengadopsi pendekatan holistik berkelanjutan, untuk mengelola perikanan dan pembangunan kota secara inklusif.

“Perubahan iklim diperkirakan akan terus memperbesar migrasi nelayan di masa depan. Lalu menuntut solusi jangka panjang demi keberlanjutan masyarakat pesisir,” tegasnya. (Ifa/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya