Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Nadiem Tekankan Kebijakan Pendidikan Harus Berdasarkan Kebutuhan Pengguna

Ihfa Firdausya
02/10/2024 19:34
Nadiem Tekankan Kebijakan Pendidikan Harus Berdasarkan Kebutuhan Pengguna
Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim dalam acara Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Bali, Rabu (2/10).(MI/Ihfa Firdausya)

TRANSFORMASI digital dalam pendidikan perlu dibarengi perubahan pola pikir. Hal itu yang diupayakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim menekankan bahwa pola pikir dari pendekatan top-down dalam membangun produk atau menyediakan layanan harus diubah menjadi pendekatan yang berpusat pada pengguna.

Pendekatan yang berpusat pada pengguna ini sering digunakan di sektor swasta. Artinya yang harus diperhatikan adalah apa yang dibutuhkan dan apa yang menjadi masalah si pengguna.

Baca juga : Peran Strategis Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Daya Saing SDM Indonesia

“Hal pertama yang harus dilakukan adalah meminta pemerintah atau pembuat kebijakan untuk tidak memiliki pandangan paternalistik tentang apa yang dibutuhkan konstituen mereka. Ini sangat sulit karena pemerintah sering kali merasa mereka tahu segalanya tentang apa yang dibutuhkan konstituen mereka,” ungkap Nadiem di hadapan para delegasi dalam konferensi internasional Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Bali, Rabu (2/10).

Pendekatan terhadap pengguna ini dinilai efektif dalam menciptakan produk yang lebih baik. Pertama, kata Nadiem, jika pemerintah tidak menyelesaikan masalah atau tantangan yang dihadapi konstituen, tidak ada yang akan menggunakan produk yang ditawarkan.

“Kecuali Anda memaksakan mereka untuk menggunakannya. Dan semua orang akan membenci proses penggunaan produk ini dan segala macam masalah akan muncul,” katanya.

Baca juga : Perubahan Alokasi Anggaran Pendidikan akan Memicu Penurunan Kualitas dan Layanan Pendidikan

Kedua, desain yang berpusat pada pengguna sangat penting karena menjadi masukan yang sangat berharga dalam formulasi kebijakan. Ketika kebijakan diperlakukan seperti produk, selalu ada proses untuk menyesuaikan kebijakan seperti halnya mengubah produk aplikasi atau teknologi.

“Sering kali kami terkejut mengetahui bahwa sebenarnya apa yang kami pikir merupakan masalah utama, apa yang kami kira menjadi masalah bagi guru, kepala sekolah, dosen, atau mahasiswa, ternyata bukan itu. Mereka ternyata menghadapi lebih banyak masalah yang harus kami atasi terlebih dahulu jika kami ingin meningkatkan kinerja mereka,” paparnya.

Hal itu yang dipelajari Kemendikbud-Ristek ketika meluncurkan teknologi. Setelah membangun tim teknologi ini, kata Nadiem, umpan balik yang datang dari penggunaan produk teknologi ini menjadi masukan besar dalam formulasi kebijakan.

Baca juga : Kemendibud-Ristek Dukung Ekonomi Hijau lewat Dana Abadi Pendidikan

Nadiem mencontohkan salah satu masalah terbesar adalah akses barang-barang untuk sekolah terutama di daerah-daerah pinggiran. Untuk itulah Kemendikbud-Ristek membangun pasar e-commerce yang memungkinkan setiap sekolah di mana pun berada memiliki akses yang sama seperti di kota besar.

Platfrom tersebut adalah Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah), yakni sistem elektronik yang digunakan untuk melakukan pengadaan barang/jasa oleh satuan pendidikan yang diakses melalui laman siplah.kemdikbud.go.id.

Selanjutnya, ketika Kemendikbud-Ristek mengetahui bahwa kepala sekolah menghabiskan banyak waktu untuk membuat laporan keuangan, diluncurkanlah aplikasi RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). Ini merupakan sebuah sistem informasi yang dibuat untuk menangani masalah manajemen keuangan sekolah mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.

Baca juga : JK Minta Pemerintah Baru Pilih Mendikbud-Ristek yang Mengerti Soal Pendidikan

“Sehingga mereka bisa benar-benar mengembangkan kurikulum dan melatih guru-guru untuk menjadi lebih baik dan menyelesaikan masalah dalam lingkungan sekolah,” ujar Nadiem.

Dalam kesempatan tersebut, Nadiem juga memamerkan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Platform tersebut dibangun untuk menunjang implementasi Kurikulum Merdeka untuk membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka. Platform ini juga disediakan untuk menjadi teman penggerak bagi guru dan kepala sekolah dalam mengajar, belajar, dan berkarya.

“Sejak awal kami merancangnya sebagai tempat di mana guru dapat mengirim, memposting, berkontribusi (memberikan) konten, bukan hanya tempat satu arah dari kementerian di mana ada konten yang harus dipelajari,” ujarnya.

Saat ini Indonesia tengah menjadi tuan rumah Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Bali, 1-3 Oktober 2024. Acara tersebut mempertemukan Indonesia dengan 56 peserta dari 20 negara dan 9 organisasi internasional.

Mengusung tema Lebih dari Intervensi Teknologi: Menavigasi Transformasi Pendidikan Indonesia, praktik baik Indonesia dalam mengembangkan ekosistem teknologi pendidikan di dalam payung kebijakan Merdeka Belajar menjadi materi diskusi oleh para peserta.

Dalam sebuah sesi di GSVI, Rabu (2/10), Gateways Lead UNICEF Frank Van Cappelle turut mengamini bahwa pengguna harus menjadi sentral dalam inovasi. Namun ia juga menyadari bahwa dalam merencanakan perubahan fundamental pada lanskap kebijakan digital, banyak keputusan berat yang perlu diambil.

“Pergeseran paradigma dan mengubah pola pikir penting dilakukan, mengingat kompleksnya persoalan pendidikan, terutama di negara seluas Indonesia. Teknologi yang dipilih harus menempatkan pengguna sebagai sentral dalam inovasi, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kemendikbud-Rristek. Kita harus apresiasi pembangunan berbasis bukti yang telah dilakukan,” ujar Frank.

Pada kesempatan yang sama, Gateways Lead UNESCO Mark West menambahkan bahwa transformasi pendidikan yang didorong oleh teknologi harus berfokus pada inklusivitas.

“Saya terkesima dengan pemilihan kata ‘Merdeka’ yang melambangkan emansipasi pembelajaran dan kemerdekaan berkreasi. Teknologi dalam pendidikan yang dibangun oleh Kemendikbud-Ristek memungkinkan kepala sekolah dan pengajar untuk menggunakan waktunya dengan lebih baik, berinteraksi dan berdiskusi di luar ruang kelas, serta menggunakan data untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis,” kata Mark. (S-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya