Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mendikdasmen: Sekolah Curang dalam SPMB tidak akan Dapat Dana BOS

Despian Nurhidayat
01/2/2025 07:48
Mendikdasmen: Sekolah Curang dalam SPMB tidak akan Dapat Dana BOS
Mendikdasmen Abdul Mu’ti(MI/SUSANTO)

MENTERI  Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan bahwa persoalan kecurangan dalam proses penerimaan murid baru yang nantinya akan dinamakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) akan dibarengi dengan upaya pencegahan. 

Salah satunya adalah validasi dan verifikasi terkait dengan hubungan kekeluargaan dalam kartu keluarga (KK), khususnya bagi yang baru pindah KK dalam waktu dekat. 

“Makanya sekarang ada beberapa yang sudah membuat aturan. Misalnya melihat hubungan keluarga di mana dia membuat kartu keluarga baru itu apa. Kemudian berapa lama dia tinggal di situ. Jadinya di sekolah itu nanti ada verifikasi dan validasi tentang keabsahan dari posisi domisili dia,” ungkapnya ketika diwawancarai oleh Media Indonesia, Jumat (31/1). 

Lebih lanjut, menurut Abdul Mu’ti persoalan kecurangan saat penyelenggaraan penerimaan murid baru juga terjadi karena mutu pendidikan Indonesia yang masih belum merata. 

“Makanya ada sekolah elit dan sekolah alit dan juga perbedaan sekolah negeri dan swasta. Masyarakat punya asumsi negeri lebih murah dari swasta padahal tidak begitu juga,” ujar Abdul Mu’ti. 

Abdul Mu’ti menekankan agar penerimaan murid baru lebih berkeadilan, pihaknya akan membuat proses transparansi dengan menerbitkan data daya tampung sekolah khususnya untuk sekolah negeri. 

“Jadi kalau daya tampungnya katakan lah 8 rombongan belajar, dia tidak boleh menerima 9 rombongan belajar. Kalau itu terjadi, maka rombongan belajar yang kesembilan ini tidak masuk Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Kalau enggak masuk Dapodik, dia enggak dapat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan sebagainya,” tegasnya. 

“Nanti akan kita coba terapkan secara nasional karena beberapa daerah sudah sukses menerapkan hal ini. Misalnya di Denpasar Bali begitu dia dan enggak bisa diintervensi. Karena masalahnya sering kali intervensi datang karena ada ‘orang kuat’ yang mohon maaf enggak usah disebut ya,” sambung Abdul Mu’ti. 

Dengan penerapan daya tampung tersebut, sekolah swasta juga dikatakan akan menjadi hidup karena peserta yang tidak tertampung dapat dialihkan ke sekolah swasta. 

“Kemudian swasta juga agar bisa hidup karena selama ini ada kritik PPDB membunuh swasta karena negeri menerimanya berlebihan yang akibatnya turun kualitasnya. Karena itu dengan semangat ini bukan berarti yang di atas turun tapi yang di bawah bisa dinaikkan,” ujarnya. 

“Caranya bagaimana? Kalau sekolah tidak menerima siswa lebih dari daya tampung, sarana dan prasarana dapat berjalan dengan baik. Kalau misalnya siswa memiliki heterogen dalam hal kecerdasannya, itu tantangan guru dalam mengajar. Dialihkan ke swasta dan kemudian diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada sekolah swasta,” lanjut Abdul Mu’ti. 

Hasil pertemuan Mendikdasmen dan Mendagri juga memperlihatkan bahwa pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana APBD kepada sekolah swasta. 

“Ternyata tadi saya ketemu Mendagri dan sudah ada Peraturan Mendagri pada 2023 yang menyebutkan pemerintah daerah diharuskan mengalokasikan sebagian dari APBD untuk membantu pendidikan termasuk swasta. Karena itu dalam rancangan kami menyebutkan pemerintah daerah harus membantu swasta, tidak berarti merekayasa, itu ada dasarnya dan tinggal bagaimana penerapannya. Kami tadi ketemu dengan Mendagri dan akan menerbitkan surat edaran yang isinya memperkuat Peraturan Mendagri yang sudah ada sejak 2023 dan Peraturan Mendikdasmen yang InsyaAllah nanti akan terbitkan dalam konteks SPMB 2025,” tandasnya. 

Secara terpisah, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Cecep Darmawan menyambut baik upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan sistem penerimaan murid baru ini. Namun demikian, persoalan di lapangan dikatakan sering kali tidak semudah dengan kebijakan yang dirumuskan. 

“Karena misalnya sistem online, apakah seluruh Indonesia sudah masuk internet atau tidak. Kedua kalau pelanggar itu bisa mencari celah. Artinya SPMB dengan model domisili sekalipun tidak lewat zonasi itu tidak menjamin seluruhnya akan terjadi hal yang ideal. Karena di lapangan itu terjadi persekongkolan antara oknum petugas di lapangan dengan orangtua siswa,” kata Cecep. 

Selain itu, menurutnya sanksi terhadap pelanggaran penerimaan murid baru juga tidak ditindaklanjuti dengan baik. Hal inilah yang membuat pengulangan kecurangan yang terjadi setiap tahunnya dengan modus yang sama. 

“Jadi pemerintah harusnya kalau mau panitia itu jangan dari pihak sekolah tapi gabungan dari berbagai sekolah. Ada unsur perguruan tinggi, wartawan, dan lainnya yang harus pakai aplikasi online jangan offline. Selain itu sanksi harus tegas. Kalau pidana harus langsung diproses. Jadi ada efek jera,” tandasnya. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya