Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PROF Eva Achjani Zulfa resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dengan bidang keahlian Hukum Sanksi dan Restorative Justice. Pengukuhan tersebut dipimpin Rektor Universitas Indonesia, Prof Heri Hermansyah.
Dalam pidato pengukuhannya, yang berjudul Restorative Justice: Gerakan Sosial Masyarakat Global dalam Upaya Memulihkan Keadilan, Prof Eva mengangkat tema yang sudah banyak dibahas, namun tetap relevan dan penting dalam perkembangan hukum pidana di seluruh dunia.
Pidato ini tidak hanya menyampaikan pandangan akademis, tetapi juga mencerminkan pemahaman mendalam mengenai gerakan sosial yang semakin mendapatkan perhatian global: Restorative Justice.
Restorative Justice, yang telah dikenal lebih dari setengah abad, merupakan sebuah pendekatan dalam sistem peradilan yang menekankan pemulihan dan rekonsiliasi antara pelaku kejahatan, korban, dan masyarakat.
"Konsep ini tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi lebih kepada memperbaiki hubungan yang rusak dan menciptakan keadilan yang lebih holistik," kata Prof Eva, Rabu (18/12).
Menurut Prof Eva, gerakan ini telah menjadi topik sentral dalam diskusi tentang masa depan hukum pidana dan peradilan pidana, terutama dalam merespons perubahan dinamika sosial dan kejahatan yang semakin kompleks.
Prof Eva mencatat, walaupun tema Restorative Justice telah banyak disampaikan di berbagai forum akademik, pidato pengukuhannya menunjukkan bahwa konsep ini semakin relevan dan menarik perhatian luas.
Restorative Justice bukan sekadar konsep hukum, melainkan gerakan sosial yang telah menjadi bahan diskusi hangat baik di kalangan akademisi, praktisi, maupun pembuat kebijakan di berbagai negara.
Gerakan ini muncul dengan tujuan utama untuk menyembuhkan luka sosial yang timbul akibat kejahatan, serta mengedepankan dialog dan perundingan sebagai alternatif dari sistem hukum pidana yang cenderung berfokus pada hukuman semata.
Prof Eva meyakini bahwa Restorative Justice memiliki potensi untuk terus berkembang dan mentransformasi cara kita melihat dan menangani kejahatan di masyarakat.
Terlebih, salah satu aspek menarik dari Restorative Justice adalah penerapannya yang dapat disesuaikan dengan konteks sosial dan budaya di setiap negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ini semakin mendapat perhatian, tidak hanya dalam penanganan kenakalan remaja, tetapi juga dalam konteks yang lebih luas, seperti kejahatan domestik, narkotika, korupsi, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan bahkan terorisme.
Sebab Restorative Justice menawarkan alternatif penyelesaian yang bisa mempertemukan korban dan pelaku untuk mencari solusi yang lebih manusiawi dan konstruktif.
"Namun, penerapan Restorative Justice tidaklah mudah. Setiap negara atau wilayah memiliki karakteristik dan dinamika konflik sosial yang berbeda," tambahnya.
Oleh karena itu, setiap penerapan konsep ini perlu disesuaikan dengan konteks lokal, baik itu dalam hal jenis kejahatan, struktur sosial, maupun sistem hukum yang berlaku.
Sebagai gerakan sosial global, Restorative Justice membawa beragam skema dan pendekatan yang beragam pula, namun tetap berfokus pada prinsip dasar pemulihan dan rekonsiliasi.
Dalam konteks Indonesia, Prof Eva menyoroti pentingnya transformasi Restorative Justice dalam sistem hukum pidana. Salah satu pencapaian penting dalam hal ini adalah pengesahan Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang membuka peluang bagi penerapan Restorative Justice dalam penegakan hukum di Indonesia.
Undang-Undang ini memberikan ruang bagi penegak hukum untuk merumuskan model sanksi yang tidak hanya berorientasi pada hukuman semata, tetapi juga pada pemulihan dan reintegrasi sosial.
Namun, meskipun langkah besar ini telah diambil dengan terbitnya UU No. 1/2023, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Salah satunya adalah pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang belum memberikan ruang yang cukup untuk penerapan Restorative Justice dalam proses peradilan pidana.
Prof Eva menekankan pembaharuan KUHAP sangat diperlukan agar proses penanganan perkara pidana dapat mengakomodasi pendekatan berbasis Restorative Justice, yang lebih berorientasi pada pemulihan daripada penghukuman semata.
Prof Eva juga menyampaikan bahwa Restorative Justice akan terus mengalami perkembangan dan transformasi seiring dengan perubahan modus operandi kejahatan dan model penanganannya. Kejahatan-kejahatan yang lebih kompleks mungkin memerlukan pendekatan yang lebih inovatif dan adaptif.
Lebih jauh lagi, Prof Eva menegaskan Restorative Justice bukanlah sebuah solusi yang bisa diterapkan secara seragam di semua jenis tindak pidana. Penerapannya harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan berbagai aspek, seperti hak korban, keadilan sosial, dan integritas sistem peradilan itu sendiri.
Oleh karena itu, para akademisi, penegak hukum, dan pembuat kebijakan harus terus melakukan kajian dan adaptasi agar konsep ini tetap relevan dan efektif di masa depan. (Z-1)
ILUNI UI dianggap unik karena memiliki tiga stakeholder sekaligus yaitu akademisi di kampus, di dunia industri dan mahasiswa sebagai SDM masa depan.
Pemikiran Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai fondasi penting dalam membentuk arah kebijakan ekonomi dan keberpihakan Presiden Prabowo Subianto terhadap rakyat kecil.
Gerakan nasional ini diluncurkan langsung Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, sebagai bagian dari rangkaian kegiatan PKKMB UI 2025.
IKATAN Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) akan menggelar Pemilihan Langsung (Pemila) Ketua Umum ILUNI UI periode 2025–2028 pada 23–24 Agustus 2025 secara elektronik (e-vote)
Ivan meyakini setiap alumni UI layak mendapatkan dukungan yang nyata agar bisa melangkah lebih jauh.
Apabila aset UI dikelola secara produktif akan dapat membantu subsidi bagi Uang Kuliah Tunggal atau UKT bagi mahasiswa.
UNIVERSITAS Terbuka (UT) kembali menegaskan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas akademik dan memperluas kontribusi keilmuan yang berdampak bagi masyarakat
Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum, Prof Dr Kuat Puji Prayitno, SH, MHum, menyatakan telah membentuk Tim Pemeriksa yang beranggotakan tujuh orang untuk mengusut dugaan tersebut.
UNIVERSITAS Chung di Malang, Jawa Timur, mengukuhkan Prof. Dr. Pieter Sahertian, M.Si sebagai guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis bersama Prof. Dr. Anna Triwijayati, M.Si, Senin (7/7).
Diperlukan formula hukum pemberantasan melalui penegakan hukum terhadap mafia tanah, penguatan peran satgas mafia tanah dan KPK, serta pembentukan pengadilan khusus pertanahan.
Riset Akademik dalam Olahraga Prestasi Studi yang dilakukan Reilly, Bangsbo, dan Franks (2000) mencatat bahwa olahraga prestasi tidak lagi sekadar ajang unjuk kekuatan fisik dan bakat alami.
Sebelumnya, 372 guru besar Fakultas Kedokteran dari 23 universitas di Indonesia mendeklarasikan ketidakpercayaannya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pekan lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved