Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PERAN digitalisasi bagi kaum disabilitas tak kalah krusial ketimbang untuk masyarakat umum. Teknologi digital bahkan menjadi alat yang ampuh bagi penyandang disabilitas untuk bisa berdaya dan berkarya.
Universitas Bina Nusantara (Binus), misalnya, menginisiasi pengembangan Bee Braille Nusantara. Perangkat ini memungkinkan penyandang tunanetra untuk mengakses ribuan buku tanpa perlu mencetak kertas Braille yang biasanya memerlukan banyak ruang dan biaya tinggi.
Inovator Bee Braille Nusantara, Daniel PG Hutabarat, mengatakan pembuatan perangkat Bee Braille sejalan dengan visi Binus untuk pemberdayaan masyarakat (empowering society).
"Dengan Bee Braille harapannya adek-adek bisa lebih dekat dengan perpustakaan, bisa baca buku, mendapatkan inspirasi, motivasi," katanya dalam talkshow bertajuk Digital agar tak Tertinggal dalam acara Festival Setara dan Berdaya 2024 di Kantor Media Indonesia, Jakarta, kemarin.
Daniel menyebut jumlah disabilitas netra di Indonesia menempati peringkat 3 di dunia. Namun, di Indonesia tunanetra yang menempuh pendidikan hanya 1%-2%.
Selanjutnya ada Silang.id, startup yang menghadirkan platform yang menyediakan aksesibilitas bagi teman tuli melalui layanan juru bahasa isyarat. Co-founder Silang.id Bagja Prawira melihat bahwa perlu ada teknologi yang memudahkan akses terhadap juru bahasa isyarat.
Pasalnya ada gap antara tenaga juru bahasa isyarat di Indonesia, yang hanya sekitar 200, dan populasi penyandang tuli berdasarkan data BPS 2022 yang kurang lebih hampir 7 juta. Karena itu, Silang.id menyediakan juru bahasa isyarat melalui aplikasi. "Misalkan datang ke rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan Silang, nanti ada barcode. Teman tuli bisa scan, nanti tunggu akan langsung terhubung dengan juru bahasa isyarat yang standby. Jadi petugas akan menjelaskan secara lisan seperti biasa, teman tuli akan melihat juru bahasa isyarat dari perangkatnya," paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Patrisia A Pantouw, seorang disabilitas daksa kursi roda, berinisiatif mendirikan Shine Disability Community (SDC) pada 2020 lalu. SDC adalah sebuah komunitas disabilitas yang beranggotakan 55 disabilitas dari berbagai jenis di seluruh Indonesia. SDC menjadi platform untuk mengembangkan dan menyalurkan karya dan kemampuan disabilitas. "SDC telah menyelenggarakan beberapa program, di antaranya pelatihan-pelatihan seperti tenik marketing, melukis, Youtube, dan kursus-kursus bahasa gratis, webinar beberapa figur publik," katanya.
Patrisia juga aktif di iBlooming, platform digital yang dirancang untuk menjadi medium bagi individu, komunitas, dan organisasi yang ingin berbagi pesan positif dan inspiratif. Melalui iBlooming, pengguna dapat mengakses berbagai konten yang mendorong kebaikan, termasuk artikel, video, podcast, dan proyek sosial. (S-1)
Media Indonesia kembali menyelenggarakan Festival Setara dan Berdaya yang dimeriahkan oleh pameran UMKM disabilitas, talkshow, hiburan dari para disabilitas, dan workshop.
Berlangsung selama dua hari mulai Rabu (12/11), di komplek Media Group, Festival Setara dan Berdaya 2024 melibatkan lebih dari 400 penyandang difabel bersama komunitas pendukung mereka.
Festival Setara dan Berdaya ini nanti akan dimeriahkan oleh pameran UMKM disabilitas, talkshow, hiburan dari para disabilitas, dan workshop.
Berlangsung selama dua hari hingga Kamis (13/12), Festival Setara dan Berdaya 2024 melibatkan lebih dari 400 penyandang difabel bersama komunitas pendukung mereka.
Makna kesetaraan bagi penyandang disabilitas harus diartikan sebagai memberikan kesempatan, bukan sekadar menyodorkan bantuan yang berlebihan.
Ketiga diva merupakan anak dengan autisme, yang awalnya lebih nyaman tampil sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved