Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Beban Biaya Kesehatan Jantung di Indonesia Terancam Membengkak

Devi Harahap
23/9/2024 17:50
Beban Biaya Kesehatan Jantung di Indonesia Terancam Membengkak
Ilustrasi(freepik.com)

KEPALA Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan penyakit kardiovaskular atau jantung adalah penyebab kematian utama di Indonesia. Pengobatan penyakit jantung juga tidak murah, bahkan menjadi beban biaya terbesar di Indonesia.

“Pada tahun 2022 terdapat 15,5 juta kasus penyakit jantung yang menelan biaya kesehatan nasional hingga 12,14 Triliun. Lalu pada 2023 ditemukan sebanyak 20 Juta kasus jantung menelan biaya hingga 17,6 Triliun,” katanya dalam konferensi pers ‘Hari Jantung Sedunia 2024’ secara daring pada Senin (23/9).

Merujuk hasil laporan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 2023, pembiayaan kesehatan terbesar adalah untuk penyakit jantung yakni sebesar Rp 23,52 triliun yang cenderung naik dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 12, 114 triliun.

Baca juga : 70% Alkes Impor, ITB dan SCNP Jadikan NIVA sebagai AKD Pertama Jantung

Lebih lanjut, Nadia menjelaskan pada tahun 2023 terlihat peningkatan jumlah pembiayaan penyakit katastropik yang menghabiskan biaya 34,8 Triliun, dimana penyakit kardiovaskuler (Jantung dan stroke) adalah pembiayaan terbesar pada JKN (22,8 Triliun).

“Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh perubahan koroner (PJK), Dilaporkan 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death,” tuturnya.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) memaparkan penyakit jantung menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas 2018, diperkirakan setidaknya sebanyak 4,2 juta orang di Indonesia memiliki penyakit jantung.

Baca juga : Covid-19 Masih Ada, Kasus Baru Bertambah 465 Hari Ini

“Penyakit jantung di Indonesia menduduki peringkat kedua setelah penyakit strok. Penyakit jantung ini ditandai dengan gangguan pada jantung bisa di bagian pembuluh darah jantung yaitu penyakit jantung koroner, ada juga gangguan ritme jantung atau aritmia, penyakit jantung bawaan, penyakit katup jantung, kelainan pada otot jantung dan tumor jantung,” katanya dalam konferensi pers ‘Hari Jantung Sedunia 2024’ secara daring pada Senin (23/9).

Selain itu, penyakit jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah 1,5 persen. Artinya lanjut Radityo, jumlah tersebut jauh lebih meningkat dibandingkan dengan 2013 yakni 0.5 persen. Sementra itu secara global, penyakit jantung juga menjadi penyebab utama kematian selama 20 tahun terakhir mencapai 18,6 juta setiap tahunnya.

“Angka kematian tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 20,5 juta pada tahun 2024. Epidemiologi penyakit jantung juga berkontribusi terhadap persentase kematian tertinggi yaitu 8,9 juta kematian di tahun 2019,” katanya.

Baca juga : Baru 1.200 Puskesmas Sediakan Layanan Skrining Jantung

Radityo menilai adanya prevalensi, tingkat mortalitas, serta tingkat morbiditasnya yang tinggi dari gangguan jantung, diharapkan masyarakat bisa meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan jantung.

“Sebanyak 80 persen dari penyakit jantung bisa dicegah melalui pencegahan primer saat seseorang masih sehat yaitu mencegah sakit. Lalu pencegahan sekunder ketika seseorang baru saja sakit atau bertujuan untuk membatasi kemungkinan disabilitas lalu pencegahan tersier yaitu pencegahan yang dilakukan ketika seseorang sudah mengalami disabilitas atau mencegah keburukan disabilitas,” jelasnya.

Untuk mendorong percepatan peningkatan pelayaran kardiovaskuler yang holistik dan paripurna untuk mencegah dan menurunkan angka prevalensi, mortalitas ataupun morbiditas penyakit jantung, dibutuhkan kerjasama semua pihak lintas sektoral.

Baca juga : Baru 10 RS yang Bisa Lakukan Bedah Jantung Terbuka, Menkes: Perlu Kolaborasi

“Beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu mengupayakan pendidikan penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dalam bidang kardiovaskuler dan menyediakan fasilitas untuk mendukung pelayanan terpadu dan paripurna untuk jantung,” tutur Radityo.

Selain itu, Radityo menjelaskan layanan lewat kateterisasi harus bisa dipenuhi di semua provinsi. Dipaparkan dari 34 provinsi di Indonesia, saat ini layanan lab kateterisasi baru tersedia pada 28 Provinsi sehingga pemerintah harus melakukan optimalisasi jejaring penyakit jantung.

“Ditargetkan optimalisasi layanan lab matriksasi ini akan mencapai 100% hingga 2027. Target pemenuhan jejaring rumah sakit yaitu 34 RS Utama dan 507 RS Madya,” jelasnya.

Pemenuhan tersebut terdiri dari tahap 1 (2022-2024) meliputi RS Utama di seluruh provinsi dan RS Madya 50% di kabupaten dengan populasi terbanyak. Sementara pada tahap 2 (2025-2027) meliputi RS Madya di 50% kabupaten dengan populasi terendah. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya