Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Demensia, Penyakit yang Disebut Hidden Disability 

Devi Harahap
20/9/2024 15:08
Demensia, Penyakit yang Disebut Hidden Disability 
ilustrasi pasien demensia.(freepik)

 

PENDIRI Alzheimer Indonesia DY Suharya menjelaskan satu orang terkena demensia akan berdampak pada produktivitas keluarga. Penyakit yang kerap disebut hidden disability ini umumnya menyerang lansia.  Pada 2024, ujarnya, ada sekitar 55 juta orang demensia di dunia, 26 juta di Asia-Pasifik, dan 1,2 juta di Indonesia. 

“Demensia akan mengganggu fungsi otak, mempengaruhi emosi, daya ingat, pengambilan keputusan, dan lain-lainnya. Tidak hanya itu, lebih dari 60% tenaga dokter kesehatan di dunia, menganggap Demensia sesuatu yang tidak bisa diapa-apakan, tidak bisa dicegah, dan sebagainya,” katanya pada konferensi pers di Gedung Unika Atmajaya Jakarta, Jum’at (20/9).

Baca juga : Penggagas Aplikasi Kesehatan Irene Tanihaha Ajak Warga Lansia Jalani Hidup Sehat

Ia menegaskan bahwa demensia atau istilah awamnya pikun, bukan hal yang normal dan dianggap bagian dari penuaan. Dimensia, sambungnya, merupakan gangguan kesehatan yang harus ditangani, antara lain mencegah lansia agar jangan sampai pikun. 

“Upaya kita semua ini ialah memberikan wadah untuk lansia agar tidak pikun, dengan aktivitas bermakna di Academy Healthy Aging Center, memberikan aktivitas untuk orang dengan demensia, setelah diagnosa lalu apa, mereka tetap berkontribusi,” jelasnya.

Masyarakat, terangnya, perlu mengetahui potensi dan faktor risiko demensia. Selain itu, sambungnya, ketersediaan layanan di fasilitas kesehatan  seperti konseling untuk para pendamping pasien dimensia, atau keluarganya.

Baca juga : Demensia dan Alzheimer Ancam Kejahteraan Hidup, Cegah sejak Dini

Demensia secara umum menyerang fungsi kognitif, oleh karena itu akan terjadi perubahan perilaku pada pasien yang memiliki dimensia. Menurutnya ketika ada anggota keluarga yang terdiagnosis dimensia, perlu komitmen dari keluarga khususnya pendamping untuk mengontrol dan memperlambat penurunan kesehatan orang dengan gangguan demensia (ODD).

“Hal ini harus menjadi perhatian bersama karena demensia alzheimer menyumbang 60-70% dari keseluruhan kasus demensia di dunia, 90% pengidap demensia berusia 65 tahun ke atas,” katanya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, Demensia alzheimer merupakan penyebab kematian paling tinggi ke-7 secara global pada 2019, mengalahkan diabetes melitus, penyakit ginjal, diare, sirosis hati, tuberkulosis, dan HIV/AIDS. Alzheimer dapat timbul dari kombinasi berbagai faktor penyakit dengan kadar yang berbeda-beda tiap orangnya. namun paling umum dijumpai adalah usia tua.

Baca juga : Sering Mimpi Buruk Bisa Jadi Pertanda Risiko Demensia

Ditaksir terdapat 1,63 juta kematian terjadi pada tahun tersebut akibat alzheimer dan demensia lainnya. Jumlah ini meningkat 181 persen dibandingkan pada 2000, tertinggi dari seluruh penyebab kematian yang lain.

Sementra itu, Alvin Dwi Payana yang merupakan seorang caregiver atau pendamping bagi orang dengan demensia mengatakan tidaklah mudah merawat seorang ODD. Dikatakan bahwa ODD kerap kali mengalami gangguan yang cukup rumit mulai dari penyakit fisik, kesulitan tidur, halusinasi, hingga masalah mental dan emosional.

“Saya merawat bapak yang telah terdiagnosa demensia sejak 2011, memang bagi kami yang merawat harus ada komitmen karena penurunan kognitif dan komunikasinya harus khusus, demensia menyebabkan bapak tidak bisa melakukan beberapa hal sendirian, mereka butuh untuk diajak jalan-jalan agar penurunan memorinya bisa ditekan dan kalaupun turun diharapkan tidak signifikan,” jelasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya