Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan bahwa setiap tahunnya, anak perempuan paling sering menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun seksual, daring ataupun luring.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak perempuan jauh lebih banyak dibandingkan anak laki-laki, hal itu disebabkan lantaran anak perempuan jauh lebih rentan dan sulit melawan saat kekerasan terjadi.
“Dari data SIMPONI PPPA angka pelaporan kekerasan anak angkanya meningkat. Misalnya dari tahun 2019 sampai pertengah 2024 ini, laporan kekerasan pada anak mayoritas terjadi pada anak perempuan, mereka sering menjadi korban dari anak laki-laki,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Jum’at (12/7).
Baca juga : Pentingnya Intervensi Dana Desa untuk Turunkan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Data laporan PPPA terkait kasus kekerasan pada anak sampai dengan Juli 2024 ini, kasus kekerasan mencapai 12.541 kasus dengan rincian 2.691 korban anak laki-laki dan 10.894 korban anak perempuan. PPPA memprediksi angka laporan tersebut bisa melampaui angka di atas 20 ribu kasus atau jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
“Potensi angka pelaporan di akhir tahun ini bisa melampaui diatas 20 ribuan, dan angka pelaporan ini disinyalir tidak lebih dari 5% dari kasus kekerasan yang ada di masyarakat. Pelaporan kasus kekerasan pada anak seperti fenomena gunung es,” tuturnya.
Selain itu, Nahar mengungkapkan bahwa dari jenis kekerasannya, anak perempuan lebih sering mengalami jenis kekerasan seksual, baik kontak secara luring maupun non kontak secara daring.
Baca juga : Kementerian PPPA Kawal Kasus Tindak Kekerasan Seksual Pada Siswa di Pariaman Sumatera Barat
“Anak perempuan lebih banyak menjadi korban karena anak perempuan memiliki kerentanan lebih dari anak laki-laki. Kalau anak laki-laki bisa menolak atau melawan, tapi anak perempuan relatif lebih mengikuti apa yang dimau pelaku,” imbuhnya.
Menurut Nahar, tindak kekerasan berbasis elektronik menjadi bagian dari tingginya kekerasan terhadap anak khususnya perempuan. Misalnya 18 ribu kasus yang terdata pada 2023, sebanyak 4% korban ialah anak perempuan dan 2% adalah anak laki-laki.
“Biasanya laporan yang masuk ke lembaga-lembaga layanan yang ada di daerah menunjukan data kekerasan non kontak kepada anak juga didominasi oleh perempuan sekitar 4% dan anak laki-lami sekitar 2%. Jadi anak perempuan 2 kali lipat lebih beresiko mengalami kekerasan di ranah daring daripada anak laki-laki,” jelasnya.
Nahar menegaskan bahwa penting bagi semua pihak untuk mencegah anak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual, khususnya antara orang tua dan lingkup pendidikan karena kekerasan kerap kali terjadi di sekolah dan keluarga.
“Orang tua maupun sekolah perlu memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada anak-anak sejak dini sesuai usia tumbuh kembang anak. Dengan kerja sama antara orang tua dan sekolah, kita dapat bersama-sama mencegah anak-anak terlibat dalam kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu,” katanya. (Dev/Z-7)
perempuan di Jakarta masih terjebak dalam ketidakpastian. Mulai dari pencarian kerja, dunia akademik, hingga kehidupan sehari-hari.
Acara ini merupakan puncak dari rangkaian pelatihan dan pendampingan yang telah mereka jalani selama enam kali pertemuan dalam Program Glorious Golo Mori.
Perempuan Indonesia punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan, mulai dari pendidikan, perlawanan bersenjata, hingga politik.
Program SisBerdaya dan DisBerdaya ini menjadi salah satu implementasi nyata dari komitmen tersebut, sekaligus strategi menjembatani kesenjangan digital di kalangan pelaku UMKM perempuan.
HAPPY Girlfriend Day (gf day) diperingati pada tiap 1 Agustus. Hari tersebut menjadi perayaan pasangan romantis. Namun, bukan saja untuk mereka yang memiliki pasangan,
KEBERPIHAKAN terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan.
Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melontarkan kecaman keras atas insiden kekerasan yang menimpa dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, di RSUD Sekayu
Pasukan Garda Nasional mulai terlihat berpatroli di Washington DC, sehari setelah perintah Presiden AS Donald Trump.
Hasanuddin mengatakan lingkungan militer memang keras. Namun, sejak 1974 telah dikeluarkan instruksi yang melarang hukuman fisik berupa pemukulan atau penyiksaan.
Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, akan berupaya menjaga kepercayaan warga di tengah pengerahan aparat federal
Pentingnya sinergi antara perguruan tinggi dan LLDIKTI dalam mengawal kasus kekerasan di kampus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved