Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
SALAH satu misteri terbesar dalam astrofisika adalah mengapa atmosfer Matahari, atau korona, memiliki suhu yang jauh lebih tinggi daripada permukaan Matahari itu sendiri.
Fenomena ini telah membingungkan ilmuwan selama beberapa dekade dan terus menjadi topik penelitian yang intens.
Baca juga : Ini yang Dicari Ilmuwan saat Gerhana Matahari Total di AS
Berikut adalah penjelasan mengenai fenomena ini berdasarkan fakta dan sumber ilmiah.
Permukaan Matahari, yang dikenal sebagai fotosfer, memiliki suhu sekitar 5.500 derajat Celsius. Di sisi lain, korona atau atmosfer terluar Matahari dapat mencapai suhu jutaan derajat Celsius.
Perbedaan suhu yang ekstrem ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana atmosfer yang lebih jauh dari inti panas Matahari bisa lebih panas?
Baca juga : Waspada! Besok Akan Terjadi Ancaman Serius Matahari Terhadap Bumi
Berikut beberapa teori yang diajukan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan fenomena ini:
Studi terbaru menggunakan instrumen canggih seperti Teleskop Ruang Angkasa Solar Dynamics Observatory (SDO) dan Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) telah memberikan wawasan lebih mendalam tentang fenomena ini.
Observasi dari misi Parker Solar Probe NASA juga diharapkan dapat menjawab lebih banyak pertanyaan mengenai pemanasan korona.
Baca juga : Apa Penyebab Mata Berair saat Melihat Matahari? Ini Dia 6 Faktornya
Meskipun masih banyak yang harus dipelajari, teori-teori dan penelitian terkini memberikan gambaran yang semakin jelas tentang mengapa atmosfer Matahari lebih panas daripada permukaannya.
Gelombang Alfvén, rekoneksi magnetik, dan nanoflares adalah beberapa mekanisme yang berperan penting dalam fenomena ini.
Pemahaman yang lebih baik tentang pemanasan korona tidak hanya penting untuk astrofisika tetapi juga untuk memprediksi cuaca luar angkasa yang dapat mempengaruhi Bumi. (Z-10)
Sumber:
Teleskop Antariksa James Webb (JWST) tidak menemukan tanda-tanda atmosfer mirip Bumi pada TRAPPIST-1d.
Mengapa luar angkasa hampa udara? Temukan penjelasan ilmiah tentang kondisi vakum di luar angkasa, efek gravitasi, dan ekspansi alam semesta dalam artikel lengkap ini.
Mengapa luar angkasa tampak gelap meskipun Matahari bersinar terang dan miliaran bintang menghuni jagat raya? Pertanyaan ini menjadi topik menarik yang sering dicari di Google.
Penelitian ilmiah memprediksi atmosfer Bumi akan mengalami penurunan oksigen drastis dalam satu miliar tahun akibat gangguan fotosintesis dan evolusi Matahari.
Penelitian terbaru mengungkap planet Trappist-1e yang sempat dianggap layak huni tengah kehilangan atmosfernya akibat pemanasan ekstrem dari arus listrik orbitnya.
Ilmuwan Eropa mengejar reentry satelit Salsa untuk mengungkap proses pembakaran di atmosfer. Temuan ini mengungkap ancaman polusi aluminium dari satelit terhadap ozon dan iklim Bumi.
Ilmuwan Indonesia Maila Dinia Husni Rahiem, dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, memimpin penyusunan dua jilid buku ilmiah menghimpun 164 artikel dari 20 negara
KONVENSI Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 menyuguhkan paparan inspiratif dari ilmuwan asal Singapura, Profesor Lam Khin Yong di Sasana Budaya Ganesa.
Selama bertahun-tahun, sebuah struktur misterius di bawah Laut Utara, lepas pantai Norwegia, telah menjadi teka-teki besar bagi para ilmuwan
Apa Itu Ilmuwan? Definisi dan Asal Usul Istilahnya. Pertanyaan "siapa ilmuwan pertama di dunia?" tidak memiliki jawaban yang sederhana.
Para peneliti telah menemukan jenis astrosit baru, sel berbentuk bintang yang memainkan peran krusial dalam komunikasi neuron serta menjaga stabilitas penghalang pelindung otak.
Bukti tertua tentang manusia yang hidup di hutan hujan tropis Afrika sekitar 150.000 tahun lalu telah terungkap dalam sebuah studi terbaru yang diterbitkan di Nature.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved