Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PERAIH Nobel Fisika 2011, Profesor Brian Schmidt, mengungkapkan bahwa masa depan pertumbuhan Indonesia sangat bergantung pada kemampuan membangun ekosistem sains dan teknologi yang berkelanjutan saat menjadi pembicara di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Sasana Budaya Ganesa, Jumat (8/8).
Riset adalah investasi jangka panjang yang memerlukan konsistensi lebih dari satu dekade.
“Excellence first, scale second,” tegas Schmidt.
Schmidt menyoroti kenyataan bahwa sebagian besar penemuan ilmiah tidak langsung berdampak pada perekonomian. Namun, jika ada ekosistem yang menghubungkan sains dengan bisnis, penemuan tersebut dapat diubah menjadi inovasi yang membawa kemajuan.
“Keberhasilan bukan memaksa ilmuwan untuk selalu menemukan penerapan, tetapi menciptakan kondisi yang memudahkan mereka menerjemahkan ide ketika ada peluang,” ujar Schmidt.
Selain itu, Schmidt menguraikan pilar ekosistem riset yang kuat di antaranya keterhubungan antara kampus, lembaga penelitian, industri, dukungan modal, insentif ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang fokus pada perbaikan kegagalan pasar dan pentingnya kemitraan internasional, seperti Singapura dan Australia sebagai mitra potensial bagi Indonesia.
Di hadapan para peserta, Vice Chancellor Australian National University ini juga membagikan cerita “Seven Sisters” atau gugus bintang Pleiades yang dikenal dalam berbagai budaya di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Schmidt menjelaskan bagaimana kisah dan pengamatan astronomi telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama puluhan ribu tahun.
Lebih lanjut, Schmidt menjelaskan perjalanan ilmu pengetahuan dari astronom kuno hingga penemuan modern, termasuk kisah para ilmuwan yang menggunakan pengamatan langit untuk memprediksi pergerakan planet. Sejarah ini membuktikan kekuatan metode ilmiah, mengamati, memprediksi, menguji, dan memperbaiki pengetahuan secara berkelanjutan.
Di sela pemaparannya, Schmidt juga berbagi refleksi pribadi yang menyentuh. Ilmu pengetahuan dapat membuka peluang luar biasa bagi siapa saja yang mau belajar, bekerja keras, dan berani menguji ide-ide baru.
“Saya bukan siapa-siapa, tetapi dengan pengetahuan ini, saya bisa melakukannya,” ungkap Schmidt.
Misi besar dalam menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi untuk berbagai tantangan lintas sektor konsisten dilakukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), melalui semangat arah kebijakan Diktisaintek Berdampak yang melibatkan kampus di seluruh penjuru Indonesia. KSTI 2025 menjadi wadah strategis untuk menyatukan visi dalam memajukan sains, teknologi, dan inovasi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. (H-3)
PERAIH Nobel Laureate di bidang Fisika 2011, Brian Schimdt mengaku bahwa dirinya cukup skeptis terhadap peringkat kampus dunia karena hanya untuk menjadi ajang promosi.
DUA pionir kecerdasan buatan (AI) John Hopfield, 91, dan Geoffrey Hinton, 76, memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang fisika pada Selasa (8/10).
Para pemenang penghargaan diakui atas eksperimen yang telah memberikan umat manusia alat baru untuk menjelajahi dunia elektron di dalam atom dan molekul.
WILHELM Conrad Rontgen ialah seorang fisikawan Jerman. Ia menerima Hadiah Nobel Fisika pada 1901 untuk penemuan sinar X.
Berkat teori relativitas yang ditemukannya, Einstein menjadi ilmuwan kondang dan paling berpengaruh pada abad ke-20 ini.
KONVENSI Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 menyuguhkan paparan inspiratif dari ilmuwan asal Singapura, Profesor Lam Khin Yong di Sasana Budaya Ganesa.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia Tahun 2025 merupakan ruang ilmiah yang harus dijaga dari politisasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved