Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KEBUTUHAN tenaga kesehatan khususnya dokter asing di Indonesia dipertanyakan. Hal ini berkaitan dengan urgensi bagi Indonesia dan juga biaya untuk memberikan gaji pada tenaga kesehatan asing yang akan bekerja di Indonesia.
Ketua Klaster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Dr Iqbal Mochtar mengatakan bahwa program dokter asing sebetulnya bukan hal yang baru dan telah diimplementasikan di beberapa negara dunia, tapi tidak di semua negara. Sebagian negara maju menggunakan program ini.
“Program ini substansinya jelas bahwa negara kekurangan dokter terutama di pedesaan dan daerah pinggiran yang jumlah dokternya minim. Hal yang menarik dari program ini adalah negara memberikan tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi. Kemudian mereka dapat bantuan semacam tunjangan ke luar negeri untuk belajar, anak bisa sekolah gratis dan lainnya,” ungkapnya dalam Media Briefing IDI: Bagaimana Semestinya Regulasi Dokter Asing Berpraktik di Indonesia? secara daring, Selasa (9/7).
Baca juga : Jangan Sampai Gaji Dokter Asing Lebih Tinggi dari Lokal
Namun terlepas dari semua hal baik ini, program ini juga punya aturan yang ketat. Pertama terkait kualifikasi pendidikan karena dokter asing punya sistem dan spesialisasi berbeda.
Ujian bahasa juga menjadi hal penting karena mereka harus berkomunikasi dengan baik. Tidak kalah penting mereka melakukan uji kompetensi dan negara-negara yang mengimplementasikan hal ini memberlakukan training bagi para dokter asing.
“Jadi kalau ada dokter Indonesia yang sudah super spesialis itu kalau ke luar negeri harus mengulang residensi dari awal, tidak bisa dia langsung melanjutkan. Jadi ada pelatihan tambahan yang diharuskan sebelum mereka bisa masuk,” kata Iqbal.
Baca juga : Polemik Dokter Asing, Kemenkes Sebut Kebutuhan Spesialis masih Tinggi
Iqbal menegaskan jika Indonesia implementasikan program ini, ada beberapa masalah. Pertama landasannya belum jelas.
“Beberapa negara mengimplementasikan ini karena kekurangan dokter. Apakah di Indonesia kita kekurangan dokter? Ini belum jelas. Pemerintah selalu pakai standar 1:1.000 dari WHO. Padahal ini hanya metrik perbandingan saja tapi bukan standar. Menkes selalu pakai rasio ini. Karena indonesia ada 270 juta penduduk, maka harus ada 270 ribu dokter,” tuturnya.
“Faktanya Kemenkes sebut di Indonesia hanya ada 150 ribu dokter dan kekurangan 120 ribu dokter. Di sini mereka menggunakan data berdasarkan dokter yang aktif. Kalau dipakai rasio standar, itu harusnya persediaan dokter di sebuah negara. Padahal sekarang jumlahnya sudah 210 ribu. Ada selisih 60 ribu dokter. Jadi kemenkes perlu mapping lebih jelas. Hal yg dibutuhkan itu dokter umum atas dokter spesialis dan di daerah mana. Perlu ada mapping yang jelas,” lanjut Iqbal.
Baca juga : Universitas Airlangga: Pemecatan Dekan FK Budi Santoso karena Kebijakan Internal
Tujuan dari program ini dikatakan belum jelas untuk diimplementasikan di Indonesia. Karena Kemenkes mau mengatasi kekurangan dokter untuk 5 tahun mendatang karena kalau mau menunggu produksi dokter di Indonesia harus menunggu 10 tahun.
“Kalau begini kan kita harus merekrut ribuan dokter asing. Apakah mampu? Masalahnya kan penggajian. Siapa yang mau menggaji. Pemerintah atau rumah sakit? Siapa yang mau memberikan kesejahteraan besar bagi dokter dari luar negeri?,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), DR Dr Moh. Adib Khumaidi menambahkan jika membicarakan program dokter asing, bukan hanya orangnya saja tapi juga agreement antar negara.
Baca juga : Kemenkes Nyatakan tidak Terlibat Pemberhentian Dekan Unair yang Tolak Dokter Asing
“Tidak sesederhana dia adalah tenaga kerja yang bisa bekerja di satu negara tanpa sebuah agreement antar negara. Inilah yang kita bahas di ASEAN di mana dalam pembahasan di situ terakhir ada beberapa area yang menjadi kesepakatan yaitu limited practice atau praktik terbatas,” ujar Adib.
“Kemudian area lainnya ada expert visit. Lalu riset juga. Pembahasan yang tidak kalah penting yaitu saat ini kita dihadapkan dengan sebuah industrialisasi di bidang kesehatan. Dalam hal ini tidak bisa dihindari free flow tenaga kesehatan asing. Inilah yang perlu diperjelas di mana perlu ada domestic regulation untuk mengatur hal ini,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Divisi Standar Pendidikan Konsil Kedokteran Indonesia 2014 -2019, Prof. DR Dr Sukman Tulus Putra menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak di ASEAN. Dengan begitu, program dokter asing menjadi hal yang baik bagi para dokter di wilayah ASEAN untuk mengikuti hal ini.
“Dalam pertemuan dengan ASEAN, ada kesepakatan setiap negara ASEAN terbuka dalam praktik kedokteran, pendidikan, kunjungan ahli dan lainnya. Limited practice yang menjadi isu. Karena ini terbuka tapi dalam batas tertentu. Tiap negara punya regulasi yang umumnya sangat ketat dalam mengaturnya,” kata Sukma.
Di negara ASEAN menurutnya ada regulasi yang mengatur mekanisme dokter yang dapat melakukan praktik di negara lain. Pertama harus mempunyai letter of good standing dari negaranya dari council dan kementerian kesehatan.
Lalu ada permintaan dari negara yang dituju. Kemudian dokter spesialis bisa melakukan komunikasi dengan negara yang dituju. Bila disetujui, dokter tersebut dapat melakukan praktik di negara yang dituju.
“Untuk di Indonesia yang disetujui saat ini hanya praktik di rumah sakit bukan pribadi. Aturan ini juga sudah berjalan sejak MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dibuka. Sudah cukup lama. Di Indonesia juga punya batas waktu untuk tenaga asing ini, maksimal praktik 1 tahun sampai diperpanjang lagi. Jadi tenaga asing sebagai tenaga kesehatan di Indonesia tidak ada masalah sebetulnya. Dokter Indonesia tidak ada keberatan. Tapi harus mengikuti regulasi yang ada di negara kita,” pungkasnya. (Des/Z-7)
PASANGAN Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana menyampaikan penolakan impor dokter asing dalam debat ketiga
Malaysia kini terkenal dengan industri wisata medis yang memberikan layanan kesehatan kepada hampir 5 juta pasien dari seluruh dunia termasuk Indonesia
Kita semua tentu berharap agar pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing benar-benar akan memberi manfaat bagi peningkatan derajat kesehatan bangsa ini.
MENINGGALNYA Dr Helmiyadi Kuswardhana karena serangan jantung saat sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter bedah ortopedi di Mamuju, Sulawesi Barat menjadi pukulan keras
PENGURUS Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr Iqbal Mochtar menilai jika kesejahteraan dokter asing yang praktik di Indonesia akan sulit dipenuhi.
Kebijakan impor dokter asing menuai kontroversi dan mengancam eksistensi dokter-dokter dalam negeri.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta khawatir meningkatnya eskalasi konflik antara Thailand dan Kamboja akan melemahkan stabilitas kawasan Asia Tenggara.
PENGAMAT ASEAN, Dinna Prapto Raharja, menilai konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap stabilitas kawasan Asia Tenggara.
SEJUMLAH negara dan organisasi internasional menyerukan deeskalasi terkait konflik di perbatasan Thailand-Kamboja. Kedua belah pihak diharapkan menahan diri.
Kegiatan lokakarya ini merupakan bagian dalam program eMpowering Youths Across ASEAN (eYAA): Angkatan ke-5, yang diselenggarakan di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand.
Bentrok Thailand-Kamboja memanas sejak Kamis (24/7) pagi ketika militer Thailand meluncurkan serangan udara ke sasaran militer di Kamboja.
Gakkum Kemenhut menyebut faktor kebakaran hutan atau gambut memang faktor manusia ditambah cuaca yang sangat panas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved