Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
BELUM adanya langkah dari DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), Anggota Komnas Perempuan, Theresia Iswarini menegaskan bahwa DPR seharusnya dapat membaca kepentingan kelompok marginal sebagai kepentingan kemanusiaan.
“Hal ini juga sebagai bagian dari upaya memastikan tidak ada yang ditinggalkan (no one left behind),” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (10/9).
Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Rini tersebut menambahkan bahwa 20 tahun adalah waktu yang amat lama untuk menunggu DPR berpihak pada yang marginal dan menempatkan PRT kita pada situasi kekerasan dan kemungkinan penyiksaan.
Baca juga : Baleg DPR Desak RUU PPRT Segera Dibahas di Bamus
“Karena itu dalam sisa waktu sebelum berakhirnya periode kerja, sebaiknya DPR memastikan agar RUU PPRT ini dapat segera dilanjutkan pembahasannya pada periode berikutnya dan tidak mengulang kembali dari awal,” tegasnya.
Perlu diketahui, sebelumnya Anggota Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa Koalisi Sipil untuk UU PPRT bertekad bulat berkampanye bubat agar DPR mengesahkan RUU PPRT pada September 2024 ini.
“Ekskalasi aksi di depan Gerbang DPR dan kampanye sosial media akan ditingkatkan menjadi aksi harian hingga hari pengesahan. Aksi juga akan diadakan oleh jaringan koalisi sipil di 20 kota pada 17 September 2024,” ungkapnya.
Baca juga : Fraksi PDIP Tak Bisa Pastikan Pengesahan RUU PPRT
Aksi di depan Gerbang DPR akan dimulai pada pukul 10-11 WIB oleh para PRT dari SPRT Sapu Lidhi dan beberapa aktivis dari Institut Sarinah, Konde co, dan Jala PRT. Tuntutan ditujukan kepada lima pimpinan DPR yang masih menghambat penuntasan proses legislasi RUU PPRT.
Koalisi menyesali ada anomali sikap pimpinan DPR. Selain telah menahan 1,5 tahun lebih Surpres dan DIM RUU PPRT dari Pemerintah, para pimpinan kemudian mementahkan draft RUU usulan DPR dengan melemparkan ke Badan Kajian DPR meskipun sudah ada Surpres dan DIM dari Pemerintah.
"Para PRT prihatin, draft RUU PPRT yang sangat minim perlindungan ini masih saja dikulik dan tidak segera disahkan. Para pimpinan DPR bukannya mematuhi tata tertib proses legislasi tapi malah bermain poco-poco dengan nasib 10 juta PRT dalam dan luar negeri, yang amat membutuhkan perlindungan hukum" kata Eva Sundari.
Baca juga : Pimpinan DPR Dianggap tidak Prioritaskan RUU PPRT
Para PRT menuntut agar pimpinan DPR mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan karena semua hasil analisis baik Ekonomi, Politik, Sosial, maupun Hukum menunjukkan dampak positif dari pengesahan RUU PPRT bagi bangsa dan negara.
"Kami tidak mengerti pertimbangan apalagi yang menyebabkan pimpinan DPR tidak melankutkan proses legislasi sesuai Tatib DPR. Kami berharap pimpinan DPR lebih berbalas kasih dan memberi keadilan kepada kami dengan segera mengesahkan RUU PPRT sebelum DPR periode ini berakhir," kata Ajeng Astuti dari SPRT Sapu Lidhi.
Aksi Koalisi pada hari Selasa itu mengusung spanduk bertuliskan "Kawal Hingga Legal, #sahkanRUUPPRTsekarang" yang merupakan harapan dan tuntutan para PRT. Aksi akan diulangi setiap hari secara terus menerus hingga 20 September 2024. (Z-8)
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diselesaikan paling lambat pada Agustus 2025
Komnas HAM juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved