Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PENDERITA demam berdarah dengue (DBD) harus segera ditangani. Ini demi mencegah risiko pasien kejang dan mengalami penyakit komplikasi.
"Penyakit DBD harus segera ditangani karena trombosit dapat terus turun," kata praktisi kesehatan dr. Fridolin Seto Pandu melalui keterangannya di Jakarta, Selasa (25/6). Jika trombosit turun hingga di bawah 100.00 per milimeter kubik, ini dapat memicu kebocoran plasma. Dampak lanjutannya bisa mengakibatkan dengue shock syndrome (DDS).
Pada kondisi DDS, aliran darah yang seharusnya mengalir ke seluruh jaringan tubuh mengalami penurunan. Ini dapat membuat tubuh kekurangan oksigen (hipoksia).
Baca juga : Kasus DBD di Klaten Meningkat, 25 Orang Meninggal
Kondisi itu berisiko menyebabkan tubuh kejang. Ini dapat berujung pada penyakit komplikasi, seperti kerusakan hati, jantung, otak, dan paru-paru, hingga terjadi kematian.
Apabila ada anggota keluarga yang demam dan tidak kunjung turun, lanjut dia, sebaiknya segera dibawa fasilitas kesehatan guna mendapatkan pemeriksaan. Soalnya, demam yang dirasakan pasien bisa jadi karena sudah terjangkit demam berdarah.
Dia menjelaskan bahwa digigit nyamuk memberikan sensasi gatal dan tidak nyaman. Permasalahan nyamuk Aedes aegypti bukan sekadar rasa gatal, tetapi dapat membawa virus demam berdarah. "Pascadigigit nyamuk, biasanya pasien merasa demam tinggi," kata Head of Department Underwriting Sequis itu.
Baca juga : Warga Diingatkan Berantas Sarang Nyamuk Agar Kasus DBD tidak Naik pada April
Selain demam tinggi, gejala khas DBD lain, yakni sakit kepala parah, nyeri otot dan sendi, serta ruam atau bintik merah pada kulit. Pada beberapa kasus, ada yang sampai mimisan dan terjadi pendarahan pada gusi.
Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau pada Mei hingga Agustus 2024. Pada saat musim kemarau, warga diimbau agar mewaspadai ancaman penyakit DBD.
Hal ini karena meski curah hujan berkurang, tetapi nyamuk Aedes aegypti, si pembawa virus dengue, masih bisa berkembang biak. Kurangnya air mengalir selama musim kemarau dapat menciptakan banyak genangan yang sering luput dari perhatian warga. Kaleng, botol, dan bak bekas dapat menjadi sarang ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. (Ant/Z-2)
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
DOKTER spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe menyebut terdapat penjelasan mengapa kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia sulit sekali dihentikan.
Virus ini dapat masuk ke tubuh manusia lewat perantara nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus.
Masyarakat diminta melakukan tindakan 3M, dengan membersihkan wadah-wadah yang bisa menampung genangan air bersih sebagai tempat nyamuk bersarang.
PAFI Kalteng mendorong pemerintah daerah dan dinas kesehatan setempat untuk melakukan pemetaan ulang terhadap kebutuhan obat-obatan DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) memang disebabkan oleh dengue yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti, namun ternyata bukan hanya itu penyebabnya.
KASUS demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya, masih mengalami peningkatan.
Pada 2024, Kasus DBD di Kabupaten Purwakarta sebanyak 1,088 dengan 14 kematian.
KASUS demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada 2025 hingga minggu ke-25 sebanyak 355 kasus dan tiga meninggal.
Bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Kesehatan Kota Bandung, perusahaan menggelar program kolaboratif bertajuk “Gerakan Berantas Nyamuk Bersama
Musim hujan membuat kasus DBD meningkat. Salah satu penyebabnya, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan masih rendah.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, kecamatan hingga kelurahan serta seluruh warga dan relawan terus gencar melakukan pemberantasan jentik nyamuk setiap pekan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved