Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ORGANISASI perempuan dan ortonom Muhammadiyah 'Aisyiyah menegaskan kembali pandangannya yang tidak menganjurkan praktik sunat perempuan lantaran merupakan tindakan yang merugikan bagi perempuan.
“Sunat perempuan adalah tindakan yang merugikan bagi perempuan, bahkan hal ini sudah diakui oleh dunia internasional. Akan tetapi sayangnya praktik ini masih banyak terjadi di Indonesia," terang Tri Hastuti Nur Rochimah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, dalam momen peringatan Hari Tanpa Toleransi terhadap Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP) pada Kamis (6/2),
Menurut Tri, kondisi ini terjadi karena faktor budaya dan banyaknya pemahaman agama yang keliru yang dipercayai oleh masyarakat. Oleh karena itu, ‘Aisyiyah melakukan berbagai upaya untuk mengedukasi masyarakat agar menghentikan praktik sunat perempuan.
Salah satunya adalah dengan menyebarkan pandangan Islam yang tidak menganjurkan praktik sunat perempuan di kalangan tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat menjadi salah satu kunci untuk menghentikan praktik ini, karena mereka sangat didengar pendapatnya di masyarakat,” ucap Tri.
‘Aisyiyah juga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk melakukan sosialisasi kepada kader-kader ‘Aisyiyah di beberapa provinsi terkait isu sunat perempuan ini. Kerja sama ini diharapkan akan semakin menguatkan peran kader dalam melakukan edukasi di masyarakat.
Ketua PP ‘Aisyiyah yang membidangi Majelis Tabligh dan Ketarjihan, Siti Aisyah menyampaikan, Muhammadiyah sudah menyampaikan fatwa tarjih tentang khitan perempuan yang dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.
“Bahwa khitan bagi perempuan ini haditsnya lemah, tidak ada petunjuk dalil yang kuat, maka dikembalikan kepada positif dan negatifnya,” terang Aisyah.
Ia melanjutkan, ditimbang dari dampak negatifnya tidak dapat untuk menganjurkan khitan bagi perempuan apalagi mewajibkannya. Keputusan ini disebut Aisyah telah mempertimbangkan berbagai aspek, baik kesehatan, sosial budaya, maupun bayani.
“Mengingat dalil pelaksanaan khitan bagi perempuan ini tidak begitu jelas dan dengan mudharat yang sangat jelas. Sehingga fatwa ketetapan khitan perempuan adalah tidak dianjurkan atau ghairu masyru," terang dia.
Dalil lemah
Aisyah kemudian menjelaskan beberapa dalil yang lemah yang sering dikaitkan untuk melaksanakan praktik sunat perempuan ini. “Contohnya, Qur’an surat an-Nisa’ ayat 125, ayat ini oleh sebagian ulama dijadikan landasan perintah khitan; karena Nabi Ibrahim dikhitan, maka mengikuti millah Ibrahim adalah dengan cara melakukan khitan," jelas dia.
Namun, para mufasir menjelaskan bahwa millah Ibrahim itu adalah ajaran akidah tauhid, bukan khitan. Dengan demikian, ayat tersebut tidak dapat dijadikan dalil berkhitan.
Begitu juga dalam sebuah hadits dari Ummu Athiyah bahwasanya seorang perempuan akan berkhitan di Madinah. Maka Nabi Saw. berkata: Janganlah berlebihan, karena lebih nikmat (ketika berhubungan seksual) dan lebih dicintai oleh suami. (H.r. Abu Dawud dan al-Baihaqi). “Hadis ini dinilai lemah karena ada seorang perawi yang tidak diketahui asal-usulnya (majhul), yaitu Muhammad ibn Hasan,” jelas Aisyah.
Meskipun demikian, Evi Sovia Inayati, Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP ‘Aisyiyah menyebut tradisi khitan dan pesta yang mengiringinya masih kuat di beberapa daerah. Kuatnya tradisi ini menurut Evi membutuhkan kerja berbagai unsur masyarakat untuk melakukan strategi perubahan tradisi sunat perempuan dengan upaya mencerdaskan masyarakat.
“Kita bersama perlu melakukan syiar pemahaman tentang Islam berkemajuan yang tidak menganjurkan khitan perempuan, dengan pendekatan bayani, burhai, dan irfani melalui tabligh, ceramah, dan sosialisasi secara intensif dan kontinyu,” ucap Evi.
Siti Aisyah menambahkan, untuk mengimbangi kuatnya tradisi pesta khitan perempuan juga perlu diinisiasi tradisi baru, misalnya tasyakuran di saat anak perempuan haid pertama.
“Momen haid pertama seorang anak perempuan adalah simbol mengawali kehidupan di masa baligh, memasuki dunia baru yang menempatkan perempuan sebagai hamba Allah yang memiliki tanggung jawab menunaikan kewajiban keagamaan dan sosial," tutup dia. (N-2)
Dikatakan bahwa perempuan tidak menyadari dampaknya hingga saat mereka tumbuh dewasa.
Sebanyak 55% anak perempuan dari perempuan usia 15-49 tahun di Indonesia menjadi korban sunat perempuan.
Responden kebingungan harus melapor kepada pihak mana jika merasakan dampak dari praktik P2GP karena pihak Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Polsek setempat juga tidak menerima laporan korban.
Komnas Perempuan mencermati bahwa kebijakan penghapusan praktik sunat perempuan merupakan bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup
Komnas Perempuan mendorong agar kebijakan penghapusan sunat perempuan tidak hanya untuk bayi, balita, dan anak prasekolah. Tetapi juga berlaku bagi perempuan di semua umur
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved