Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

BRIN: Waspada Hadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi Akibat Cuaca Ekstrem

Atalya Puspa
24/11/2024 19:18
BRIN: Waspada Hadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi Akibat Cuaca Ekstrem
Warga memindahkan batang pohon yang tumbang menimpa kendaraan roda empat akibat angin kencang di Kota Cimahi, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2024).(ANTARA/Abdan Syakura)

CURAH hujan tinggi yang terus melanda berbagai wilayah di Indonesia sejak Oktober ternyata bukan karena pengaruh angin monsun Asia yang menandai musim hujan. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional Erma Yulihastin menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan oleh ketidaksinkronan kondisi atmosfer. 

"Angin monsun Asia sebenarnya belum aktif, tetapi hujan sudah tinggi. Ini terjadi karena ada beberapa faktor yang berkontribusi secara signifikan," ungkapnya saat dihubungi, Minggu (24/11). 

Erma memaparkan tiga faktor utama penyebab kondisi tersebut. Pertama, dinamika vortex yang tumbuh di Samudra Hindia. 

"Sejak Oktober, vortex aktif di Samudra Hindia. Ia kadang menjauh menjadi bibit siklon, tetapi terus muncul kembali, baik di selatan maupun utara ekuator, sehingga membangkitkan hujan signifikan," jelasnya. 

Kedua, suhu permukaan laut yang memanas di wilayah tersebut turut memperparah curah hujan. Faktor ketiga adalah gelombang atmosfer yang aktif, terutama jenis Kelvin yang menjalar dari barat ke timur, membawa pola hujan signifikan ke wilayah barat. 

Dampak dari fenomena ini, menurut Erma, terutama dirasakan oleh wilayah pesisir barat Sumatra yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia. 

"Kota-kota di pesisir barat Sumatra rentan sekali. Hujan biasanya mulai terjadi tengah malam, lalu menjalar ke wilayah lain seperti Kalimantan dan Jawa," ujarnya.

Di Jawa, wilayah selatan menjadi yang paling rentan. Topografi daerah ini, dengan kombinasi antara pesisir dan pegunungan, meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi

"Bogor, Bandung, Sukabumi, semuanya punya pola yang sama. Gunung-gunung di wilayah ini, seperti Gunung Salak, menjadi hotspot hujan, sehingga intensitas curah hujan di sana sangat tinggi," kata Erma.

Tak hanya itu, daerah-daerah transisi seperti Depok, Cipinang, hingga Tangerang Selatan juga berpotensi terdampak. 

"Hujan yang terbentuk di pegunungan akan mengalir ke utara, tetapi karena angin saat ini berasal dari timur, aliran hujan ini lebih cenderung bergeser ke barat, meliputi Jakarta Barat dan Jakarta Selatan," jelasnya lagi.

Erma menekankan bahwa langkah mitigasi bencana harus segera dilakukan sebelum intensitas hujan mencapai puncaknya pada akhir Desember. 

"Masih ada waktu untuk mempersiapkan diri," tegasnya. Ia merekomendasikan agar drainase di kota-kota besar segera dibersihkan. "Kalau ada waktu tanpa hujan, segera kerja bakti membersihkan drainase yang tersumbat. Jangan tunggu sampai air menggenang," sarannya.

Selain itu, penguatan tanggul juga harus menjadi prioritas. "Tanggul di sepanjang aliran sungai harus diperbaiki dan ditinggikan. Kalau kondisi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin tanggul-tanggul itu tidak mampu menahan debit air yang besar," ungkap Erma.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya