Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) menanggapi wacana akan diselenggarakannya ujian nasional (UN) pada 2026. Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menyebut bahwa Kemdikdasmen jangan dulu gegabah menghidupkan kembali UN. Sebelum UN dicanangkan kembali, katanya, beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
Pertama, asesmen terstandar bagi murid yang diselenggarakan harus jelas tujuan, fungsi, anggaran pembiayaan, kepesertaan, instrumen, gambaran teknis, dan dampaknya.
Yang harus diperhatikan juga adalah kriteria asesmen bagi murid yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan, yaitu: (1) asesmen dirancang sesuai tujuan sistem pendidikan; (2) asesmen bersifat low-stake (tidak berisiko apa pun terhadap capaian akademik murid); (3) asesmen yang memuat informasi komprehensif dari segi input, proses, dan output pembelajaran.
"Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, ini jelas harus ditolak. Karena bersifat high-stakes testing bagi murid," kata Iman dalam keterangan resmi, Jumat (3/1).
Kedua, fungsi UN pada masa lalu mencampuradukan fungsi asesmen sumatif bagi murid, formatif bagi sekolah, bahkan dijadikan alat menyeleksi murid masuk ke jenjang pendidikan di atasnya dalam proses PPDB yang menggunakan nilai UN. Nilai UN tertera di belakang ijazah sebagai bentuk sertifikasi (penyertifikatan) capaian belajar siswa.
"UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pendidikan itu sendiri, dan mengkotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan yang tidak," lanjut Iman.
Ketiga, pada era Anies Baswedan dan Muhadjir Effendy sebagai Mendikbud, UN tetap diadakan tapi tidak lagi penentu kelulusan. Iman melanjutkan, jika UN yang akan dikembalikan Mendikdasmen Abdul Muti seperti era Mendikbud Muhajir, ini dapat saja diberlakukan. Namun harus jelas tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya
"Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? Empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau justru semua pelajaran yang di-UN-kan?" tanya Iman.
Menurutnya, skema UN yang pernah dilakukan di SMA/SMK/MA yaitu 3 Mata Pelajaran Wajib ditambah 1 Mata Pelajaran Peminatan. Hal itu mendiskriminasikan mata pelajaran wajib lainnya seperti Pendidikan Pancasila, PJOK, Seni Budaya dan Pendidikan Agama.
Menurutnya, kalau UN bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum, harusnya semua mata pelajaran dalam Standar Isi yang diujikan. Jika UN berbasis mata pelajaran, risiko biaya akan besar. "Biaya UN dulu menguras APBN sampai Rp500 miliar," kata dia.
"APBN untuk Kemdikdasmen tahun 2025 saja hanya Rp33,5 triliun. Rasanya anggaran UN yang besar itu akan mengganggu program prioritas pendidikan yang lain," tambah Iman.
P2G pun menyampaikan sejumlah rekomendasi. Pertama, P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah UU Sisdiknas.
Kedua, P2G berharap pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Ketiga, P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional (apa pun namanya) yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills.
Keempat, Kemdikdasmen hendaknya fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills yaitu kompetensi literasi dan kompetensi numerasi. Sebab hasil tes terstandar nasional untuk menguji kemampuan dasar literasi dan numerasi dapat dijadikan alat ukur pemetaan mutu dan kompetensi murid secara nasional.
“Memang era Nadiem hingga sekarang ini sudah diadakan asesmen nasional (AN), tapi banyak kelemahannya," kata Iman.
Adapun kelemahan AN, katanya pertama metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan reliabel. Sekolah dengan jumlah siswa 700 atau 50 siswa di kelas 11 SMA/MA/SMK, samplingnya sama yaitu 45 orang.
Kedua, konten dan model soal AN merupakan kombinasi model soal PISA dan TIMSS. Padahal keduanya memiliki indikator penilaian yang berbeda. Ketiga, AN menciptakan diskriminasi kepada guru dan siswa yang minim akses internet, perangkat digital, dan listrik.
Fakta lainnya, soal AN lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS. "Tapi anehnya hasil nilai AN siswa secara nasional malah naik. Padahal hasil PISA menunjukkan skor Indonesia makin jeblok tahun 2022 lalu. Ini paradoksalnya AN," pungkas Iman. (Ifa/M-3)
DALAM menanggapi buruknya hasil asesmen nasional, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan meminta pemerintah menerima kenyataan dan segera memperbaikinya.
Menteri Nadiem mengapreasiasi SMKN 1 Kota Jambi yang telah melaksanakan Asesmen Nasional (AN) dengan baik dan lancar tanpa ada kendala teknis.
Menurutnya, AN bertujuan untuk mendorong perubahan positif dalam cara guru mengajar, cara kepala sekolah memimpin pembelajaran di sekolahnya, dalam pengawasan sekolah.
BERBAGAI permasalahan klasik Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tentu saja tidak akan terhapus dari memori publik meskipun telah berganti nama dengan ANBK.
KOORDINATOR Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengomentari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi soal jam malam dan masuk sekolah jam 6 pagi.
Pemecatan oleh sekolah dan penghapusan lagu karya seorang guru merupakan tindakan diskriminasi ganda sekaligus.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan gaji guru membutuhkan klarifikasi. Pasalnya, hal yang dinyatakan pemerintah dianggap masih multitafsir.
SAAT ini, di masyarakat ada dua pendapat terkait dengan ujian nasional (UN). Pemerintah tentu perlu menyimak secara saksama dinamika tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved