Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Semua Berhak Punya Mimpi

Ihfa Firdausya
13/12/2024 22:31
Semua Berhak Punya Mimpi
Para pembicara (dari kiri) moderator yang juga Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Abdul Kohar, teman disabilitas daksa yang juga pengusaha sambal, Zulfan Dewantara, Pendiri Yayasan Komunitas Rehabilitasi Stroke Holistik Nusantara, Jessica Christie, dan(MI/RAMDANI)

AGENDA tahunan Festival Setara dan Berdaya 2024 sukses digelar selama dua hari pada 11-12 Desember di area Kantor Media Indonesia, kompleks Media Group, Kedoya Selatan, Jakarta. Acara yang melibatkan lebih dari 400 penyandang disabilitas bersama komunitas dan UMKM mereka itu resmi ditutup oleh Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi, Kamis (12/12/2024).

Dalam pidatonya, Gaudens menekankan penyandang disabilitas berhak memiliki mimpi seperti masyarakat pada umumnya. "Semua orang berhak bermimpi. Pertanyaannya, apakah teman-teman disabilitas juga punya mimpi? Mimpi tidak dibatasi oleh apa pun," kata Gaudens.

Untuk bisa bermimpi, pengakuan dan pemenuhan hak-hak disabilitas perlu menjadi perhatian. Sejalan dengan tema festival tahun ini, yakni Setara berdaya untuk Indonesia kuat, penguatan teman-teman disabilitas, kata Gaudens, harus dimulai dari pola pikir.

"Pola pikir yang utama itu teman-teman disabilitas tidak membutuhkan belas kasihan. Yang dibutuhkan ialah pengakuan dan pemenuhan hak-hak konstitusional mereka," ujarnya.

Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, maupun Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, lanjut Gaudens, tegas sekali menempatkan kaum disabilitas sebagai subjek di negeri ini. Dengan kata lain, katanya, perbedaan fisik atau perbedaan apa pun tidak mengurangi hak-hak konstitusional.

Dalam kerangka itulah, tandas Gaudens, Media Indonesia dalam tiga tahun terakhir selalu menghadirkan Festival Setara dan Berdaya untuk meneguhkan komitmen bersama bagi para difabel.

Dalam kesempatan bincang-bincang di hari kedua festival, psikolog anak Feka Angge Pramita menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebutuhan khusus individu disabilitas untuk menciptakan lingkungan yang lebih suportif dan memberdayakan.

"Kita, masyarakat, sering tidak tahu ciri-ciri setiap disabilitas. Ketidaktahuan membuat kelompok ini dianggap aneh. Misalnya, saat kita berada di antara teman tuli, kalau kita bilang kita ini normal, kita malah jadi tidak mengerti. Sementara mereka berkomunikasi sendiri dengan cara mereka. Karena itu, masyarakat harus mencari tahu apa yang terjadi," ujar Feka.

Pemahaman yang kurang kerap berujung pada diskriminasi atau sikap yang justru menghambat potensi individu disabilitas. Menurut Feka, makna kesetaraan harus diartikan sebagai memberikan kesempatan, bukan sekadar menyodorkan bantuan yang berlebihan.

Ibunda Riva (kiri), remaja penyandang seckel syndrome, Lia Octoratrisa, Psikog Anak, Feka Angge Pramita, saat acara talkshow dengan tema Terbatas namun tanpa Batas, dalam rangkaian Festival Setara dan Berdaya di Kantor Media Indonesia, Jakarta, Kamis (12/12/2024). (MI/RAMDANI)

Pada kesempatan itu, Lia Octoratrisna yang merupakan ibu dari Diva, remaja penyandang seckel syndrome, menyatakan selama 20 tahun membesarkan Diva, banyak sekali tantangan yang dihadapi. Utamanya karena penderita kelainan genetik seperti putrinya sangat langka sehingga informasi mengenai disabilitas itu amat minim.

Pada 2017 ia mulai bergabung dengan komunitas orangtua yang memiliki anak dengan seckel syndrome dan mendapatkan banyak informasi. Hingga kini, Lia masih terus berjuang mendampingi Diva. Ia berharap pemerintah lewat BPJS Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus seperti Diva.

"Dalam peraturan BPJS Kesehatan, pasien di atas 18 tahun tidak bisa dirawat ke poli anak, begitu juga untuk rawat inap. Saya pernah mengajukan surat kepada pihak BPJS Kesehatan, sudah ada respons, tapi belum ada tindakan lanjutan," ungkap Lia.

Konsistensi

Co-founder Silang.id Bagja Prawira, salah satu pengisi acara di Festival Setara dan Berdaya, menyampaikan apresiasinya terhadap konsistensi penyeleggaraan festival oleh Media Indonesia. Ia menyebut acara ini penting sebagai pengakuan di masyarakat tentang kesetaraan bagi disabilitas.

"Bukan lagi konsepnya yang dulu bahwa stigma disabilitas tidak aktif, atau disabilitas sulit terlibat. Media Indonesia memberikan kesempatan kalau disabilitas itu bisa setara, bukan setara secara jargon saja, tapi secara berpikir, melihat disabilitas itu seperti apa," ujar Bagja.

Selama dua hari penyelenggaraan, Festival Setara dan Berdaya mengetengahkan lima talkshow tentang isu disabilitas terkini, termasuk kepemimpinan disabilitas. Kemudian ada pameran UMKM disabilitas, hiburan, hingga pelatihan bahasa isyarat. (Ata/X-10)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya