Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mendiktisaintek Pastikan Tidak Ada Kenaikan UKT Tahun Depan

Despian Nurhidayat
25/12/2024 10:40
Mendiktisaintek Pastikan Tidak Ada Kenaikan UKT Tahun Depan
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro difoto di Gedung D, Kementerian Pendidikan, Jakarta,(MI/Susanto)

 

MENTERI Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi atau Mendiktisainstek Satryo Soemantri Brodjonegoro memastikan bahwa tahun depan tidak akan ada kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) bagi para mahasiswa baru. 

“UKT tidak dinaikkan tahun depan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (25/12). 

Lebih lanjut, meskipun UKT dipastikan tidak akan naik tahun depan, masyarakat tentu masih khawatir tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% termasuk di bidang pendidikan.  Menyangkut dengan hal tersebut, Satryo belum dapat memastikan dampak kenaikan PPN 12% tersebut terhadap sektor pendidikan tinggi.

“PPN 12% untuk pendidikan masih akan dibahas kembali oleh Kemenkeu,” ujar Satryo. 

Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof. Dr. R. Agus Sartono menilai rencana pengenaan PPN 12% terhadap sektor pendidikan tidak tepat dan sebaiknya dibatalkan. Ia menilai jika pengenaan pajak tersebut dipaksakan justru akan memperburuk capaian akses perguruan tinggi dan semakin membuat Indonesia tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya. 

“Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan tidak seharusnya dijadikan objek pajak. Kalau saja kebocoran dan korupsi dapat ditekan, maka lebih dari cukup untuk pembiayaan investasi sumber daya manusia. Jika kita abai terhadap sektor pendidikan maka hanya masalah waktu saja kita justru akan makin terpuruk,” kata Agus Sartono. 

Meski pengenaan PPN 12% terhadap pendidikan bertaraf internasional, diakui Agus tidak tepat sasaran mengingat pemerintah sendiri gencar mendorong agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas bertaraf internasional. 

Sementara itu, di sisi lain saat ini ada berbagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) yang telah lama mengembangkan International Undergraduate Program (IUP). Program ini tidak saja menyumbangkan pembiayaan bagi PTN BH, tetapi juga mampu menarik minat student exchange dari negara lain. 

“Melalui IUP PTN BH mampu memberikan subsidi silang bagi anak-anak dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu sehingga mereka mendapatkan akses pendidikan tinggi,” ungkapnya.

Agus menyampaikan kehadiran mahasiswa asing di PTN BH juga memiliki peran strategis dalam jangka panjang. Selain melakukan mendorong ekspor layanan pendidikan, hal tersebut juga berpotensi melahirkan para Indonesianis yang memainkan peran penting dalam membangun hubungan bilateral antar negara. 

Dia menilai pengenaan pajak di sektor pendidikan ini waktu yang kurang tepat terlebih melihat tantangan terhadap akses pendidikan di tanah air yang masih terbatas. Pasalnya, Data Badan Pusat Statistik (BP) memproyeksikan populasi penduduk usia 19-23 tahun mencapai 27,39 juta jiwa di tahun 2025. Sementara, angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi ditargetkan sebesar 35%. Artinya, jumlah mahasiswa akan mencapai 9,58 juta. Jumlah tersebut menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas akses pendidikan untuk 1,27 juta mahasiswa. 

“Pertanyaan mendasar adalah mengapa pada saat pemerintah kesulitan meningkatkan akses justru berencana menambah beban berupa PPN 12%? Belum lagi berbicara bagaimana mengatasi luaran pendidikan yang tidak mampu diserap industri,” pungkasnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya