Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
FARMAKOLOG Klinis dan Molekuler Dexa Group dan Unika Atma Jaya yang juga merupakan pelopor pengembangan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI), Prof. Raymond Tjandrawinata meraih peringkat ketiga dalam jajaran saintis bidang farmasi untuk wilayah Indonesia. Penilaian tersebut berdasarkan sistem pemeringkat dan analisis pada kinerja ilmiah hingga nilai tambah produktivitas ilmiah masing-masing saintis oleh The AD Scientific Index.
“Terima kasih Tuhan dan juga dukungan para teman dan sahabat sehingga tahun ini saya mendapat peringkat 3 Best Scientist di Indonesia untuk kategori Pharmacy and Pharmaceutical Sciences dan juga mendapat Top 3% di Indonesia untuk kategori Medical and Health Sciences serta sitasi publikasi,” ungkap Prof. Raymond yang juga menjabat sebagai Director of Research and Business Development Dexa Group.
Artikel Prof. Raymond yang paling banyak menjadi referensi para akademisi berdasarkan The AD Scientific Index berjudul "Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya pada Bidang Kesehatan dan Bioteknologi" yang dirilis pada Februari 2016. Hingga kini pun beliau aktif menulis jurnal ilmiah dan juga opini yang dimuat berbagai media nasional.
Baca juga : Ini yang Membedakan Jamu dan Obat Fitofarmaka
The AD Scientific Index mengumumkan deretan saintis terbaik dunia dalam situsnya dan diperbarui setiap tahun. Tahun ini lebih dari 1,6 juta saintis di 23.242 lembaga pada 220 negara dinilai oleh The AD Scientific Index.
Prof. Raymond meraih peringkat 3 untuk bidang farmasi sekaligus peringkat 18 pada bidang kedokteran dan kesehatan di Indonesia. Ini berarti hasil karya ilmiah Prof. Raymond banyak dijadikan rujukan para peneliti di bidang kefarmasian, kedokteran, dan kesehatan di Indonesia.
Prof. Raymond juga banyak melakukan penelitian hingga uji klinik obat baik di dalam negeri maupun di berbagai belahan dunia. Produk-produk hasil riset Prof. Raymond pun tak hanya dipasarkan di Indonesia, tetapi juga ke mancanegara. Selain mengembangkan OMAI bersama Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) sejak tahun 2005, Prof. Raymond Tjandrawinata juga banyak meneliti obat berbahan kimia. Penelitian tersebut telah diakui dan mendapatkan 64 paten di Indonesia dan mancanegara.
Baca juga : Etana Jalin Kerja Sama Strategis dengan BeiGene untuk Obat Imunoterapi Kanker
Guru besar dan peneliti di Fakultas Bioteknologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya tersebut, telah menjelajahi dunia sains hingga negeri Paman Sam. Tidak tanggung-tanggung, riset Prof Raymond bahkan menembus luar angkasa melalui Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Pada tahun 1991, seorang astronot wanita dari bernama Dr. Millie Hughes-Fulford dari NASA mengajak Prof. Raymond untuk terlibat proyek penelitian Spacelab Life Sciences (SLS 1). Proyek tersebut diterbangkan pesawat ulang alik ke luar angkasa dalam untuk penelitian osteoporosis pada astronot yang berada di gravitasi nol.
Prof. Raymond kemudian mengembangkan karier dalam penelitian obat dari bahan sintetik organik sejak ia menimba ilmu hingga tingkat Post Doctoral Fellow di Universitas Kalifornia, San Francisco. Ia bisa disebut sebagai salah satu putra Indonesia yang pertama kali mempelajari ilmu rekayasa genetika di era ’80-an, karena pada kurun waktu tersebut, ilmu rekayasa di Amerika Serikat baru berkembang dan di Indonesia belum sepenuhnya didalami.
Akhirnya pada awal 2000-an, Prof. Raymond terpanggil untuk kembali ke Tanah Air dan berkarier di perusahaan farmasi terkemuka, PT Dexa Medica. Ketika itu pendiri PT Dexa Medica, (Alm.) Rudy Soetikno memiliki visi untuk mengembangkan obat-obatan dari kekayaan alam Indonesia. Kemudian di tahun 2005, Prof. Raymond dan para saintis di DLBS mengembangkan OMAI hingga saat ini. OMAI merupakan produk farmasi kebanggaan Indonesia karena memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 80% dan telah diekspor ke 10 negara di 3 benua. (H-2)
Coelacanth Indonesia adalah ikan bersirip lobus (bukan tetrapoda sarkopterigi) perairan dalam sedang yang jarang terdokumentasi, yang awalnya dianggap endemik di wilayah Sulawesi.
Sekitar dua pertiga emisi metana di atmosfer berasal dari mikroba yang hidup di lingkungan tanpa oksigen, seperti lahan basah, sawah, dan perut hewan ternak.
Inti eksotis dari jenis ini sangat menantang untuk dipelajari karena umur pendek dan ukuran penampang produksinya yang rendah, sehingga diperlukan teknik yang tepat.
Ilmuwan Indonesia Maila Dinia Husni Rahiem, dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, memimpin penyusunan dua jilid buku ilmiah menghimpun 164 artikel dari 20 negara
KONVENSI Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 menyuguhkan paparan inspiratif dari ilmuwan asal Singapura, Profesor Lam Khin Yong di Sasana Budaya Ganesa.
Selama bertahun-tahun, sebuah struktur misterius di bawah Laut Utara, lepas pantai Norwegia, telah menjadi teka-teki besar bagi para ilmuwan
Pelajari arti sains, fungsi, dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Pahami pentingnya sains dengan bahasa sederhana!
PERAIH Nobel Fisika 2011, Profesor Brian Schmidt, mengungkapkan bahwa masa depan pertumbuhan Indonesia sangat bergantung pada kemampuan membangun ekosistem sains dan teknologi.
“Jadi dalam sains, duplikasi yang dimaksud bisa bekerja pada topik yang sama namun dengan sudut pandang yang berbeda,”
SAINS tidak harus rumit, teknologi tidak harus mahal, dan matematika tidak harus menakutkan. Justru sebaliknya, semua itu bisa dekat, terjangkau, relevan, dan menyenangkan.
Apakah dunia akan menjadi tempat yang lebih baik jika semua nyamuk tiba-tiba lenyap?Seorang Medical Scientist dmemberikan penjelasan mengenai dampak hilangnya nyamuk dari muka bumi.
KEMENTERIAN Agama terus memperkuat kajian terkait integrasi Islam dan sains, terutama dalam konteks kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved