Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEJAK 1990-an, dokter meresepkan obat metformin untuk mengobati diabetes tipe 2, tetapi para ilmuwan belum sepenuhnya memahami cara kerjanya.
Kini, penelitian baru mengisi salah satu bagian dari teka-teki tersebut: Metformin memicu tubuh untuk mengeluarkan glukosa dari aliran darah ke dalam usus. Di mana bakteri menggunakan karbohidrat tersebut untuk menghasilkan senyawa yang dapat membantu mengontrol kadar gula darah.
Dalam studi baru yang diterbitkan pada 3 Maret di jurnal Communications Medicine, para peneliti menghitung pengobatan dengan metformin meningkatkan jumlah glukosa yang dilepaskan ke dalam usus hampir empat kali lipat. Hal ini tampaknya meningkatkan produksi senyawa lemak yang membantu melindungi usus dan mengurangi peradangan.
Sebagian besar penelitian sebelumnya berfokus pada efek metformin di hati, di mana obat ini meningkatkan respons sel terhadap insulin dan menghambat sintesis glukosa. Namun, beberapa penelitian menunjukkan obat ini juga bekerja di usus, mungkin dengan menghambat penyerapan glukosa ke dalam aliran darah.
"Banyak orang sedang meneliti bagaimana metformin bekerja di usus, karena ketika diminum secara oral, usus akan terpapar konsentrasi yang sangat tinggi," kata penulis utama studi, Dr. Wataru Ogawa, seorang peneliti medis di Universitas Kobe, Jepang.
Sebelumnya, tim Ogawa menunjukkan tubuh mengeluarkan glukosa ke dalam saluran usus yang disebut lumen. Proses ini terjadi baik pada penderita diabetes maupun orang sehat. "Ini berarti adalah fungsi fisiologis alami yang dimiliki manusia," kata Ogawa kepada Live Science.
Dalam studi baru ini, para peneliti menemukan metformin hampir melipatgandakan tingkat ekskresi glukosa ke dalam usus pada lima penderita diabetes tipe 2. Mereka juga berhasil mereplikasi temuan ini pada tikus.
Mengalihkan glukosa ke dalam usus dan menjauhkannya dari aliran darah mungkin langsung menurunkan kadar gula darah. Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa ini hanya menjelaskan sebagian dari efek terapi metformin.
Nicola Morrice, seorang peneliti metformin dari Universitas Dundee, Skotlandia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan "Saya tidak mengharapkan ini menjadi mekanisme utama kerja obat."
Selain menarik gula keluar dari aliran darah, glukosa yang dikeluarkan juga dapat memiliki efek tidak langsung terhadap kadar gula darah dengan memberi makan bakteri usus, menurut beberapa pakar lain yang diwawancarai oleh Live Science.
Dr. José-Manuel Fernández-Real, peneliti medis dari Universitas Girona, Spanyol, mengatakan melalui email, "Beberapa bakteri, terutama yang tumbuh dengan gula sederhana, mungkin mengalami peningkatan pertumbuhan, sementara bakteri lain yang bergantung pada karbohidrat kompleks atau fermentasi serat mungkin kurang terpengaruh."
Molekul glukosa memiliki enam atom karbon, sehingga untuk menentukan seberapa cepat bakteri usus memecah glukosa menjadi senyawa lain, Ogawa harus menemukan cara untuk melacak atom-atom karbon tersebut. Timnya menyuntikkan tikus dengan glukosa yang mengandung isotop "berat". Hal ini memungkinkan mereka untuk melacak karbon berat saat bakteri mengubah glukosa menjadi senyawa lain.
Sampel feses menunjukkan bakteri dalam tubuh tikus yang diberi metformin telah mengubah glukosa berat menjadi asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids atau SCFA). "Spesies bakteri yang menghasilkan SCFA umumnya merupakan 'bakteri baik'," kata Ogawa, menunjukkan bahwa metformin berpotensi mendukung kesehatan mikrobioma usus.
Pengobatan dengan metformin meningkatkan jumlah SCFA yang mengandung karbon berat hanya sebesar 1% dalam sampel feses. Namun, Manuel Vázquez-Carrera, seorang peneliti farmakologi di Universitas Barcelona yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan melalui email bahwa "sebagian besar SCFA diserap dan digunakan dengan cepat, bukan diekskresikan." Ini berarti bahwa pengukuran yang dilakukan kemungkinan lebih rendah dari nilai sebenarnya.
"Dan bahkan sedikit peningkatan produksi SCFA dapat meningkatkan fungsi penghalang usus, mengurangi peradangan, dan meningkatkan sensitivitas insulin, yang semuanya bermanfaat dalam mengelola diabetes," ujar Fernández-Real.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, para peneliti tidak menilai bagaimana peningkatan kadar SCFA di usus memengaruhi kesehatan tikus. Selain itu, penelitian ini melibatkan "jumlah peserta yang sangat kecil, yang menerima berbagai dosis metformin sebagai bagian dari pengobatan mereka," kata Morrice.
Penelitian pada tikus juga hanya dilakukan pada hewan jantan, sehingga perbedaan efek obat berdasarkan jenis kelamin tidak dieksplorasi. Di luar studi kecil ini, Ogawa mengatakan bahwa ia telah menyelesaikan uji klinis yang lebih besar dan lebih ketat pada manusia untuk lebih memahami dampak metformin di usus. Analisisnya belum selesai, tetapi sejauh ini mereka belum menemukan perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
Morrice menyarankan bahwa penelitian di masa depan dapat mengeksplorasi bagaimana metformin memengaruhi ekskresi glukosa pada tikus dengan pola makan yang berbeda, seperti diet tinggi lemak dan tinggi gula yang berhubungan dengan obesitas. (Live Science/Z-2)
Meskipun metformin tidak dapat menyembuhkan diabetes, obat ini membantu tubuh dalam mengelola kadar gula darah dengan lebih baik.
Metformin adalah obat yang umum digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi produksi gula di hati,
Penelitian itu dilakukan terhadap obat diabetes metformin, yang merupakan obat yang biasa digunakan untuk mengobati pasien diabetes tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
dr Ika menghimbau untuk memperhatikan apakah ada luka gores pada kaki sebelum hendak melakukan terapi ikan.
Pola gaya hidup lebih penting untuk dikendalikan daripada hanya mengendalikan faktor genetik karena anak akan mengikuti kebiasaan aktivitas dan apa yang dikonsumsi orangtua.
Sebagai langkah konkret, Dinas Kesehatan Klungkung juga aktif melakukan edukasi ke sekolah-sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemeriksaan tersebut masih bersifat awal karena dilakukan dengan metode cek gula darah sewaktu (tanpa puasa).
Diabetic foot dapat menyebabkan infeksi berat, gangren, hingga amputasi jika tidak ditangani dengan tepat.
Frekuensi buang air kecil yang meningkat, terutama pada malam hari, biasanya disebabkan oleh tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved