Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DIREKTUR Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan pungutan dana yang dibebankan kepada para peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) untuk keperluan operasional merupakan hal yang tidak lumrah.
“Kasihan (jika) PPDS tidak dikasih makan oleh rumah sakit tempat dia bekerja,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta, Senin (2/9).
Baca juga : Upaya Penyelesaian Perundungan di PPDS Jangan Bersifat Top Down
Prof Tjandra menekankan bahwa biaya makan dan minum yang merupakan kebutuhan utama bagi seorang tenaga medis harus diutamakan. Rumah sakit, tegasnya, harus bertanggung jawab menyiapkan kebutuhan dasar tersebut, bukan justru dibebankan secara individu.
“Selama saya masih jadi Dosen, para PPDS maka juga para PPDS saya dapat makanan. Begitupun (pengalaman) saya dan istri saat menjadi PPDS, maka makan dapat dari RS, jadi tidak beli sendiri,” ungkapnya.
Melihat berbagai dinamika yang terjadi dalam pendidikan PPDS, Prof Tjandra mendorong perbaikan sistem. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa berbagai dinamika tersebut tidak menandakan semua dokter di Indonesia mengalami pemalakan dan perundungan.
Baca juga : DPR Minta Kemenkes Transparan Soal Investigasi Perundungan Dokter Aulia
”Kalau sekarang digembar-gemborkan bahwa PPDS dipalak puluhan juta, digembar-gemborkan pula bahwa PPDS mengalami perundungan ketika pendidikan, maka sekarang kita punya ribuan dokter spesialis, rasanya tidak tepat kalau disebut semua atau sebagian besar dokter spesialis kita semua korban pemalakan dan perundungan,” jelasnya.
“Begitupun para PPDS di seluruh pelosok nusantara itu semuanya mantan PPDS, termasuk dokter-dokter spesialis yang bertaruh nyawa ketika Covid-19,” lanjutnya.
Seperti diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap adanya pemalakan hingga puluhan juta terkait kasus dugaan perundungan pada Dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi kedokteran PPDS anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Dokter Aulia ditemukan meninggal bunuh diri di kost. Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyebut temuan itu didapatkan melalui proses investigasi yang dilakukan Kemenkes. (H-3)
Pemalak tersebut terancam hukuman pidana sesuai pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan.
Dalam video, pelaku diduga memalak sejumlah sopir truk yang tengah terjebak macet di daerah Kalideres
Dari video tersebut tampak seorang pria mengenakan rompi cokelat dan berkacamata hitam meminta sejumlah uang kepada TKW yang berada di dalam mobil.
POLRES Metro Jakarta Utara menyatakan telah menciduk satu dari dua bocah yang memalak sopir pickup di Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara.
Penangkapan itu dilakukan setelah aksi kedua pelaku direkam salah satu sopir truk travel. Video itu pun viral setelah diunggah akun Instagram @berbagiinfo_news9.
Ali mengatakan para pelaku memalak para sopir truk dengan cara meminta secara paksa dan mengancam dengan kata kasar
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Anak harus memahami dan menghargai diri dan lingkungan serta mengetahui konsekuensi hukum dan akibat dari kekerasan/perundungan.
Anak yang menjadi korban perundungan biasanya menjadi lebih pendiam atau tertutup dan menunjukkan sikap yang berbeda dari kebiasaannya.
Orangtua juga bisa memberikan contoh nyata dari keberanian dalam menolak tindakan yang salah serta memberikan dukungan jika anak menghadapi situasi sulit.
Salah satu tanda yang mungkin bisa lanjut diperhatikan oleh orangtua yakni anak sering menunjukkan perilaku agresif
Anak-anak yang melakukan perundungan kebanyakan hanya ingin menyesuaikan diri, membutuhkan perhatian hingga mencari tahu bagaimana menghadapi emosi yang rumit
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved