Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Penurunan Prevalensi Rokok Bisa Meningkatkan Kebutuhan Primer Masyarakat

M Iqbal Al Machmudi
13/10/2024 11:19
Penurunan Prevalensi Rokok Bisa Meningkatkan Kebutuhan Primer Masyarakat
Ilustrasi(freepik.com)

CONTROL for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) memaparkan bahwa penurunan prevalensi rokok pada masyarakat bisa meningkatkan kebutuhan primer masyarakat.

"Peningkatan penambahan konsumsi dari kebutuhan-kebutuhan primer atau kebutuhan rokok lainnya seperti beras, daging ikan, dan produk susu, itu otomatis akan bertambah," kata Project Lead Tobacco CISDI Beladenta Amalia, Minggu (13/10).

Dengan begitu sangat mendorong menekan angka stunting, malnutrisi, dan penyakit yang lainnya sehingga bisa untuk mencegah kematian.

Baca juga : Pemerintah Belum Serius Naikkan Cukai Rokok

Keuntungannya dengan pengendalian tembakau yang bisa menurunkan prevalensi rokok dari keluarga yang tidak mengeluarkan konsumsinya untuk rokok, selain lebih sehat, mereka pasti akan mengeluarkan uangnya atau anggaran belanjanya untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih penting. 

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dijelaskan konsumsi rokok berasal dari kalangan sosial ekonomi ke bawah karena pada mereka yang memiliki edukasi SMP dan SMA. Kemudian pekerjaan buruh, petani, nelayan, dan hidup di pedesaan. 

Penelitian CISDI juga menunjukkan bahwa keluarga miskin, dia mengalihkan proporsi besar anggaran rumah tangganya untuk belanja konsumsi rokok. Hingga rata-rata 11 persen.

Tentu menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia diperkirakan akan naik sampai naik 8,77 juta. Jadi dampak ekonomi besar dan juga untuk masyarakat rentan dan miskin juga sangat besar sekali.

Selain itu mengenai dampaknya untuk kesehatan terutama untuk segala jenis penyakit kronik itu kontribusinya adalah 15%. Cardiovascular Disease (CVD) atau penyakit jantung lebih besar 26%. Jika dihitung-hitung biaya beban ekonomi atas penyakit jantung itu sampai Rp67 triliun hanya untuk 2024 saja.

"Jadi ini bisa memperlihatkan betapa buruknya dampak dari konsumsi tembakau," sebutnya.

Biaya kesehatan akibat rokok pada tahun 2019 mencapai Rp27,6 triliun
dan Rp15,5 triliunnya itu harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sayangnya yang bisa ditanggung oleh JKN Kesehatan waktu itu hanya 7,4 persen. 

"Jadi di sini kalau sekali lagi dikatakan bahwa cukai rokok itu menguntungkan negara, ternyata ternyata tidak," ungkap Beladenta.

Di Indonesia pada 2019 angka kematian akibat konsumsi rokok itu mencapai 246 ribu kematian akibat konsumsi tembakau. Sehingga pengendalian konsumsi tembakau atau rokok adalah wujud untuk perlindungan kesehatan untuk mereka yang rentan dan merupakan hak bagi setiap warga negara dan untuk investasi jangka panjang. 

"Kesehatan itu sebenarnya tidak berbenturan dengan kepentingan ekonomi, karena sudah dibuktikan bahwa justru merugikan secara ekonomi," ucapnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya