Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menjelaskan pentingnya menghimpun dan mensinergikan data mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam sebuah database sebagai dasar untuk mempercepat kinerja penghapusan kekerasan berbasis gender.
“Kita semua memahami, data terkait kasus kekerasan merupakan satu dasar yang penting agar dapat melakukan asesmen yang sesuai dengan kebutuhan korban ataupun penyintas sehingga mereka lebih cepat pulih dari trauma dan bisa survive kedepannya,” kata Menteri PPPA dalam keterangan resmi pada Minggu (1/9).
Untuk itu, Bintang menandatangani kesepakatan bersama antara PPPA, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan terkait Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan. Kerja sama ini telah dibangun sejak 2019 dan diperpanjang untuk periode 5 (lima) tahun ke depan.
Baca juga : UU ITE belum Mampu Melindungi Perempuan dari Eksploitasi Kekerasan
“Penandatanganan kesepakatan bersama pada hari ini kita lakukan dengan cara yang sederhana, tapi kesederhanaan ini kita harapkan akan membawa manfaat besar, khususnya bagi para korban dan penyintas kekerasan,” ujar Bintang.
Selain itu, Bintang menjelaskan bahwa kesepakatan bersama ini bertujuan untuk menciptakan sinergi data dan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan dan memastikan tersusunnya laporan bersama dari pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan kebijakan dan koordinasi penanganan kasus.
“Agar ada mekanisme pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani bersama dan meningkatkan pengetahuan dan kapasitas ketiga pihak dalam menggunakan kerangka kerja Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW) untuk pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan,” imbuhnya.
Baca juga : KDRT Tandai Perempuan Belum Merdeka di Saat HUT ke-79 Indonesia
Lebih lanjut, Bintang berhadap sinergi sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan mampu menghasilkan data yang lengkap, akurat, terpadu, dan akuntabel, serta memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan sehingga upaya penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat berjalan optimal.
“Dengan demikian, kesepakatan bersama ini diharapkan dapat segera diimplementasikan, bahkan dapat memotivasi seluruh pihak terkait untuk bekerja sama dalam sinergi data kekerasan dan mewujudkan ketersediaan data kekerasan yang representatif,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Andy Yentriyani sepakat bahwa data merupakan dasar sangat penting untuk melakukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan korban.
Baca juga : Komnas Perempuan: Ada 73 Kebijakan Diskriminasi Pengaturan Busana di Daerah
“Data juga dapat menjadi pijakan dalam melakukan perubahan di ruang-ruang strategis sehingga ketiga lembaga tidak hanya dapat menangani korban kekerasan dengan lebih baik, tetapi juga bisa mengatasi akar masalah yang ada,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Andy mengatakan, dokumen kesepakatan bersama antara 3 (tiga) pihak ini akan menjadi pondasi dalam upaya menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
“Sehingga nantinya dapat melewati masa kepemimpinan kita masing-masing, dan kami di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan akan memastikan pelaksanaan kesepakatan bersama ini dilanjutkan oleh periode ke depan,” kata Andy.
Baca juga : Patriarki, Penyebab Utama Kekerasan dalam Rumah Tangga di Indonesia
?Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Siti Mazuma menuturkan, sinergi ini bukan hanya berkaitan dengan pengumpulan datanya, tetapi upaya ketiga lembaga, yaitu kementerian, lembaga negara, dan lembaga masyarakat sipil.
“Ketiganya menghadirkan sebuah laporan bersama terkait situasi kekerasan terhadap perempuan. Biasanya kita punya kekhasan masing-masing, tapi dengan kesepakatan bersama ini kita bisa menghadirkan satu laporan bersama yang kemudian bisa kita jadikan dasar advokasi kebijakan ke depan,” pungkasnya.
Sebelumnya, ketiga lembaga telah menindaklanjuti Kesepakatan Bersama terkait Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan yang telah ditandatangani pada 21 Desember 2019.
Hal itu tercermin melalui berbagai aksi, antara lain peningkatan kapasitas ketiga lembaga dalam pengembangan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan; dan penyusunan laporan bersama tentang situasi kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2021, 2022, 2023 dan 2024 yang menghasilkan rekomendasi pada setiap laporannya. (H-2)
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Komnas Perempuan meminta DPR dan pemerintah segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.
BERBAGAI upaya menekan angka kasus kekerasan berbasis gender harus segera dilakukan demi mewujudkan sistem perlindungan yang lebih baik bagi setiap warga negara.
PERNYATAAN cawagub Jakarta nomor urut 1 Suswono, agar janda kaya menikahi pengangguran dianggap sebagai seksisme oleh Komnas Perempuan.
Perempuan, yang secara tradisional berperan dalam mengelola air di rumah tangga, menjadi kelompok yang paling terdampak saat air sulit didapatkan.
Kemen PPPA mendorong penguatan untuk Pokja PUG (Pengarusutamaan Gender) di Kabupaten Garut.
Dari laporan yang ada, menyebutkan bahwa tindak kekerasan terjadi di lingkungan keluarga dan biasanya pelaku adalah orang dekat dengan korban.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan bahwa peristiwa perampasan hak asuh anak oleh mantan suami dikenali sebagai tindak kekerasan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved