Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Prevalensi Stunting Nasional Turun ke Angka 19,8%

Ihfa Firdausya
27/5/2025 09:57
Prevalensi Stunting Nasional Turun ke Angka 19,8%
Petugas mengukur lingkar kepala seorang balita di Posyandu Cempaka, Beran, Ngawi, Jawa Timur, Kamis (8/5/2025)(ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO)

SURVEI Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024 mencatat penurunan prevalensi stunting nasional, dari 21,5% pada 2023 menjadi 19,8% pada 2024. Penurunan tersebut melampaui target tahun lalu sebesar 20,1%.

Dalam rilis survei, kemarin, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan komitmen kuat pemerintah untuk menurunkan angka stunting nasional menjadi 14,2% pada 2029. Hal itu sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun bersama Sekretariat Wakil Presiden dan Bappenas.

"Target ini tidak mudah, tapi cukup menantang untuk dikejar. Dari angka 21,5% di 2023, kita harus turun ke 14,2% di 2029, artinya kita harus menurunkan sekitar 7,3% dalam lima tahun,” ujar Menkes Budi dikutip dari keterangan resmi, Selasa (27/5).

Ia  mengapresiasi kerja keras lintas kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan yang telah mendukung capaian positif di tahun 2024. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan masih besar.

Adapun target penurunan stunting pada 2025 adalah 18,8%. Hal itu, katanya, membutuhkan upaya lebih keras dan kolaborasi lebih erat, terutama di enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat (638.000 balita), Jawa Tengah (485.893 balita), Jawa Timur (430.780 balita), Sumatera Utara (316.456 balita), Nusa Tenggara Timur (214.143 balita), dan Banten (209.600 balita).

“Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10%, maka secara nasional kita bisa turun 4–5%. Karena 50% anak stunting ada di enam daerah ini,” tegas Budi.

Strategi penting lainnya adalah memastikan intervensi sejak masa pra-kelahiran. Fokusnya pada 11 intervensi spesifik di sektor kesehatan, khususnya untuk remaja putri dan ibu hamil.

“Stunting itu terjadi bukan setelah lahir, tapi bahkan sejak dalam kandungan. Maka intervensi kepada ibu hamil sangat penting. Jangan sampai ibu-ibu hamil kekurangan gizi atau anemia,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya program pengukuran lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil, distribusi tablet tambah darah, serta suplementasi mikronutrien. Selain itu, program peningkatan mutu pengukuran di Posyandu juga terus diperkuat melalui distribusi 300.000 alat antropometri, didukung program ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKP) Kemenkes Asnawi Abdullah menegaskan bahwa hasil SSGI 2024 menjadi langkah penting menuju target jangka panjang penurunan stunting hingga 5% pada 2045.

“Alhamdulillah, SSGI 2024 telah terlaksana dengan sangat baik dan menghasilkan data status gizi mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota. Ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat kebijakan berbasis data,” ujar Asnawi.

Menurutnya, survei 2024 berhasil mencegah sekitar 337.000 balita dari risiko stunting, melampaui target tahunan RPJMN sebesar 325.000 balita. Meski demikian, Asnawi mencatat adanya variasi prevalensi stunting antarprovinsi, kabupaten/kota, serta kelompok sosial ekonomi.

“Prevalensi stunting sangat bervariasi. Misalnya, pada kelompok pendapatan sangat rendah, angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok pendapatan tinggi. Ini menjadi catatan penting untuk penajaman intervensi,” tambahnya.

SSGI 2024 dilaksanakan di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota dan didukung penuh oleh kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, serta mitra pembangunan internasional, seperti WHO, SEAMEO RECFON , dan Prospera.

Seluruh hasil SSGI 2024 telah dikompilasi dalam sebuah buku dan dapat diakses publik melalui laman resmi BKPK Kemenkes RI. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya