Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Indonesia masih Miliki Masalah Kemampuan Literasi yang Rendah

Despian Nurhidayat
24/6/2025 16:18
Indonesia masih Miliki Masalah Kemampuan Literasi yang Rendah
(MI/DESPIAN)

MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan bahwa Indonesia sampai saat ini masih memiliki masalah terkait kemampuan literasi yang masih rendah. Namun, seluruh pihak saat ini tidak boleh hanya sibuk mengulang masalah yang dihadapi tanpa mencari solusi. 

“Itu memang masalah kita. Karena itu kita ingin berusaha mencari solusi bagaimana kita memperbaiki masalah itu dengan kompetensi dan bidang yang kita miliki,” ungkapnya dalam acara 'Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia' di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (24/6). 

Lebih lanjut, menurutnya terdapat beberapa tantangan dalam persoalan bahasa di Indonesia, di antaranya adalah literasi berbahasa yang rendah. 

“UNESCO berulang kali disebut itu. Tetapi kalau sudah seperti itu masalahnya di mana? Literasi kan tidak sekadar membaca aksara, tapi problemnya memahami aksara yang disebut fungsional reading. Itu masalah kita,” ujar Andul Mu’ti. 

Tantangan lainnya adalah penurunan kemampuan literasi yang berkaitan dengan bahasa yang mampu menjadi alat komunikasi dan menyampaikan berbagai macam gagasan, ekspresi kesenian dan kebudayaan. Hal ini berkaitan erat dengan hubungan kemampuan bahasa dengan berpikir. 

“Language and logic penting. Jadi ini problem kita sehingga mengajarkan bahasa di dalamnya juga harus ada logika. Bagaimana alur berpikir sesuai bahasa Indonesia. Saya sering bandingkan, kalau saya baca buku bahasa Inggris saya bisa memahami. Karena hampir semua tulisan bahasa Inggris mengikuti tata bahasa yang benar. Tapi dalam bahasa Indonesia tidak bisa seperti itu. Sehingga mengajarkan bahasa Indonesia juga harus mampu mengajarkan logika dan bahasa sebagai medianya,” jelasnya. 

Menurutnya, keadaban berbahasa juga menjadi tantangan serius yang dihadapi Indonesia. Pasalnya, penggunaan media sosial saat ini tidak menggambarkan keadaban masyarakat dalam sebuah bangsa. 

“Tidak ada kesantunan dan rasa empati terhadap orang lain dalam bahasa itu. Keadaban ini juga sudah dalam level serius. Orang bicara bahasa kasar dan kotor sudah sangat biasa. Kalau kembali pada ungkapan lama kita bahasa bukan hanya sekadar identitas bangsa tapi mencerminkan keadaban kita seperti apa. Kita susah membedakan mana noise dan voice. Itu semakin tidak mudah dengan kecanggihan teknologi yaitu mana yang hal dan mana yang hoaks. Tidak bisa membedakan mana yang fact mana yang fake. Keadaban berbahasa kita masalah. Kesantunan bertutur kata jadi masalah bangsa yang tidak sederhana,” urai Abdul Mu’ti. 

Persoalan lainnya adalah bagaimana masyarakat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian dari kedaulatan bangsa. “Saya menyadari ini terlalu kuat. Tapi secara historis perjuangan menggunakan dan mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan mampu mengatasi sekat primordial yang akarnya ada pada sentimen budaya dan bahasa. Itu tidak mudah. Sekarang masih banyak bangsa di dunia yang tidak memiliki otoritas dan menggunakan bahasanya. Kita beruntung punya bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu,” sambungnya. 

Terakhir, lanjut Abdul Mu’ti, adalah bagaimana masyarakat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian dari membangun kejayaan bangsa dan keadaban yang luhur dalam berbagai macam karya dan capaian tingkat dunia. 

“Dengan perjuangan dan usaha keras pendahulu saya, bahasa Indonesia sudah dapat menjadi bahasa rapat di UNESCO. Ini tidak mudah. Internasionalisasi bahasa Indonesia. Sehingga kita punya tugas penting berkaitan dengan tantangan yang kita hadapi ini,” tegas Abdul Mu’ti. 

Di tempat yang sama, Kepala Badan Bahasa Hafidz Muksin, menambahkan bahwa dalam indeks kemahiran berbahasa Indonesia, siswa SMP dan SMA/SMK masih belum menunjukkan hasil yang baik dalam berbahasa Indonesia. 

“Untuk tingkat SMP yang standar minimalnya seharusnya semenjana, siswa kita masih ada di tingkat marjinal terbatas bahkan ada yang tidak berpredikat. Begitu juga SMA dan SMK. Kondisi ini perlu dukungan guru bahasa Indonesia. Budaya baca dari hasil kajian UNESCO juga dari seribu orang Indonesia hanya satu yang gemar membaca. Ada yang salah dalam proses pengajaran. Guru bahasa Indonesia diharapkan jadi garda terdepan untuk meningkatkan literasi,” jelas Hafidz. 

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Denny Cagur, menekankan bahwa pengembangan bahasa Indonesia harus menjadi tanggung jawab bersama. 

“Hal yang kita perjuangkan pengembangan kurikulum pendidikan bahasa Indonesia. Kita juga mendukung penggunaan bahasa Indonesia di area publik. Komisi X mendukung penuh kegiatan Kemendikdasmen dan banyak pihak lainnya terutama dalam rangka meningkatkan literasi,” tandasnya. 

Perlu diketahui, kegiatan ini ditujukan untuk memperkuat pemahaman guru terhadap arah kebijakan kebahasaan nasional serta menyusun rencana tindak lanjut bagi penguatan MGMP berbasis aspirasi guru. Semua ide, kritik, dan usulan dari peserta akan didokumentasikan dan dikompilasi sebagai bahan rekomendasi kebijakan bagi kementerian. 

Forum ini juga mendorong pembelajaran bahasa yang lebih menyenangkan, kontekstual, dan multimodal. Guru didorong untuk menerapkan pendekatan berbasis proyek dan literasi sehingga siswa dapat belajar secara aktif, reflektif, dan terlibat secara emosional. Melalui pendekatan ini, diharapkan akan tumbuh keterikatan yang lebih kuat antara siswa dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam bahasa dan sastra Indonesia.

Pelaksanaan kegiatan melibatkan kolaborasi lintas satuan kerja di lingkungan Badan Bahasa, mulai dari tahap perencanaan hingga dokumentasi. Kegiatan ini juga menggandeng praktisi, jurnalis, dan Duta Bahasa sebagai mitra kolaboratif. 

Sinergi ini diharapkan dapat memperluas jangkauan diseminasi gagasan dan meningkatkan keterlibatan publik. Sebagai bagian dari komitmen Kemendikdasmen, kegiatan ini menegaskan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya sebatas penguasaan tata bahasa, tetapi juga bagian dari pembentukan karakter dan penguatan kemampuan berpikir kritis. Karena itu, peran aktif para guru menjadi sangat penting dalam mewujudkan transformasi pendidikan yang berkelanjutan.

Lebih dari sekadar forum dialog, Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia adalah momentum reflektif bersama untuk menyadari kembali pentingnya literasi dan apresiasi terhadap bahasa dan sastra sendiri. Semangat yang dibangun dalam forum ini diharapkan dapat terus dijaga dan dikembangkan melalui kebijakan serta praktik baik pembelajaran di masa mendatang. Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan sastra yang berkembang adalah cerminan bangsa yang berpikir jernih, peduli, dan menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya