Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan bahwa setiap tahunnya, anak perempuan paling sering menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun seksual, daring ataupun luring.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak perempuan jauh lebih banyak dibandingkan anak laki-laki, hal itu disebabkan lantaran anak perempuan jauh lebih rentan dan sulit melawan saat kekerasan terjadi.
“Dari data SIMPONI PPPA angka pelaporan kekerasan anak angkanya meningkat. Misalnya dari tahun 2019 sampai pertengah 2024 ini, laporan kekerasan pada anak mayoritas terjadi pada anak perempuan, mereka sering menjadi korban dari anak laki-laki,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Jum’at (12/7).
Baca juga : Pentingnya Intervensi Dana Desa untuk Turunkan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Data laporan PPPA terkait kasus kekerasan pada anak sampai dengan Juli 2024 ini, kasus kekerasan mencapai 12.541 kasus dengan rincian 2.691 korban anak laki-laki dan 10.894 korban anak perempuan. PPPA memprediksi angka laporan tersebut bisa melampaui angka di atas 20 ribu kasus atau jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
“Potensi angka pelaporan di akhir tahun ini bisa melampaui diatas 20 ribuan, dan angka pelaporan ini disinyalir tidak lebih dari 5% dari kasus kekerasan yang ada di masyarakat. Pelaporan kasus kekerasan pada anak seperti fenomena gunung es,” tuturnya.
Selain itu, Nahar mengungkapkan bahwa dari jenis kekerasannya, anak perempuan lebih sering mengalami jenis kekerasan seksual, baik kontak secara luring maupun non kontak secara daring.
Baca juga : Kementerian PPPA Kawal Kasus Tindak Kekerasan Seksual Pada Siswa di Pariaman Sumatera Barat
“Anak perempuan lebih banyak menjadi korban karena anak perempuan memiliki kerentanan lebih dari anak laki-laki. Kalau anak laki-laki bisa menolak atau melawan, tapi anak perempuan relatif lebih mengikuti apa yang dimau pelaku,” imbuhnya.
Menurut Nahar, tindak kekerasan berbasis elektronik menjadi bagian dari tingginya kekerasan terhadap anak khususnya perempuan. Misalnya 18 ribu kasus yang terdata pada 2023, sebanyak 4% korban ialah anak perempuan dan 2% adalah anak laki-laki.
“Biasanya laporan yang masuk ke lembaga-lembaga layanan yang ada di daerah menunjukan data kekerasan non kontak kepada anak juga didominasi oleh perempuan sekitar 4% dan anak laki-lami sekitar 2%. Jadi anak perempuan 2 kali lipat lebih beresiko mengalami kekerasan di ranah daring daripada anak laki-laki,” jelasnya.
Nahar menegaskan bahwa penting bagi semua pihak untuk mencegah anak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual, khususnya antara orang tua dan lingkup pendidikan karena kekerasan kerap kali terjadi di sekolah dan keluarga.
“Orang tua maupun sekolah perlu memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada anak-anak sejak dini sesuai usia tumbuh kembang anak. Dengan kerja sama antara orang tua dan sekolah, kita dapat bersama-sama mencegah anak-anak terlibat dalam kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu,” katanya. (Dev/Z-7)
Menstruasi yang normal dan teratur adalah tanda bahwa reproduksi perempuan dalam kondisi baik, dan tubuh secara keseluruhan dalam keadaan sehat.
Seiring dengan pertambahan usia pada perempuan serta kehamilan mampu menyebabkan penurunan kekuatan otot panggul dalam menopang organ-organ vital.
Perjuangan perempuan Indonesia hari ini ialah kelanjutan dari jejak-jejak lokal yang pernah berjaya, tapi kini dibingkai dalam ideologi negara, yaitu Pancasila.
BRInita merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan BRI Peduli yang berfokus pada tiga pilar utama: pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan pelestarian lingkungan.
POTENSI perempuan di sejumlah sektor harus mampu ditingkatkan melalui berbagai upaya pemberdayaan sebagai bagian dari langkah mengakselerasi pembangunan nasional.
Pada tahun ini, peringatan Hari Aksi Kesehatan Perempuan Internasional mengangkat tema Dalam Solidaritas Kita Melawan: Perjuangan Kita, Hak Kita.
Komnas Perempuan mencatat sepanjang 2024 telah terjadi 330.097 kasus kekerasan berbasis gender (KBG), meningkat sejumlah 14,17% dibandingkan 2023.
AMNESTY International merilis laporan tahunan 2024 yang mengungkapkan bahwa praktik otoritarian semakin menjangkiti negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Bupati Kebumen Lilis Nuryani mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berani melapor jika terjadi kekerasan.
Berdasarkan data UPTD PPA, sebanyak 13 orang merupakan perempuan. Sisanya 5 orang anak laki-laki dan 7 orang anak perempuan.
WAKIL Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menyoroti kejahatan yang terus dilakukan oleh kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Sepanjang 2024 terdapat 31.947 kasus kekerasan dengan 27.658 kasus di antaranya dialami perempuan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved