Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SAAT membeli rumah, baik secara tunai maupun kredit, salah satu hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah status hukum dan sertifikat properti. Sertifikat Hak Milik (SHM) seringkali muncul dalam konteks jual beli properti.
Apakah Anda tahu perbedaan SHM dengan sertifikat lainnya? Yuk, simak penjelasan berikut.
Saat membeli rumah, tanah, atau properti lainnya, kelengkapan berkas termasuk sertifikat adalah hal yang perlu diperhatikan. Sertifikat, menurut Pasal 1 Ayat 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, adalah dokumen resmi yang menjadi bukti kepemilikan atas hak tertentu.
Hak-hak tersebut meliputi hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan. Hak itu sudah tercatat dalam buku tanah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Sertifikat juga mencakup informasi mengenai lokasi, batas, dan luas tanah atau satuan rumah susun, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
SHM adalah bukti kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
SHM memberikan hak penuh kepada pemiliknya tanpa batas waktu, menjadikannya jenis sertifikat dengan status kepemilikan tanah tertinggi di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, SHM memberikan jaminan kepastian hukum dan melindungi hak pemilik dari sengketa, sehingga tanah atau properti tersebut tidak bisa diklaim oleh pihak lain.
Selain SHM, ada beberapa jenis sertifikat properti lainnya yang sering digunakan di Indonesia, seperti:
Masing-masing sertifikat ini mempunyai karakteristik dan fungsi yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Sebelum memilih jenis sertifikat yang tepat, mari kita pelajari lebih lanjut tentang perbedaan SHM dengan sertifikat lainnya.
Seringkali orang menganggap bahwa semua sertifikat tanah adalah SHM. Padahal, SHM hanya salah satu jenis sertifikat tanah, dan ada beberapa jenis sertifikat lainnya dengan hak dan ketentuan yang berbeda. Berikut adalah perbedaan utama antara SHM dan jenis sertifikat lainnya:
SHM memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah atau bangunan. Pemegang SHM memiliki hak mutlak atas properti tersebut, yang tidak bisa diklaim atau dipertentangkan pihak lain. Berdasarkan Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1960, SHM memberikan kekuasaan penuh atas tanah.
Di sisi lain, Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) memberikan hak bagi seorang yang memiliki sertifikat ini untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan milik pemegangnya, dengan jangka waktu tertentu, sesuai dengan Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1960 dan Pasal 1 PP No 18 Tahun 2021. HGB berlaku hingga maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang.
SHM tidak memiliki batas waktu, artinya pemegang SHM mempunyai hak atas tanah selama tidak ada masalah hukum. Sebaliknya, HGB diberikan jangka waktu tertentu, biasanya 30 tahun, dan dapat diperpanjang. Setelah masa berlaku HGB habis, tanah akan kembali ke negara, sesuai dengan Pasal 35 UU No 5 Tahun 1960.
SHM hanya dapat dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI) dan tidak bisa diberikan kepada orang asing, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1960. HGB dan HGU hanya dapat dimiliki WNI atau badan hukum yang didirikan di Indonesia, sesuai dengan Pasal 35 dan Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1960.
SHM memberikan hak penuh atas tanah atau bangunan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pribadi. Pemilik SHM bebas mengelola tanah sesuai keinginannya, berdasarkan Pasal 20 UU No 5 Tahun 1960. HGB memberikan hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan milik pemegangnya, sesuai dengan Pasal 35 UU No 5 Tahun 1960.
HGU diberikan untuk usaha yang berkaitan dengan pertanian atau kegiatan komersial di tanah yang dikuasai oleh negara, sesuai dengan Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1960.
Demikian perbedaan antara Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan sertifikat lainnya. Meskipun memiliki perbedaan dalam hal kepemilikan, jangka waktu, dan peruntukannya, setiap jenis sertifikat tersebut merupakan dokumen penting dalam yang digunakan dalam memastikan status kepemilikan atau penggunaan tanah secara sah. (ANTARA/Medcom/Sekolah Literasi/Z-3)
Referensi:
Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, AHY, menyerahkan secara simbolis SHM kepada 68 kepala keluarga terdampak pengembangan Rempang Eco-City di Tanjung Banon.
POLRI terus mengusut kasus dugaan pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kasus pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di laut utara Tangerang, Banten secara hukum telah memenuhi unsur pidana dan seharusnya tak ada kendala dalam penegakan hukumnya.
Cek tanah milik siapa dengan mudah! Panduan lengkap cara mengetahui pemilik tanah, dokumen yang diperlukan, dan biaya. Temukan solusinya di sini sekarang juga!
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Koswara Kantah Tangsel yang hadir dalam kegiatan tersebut bertempat di Aula Kantah Tangsel, Serpong.
Sertifikat tanah adalah dokumen resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang membuktikan keabsahan kepemilikan properti.
Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mendampingi Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meluncurkan implementasi sertifikat tanah secara elektronik di 29 kantor pertanahan.
SEKITAR 1.000 bidang tanah di Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar), tepatnya Kelurahan Harjamukti, rawan sengketa karena kepemilikannya bersifat pribadi berstatus girik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved