Pembatalan Kenaikan UKT Dinilai tidak Cukup untuk Jamin Pendidikan Tinggi yang Berkeadilan bagi Masyarakat

Devi Harahap
27/5/2024 18:15
Pembatalan Kenaikan UKT Dinilai tidak Cukup untuk Jamin Pendidikan Tinggi yang Berkeadilan bagi Masyarakat
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim saat rapat membahas kebijakan pengelolahan anggaran pendidikan bagi PTN(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

PAKAR kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof Cecep Darmawan mengatakan bahwa pembatalan kenaikan UKT yang disampaikan pemerintah belum cukup untuk menjamin pendidikan tinggi yang berkeadilan bagi masyarakat. Menurutnya, kebijakan ini akan berdampak pada operasional perguruan tinggi bila tak diiringi dengan adanya solusi pemberian subsidi bagi PTN.

“Pembatalan kenaikan UKT saja belum cukup untuk memberikan akses pendidikan yang adil, harus ada revisi terkait pendidikan nasional terutama sistem anggaran. Pemerintah juga harus punya solusi karena tidak adanya kenaikan UKT akan menjadi dilema bagi PTN yang sudah merencanakan operasional untuk tahun anggaran berikutnya,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia pada Senin (27/5).

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyampaikan keputusan pembatalan kenaikan UKT. Hal itu untuk menindak lanjuti masukan masyarakat terkait implementasi uang kuliah tunggal (UKT) tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH).

Baca juga : Kenaikan UKT PTN untuk 2024 Akhirnya Dibatalkan

Menurut Cecep, pemerintah perlu memperbesar biaya subsidi pendidikan bagi PTN sebab jika tidak, hal itu akan berdampak pada berbagai target sasaran kegiatan dari perguruan tinggi, khususnya PTN yang masih merintis status badan hukum dan mengandalkan pembiayaan operasional dari UKT.

“Subsidi pemerintahan dimungkinkan untuk diperluas, namun jika memperbesar subsidi bukan hanya wilayah pemerintah dan DPR. Itupun tidak bisa insan untuk revisi anggaran. Maka dengan skenario tidak adanya kenaikan, mau tidak mau konsekuensi anggaran PTN harus menyesuaikan dengan tarif lama, targer sasaran kampus pasti akan berubah dan bisa jadi biar lebih rendah sehingga pemerintah memang di bijak jika memberikan subsidi tambahan,” ungkapnya.

Menurut Cecep, jika target sasaran dari PTN berubah menjadi lebih rendah karena menyesuaikan anggaran yang terbatas, maka secara tidak langsung akan berdampak pada perubahan kegiatan perguruan tinggi baik secara akademik dan non akademik. Hal itu menurutnya bisa jadi akan menurunkan kualitas capaian perguruan tinggi di masa depan.

Baca juga : Polemik UKT Mahal, Kemendikbud-Ristek akan Berkoordinasi dengan Rektor PTN dan PTNBH 

“Butuh komitmen dari pemerintah bagaimana agar UKT tidak naik tapi tidak mengganggu stabilitas penganggaran dan target sasaran perguruan tinggi, artinya pemerintah harus menyediakan berbagai alternatif atau solusi bagi kampus sehingga kampus juga tidak dilema,” ungkapnya.

Kendati demikian, Cecep berharap pemerintah terus mendukung dan mendorong berbagai PTN-BH untuk bisa lebih kreatif dalam menggali potensi sumber anggaran di luar UKT, salah satunya dengan meningkatkan hasil inovasi penelitian dan hak paten para guru besar.

“Hal ini menjadi tantangan bagi perguruan tinggi untuk bisa menggali potensi-potensi di luar UKT. Keterbatasan ini memicu perguruan tinggi untuk lebih kreatif. Selain itu, perubahan status berbadan hukum pada perguruan tinggi jangan serta merta menjadi mahal dan elitis, tapi harus diiringi dengan peningkatan indeks kinerjanya melalui tridharma perguruan tinggi. Jika tidak begitu maka status PTN-BH itu harus ditinjau ulang,” pungkasnya. (Dev/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya