Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PUSAT Kajian Hang Lekir menyelenggarakan acara bedah buku 79 Kisah di Balik Liputan Istana, Kamis (7/3). Angka 79 dipilih berdasarkan usia Republik Indonesia tahun ini.
Bertujuan untuk memperkenalkan 79 Kisah di Balik Liputan Istana kepada publik, bedah buku ini menghadirkan mantan wartawan Harian Kompas Maria Hartiningsih sebagai narasumber, juga wartawan Jakarta Post dan Tempo Debra Yatim sebagai Moderator.
Menguliti seluk-beluk istana bukan hanya dari perspektif politik. Begitulah cara paling jitu mendeskripsikan isi buku ini.
Baca juga : Bamsoet Apresiasi Buku News Maker, Satu Dasawarsa The Politician Senayan
Mantan wartawan Harian Kompas yang telah bertugas dari era Presiden Soeharto hingga Joko Widodo, J Osdar, yang ceritanya juga tertuang di dalam buku ini, menyatakan seharusnya istana terbuka lebar untuk masyarakat yang ingin bersuara.
“Istana harusnya seperti kantor kelurahan, mudah diakses rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi dan persoalannya," ujar Osdar.
Pun demikian, tetap ada cerita-cerita yang tidak bisa diberitakan. Osdar mencontohkan ceritanya ketika memberitakan rencana perjalanan Presiden Soeharto. Dia kena marah karena seharusnya rencana tersebut tidak boleh disebarkan kepada publik. Namun, Osdar mengaku tidak gusar karena Istana Negara tidak pernah jadi mimpinya.
Baca juga : Gelar Diskusi Beasiswa Bersama Mahasiswa, Raja Juli: Kuliah Tiket Hidup
“Sebenarnya saya itu mau jadi wartawan olahraga, karena hobi basket, tapi malah jadi wartawan istana,” ungkap Osdar.
Yang membuat buku yang diterbitkan Penerbit Kompas ini unik adalah perbedaan gaya setiap Presiden.
Karena keputusan Presiden mempengaruhi nasib para wartawan Istana. Osdar mengatakan jika Istana di era Presiden Abdurrahman Wahid jauh dari kekangan protokoler, hal yang sama tidak bisa dikatakan di masa Orde Baru.
Baca juga : Diluncurkan, Kisah Lika-liku Hidup Jenderal Idealis HR Dharsono
“Di masa Soeharto ada litsus untuk melihat keturunan para wartawan Istana, bahkan untuk jadi wartawan Istana harus melewati tahap wawancara tiga hari,” ucapnya.
Editor dan penyusun rangkaian cerita buku 79 Kisah di Balik Istana, Elvy Yusanti, mengatakan salah satu tantangan terbesar dalam menyusun buku ini adalah ingatan.
Penggalian ingatan beberapa wartawan harus dilalui dalam waktu yang lama. Bahkan Elvy bercerita, beberapa cerita baru diterimanya menjelang deadline. Dia pun mengatakan jarang ada wartawan yang menulis buku harian untuk menceritakan keseharian dalam peliputan.
Baca juga : Inilah Buku Sejarah yang Mengupas Konflik Internal di Partai Politik
“Mungkin hal ini yang seharusnya dimiliki oleh wartawan,” ucap Elvy menjelaskan cara mempertahankan ingatan wartawan.
Di sisi lain, buku ini dikritik habis oleh Maria Hartiningsih. Istana, bagi Maria, adalah tempat yang penuh kemunafikan. Sebab, orang-orang di dalamnya tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
“Ketawa-tawa, senyum-senyum, padahal sebenarnya tidak seperti itu,” kecam Maria.
Baca juga : Di Gelaran IIBF 2021, Buku 'Legasi Pak Harto' Dibahas dan Dikupas
Kekurangan buku ini, menurutnya, semua cerita menunjukkan Istana secara baik dan tidak menyisakan tempat untuk kritisisme.
“Tidak ada cerita yang kritis kepada kepala negara, semuanya baik-baik saja,” kritiknya
Pun demikian, dia juga menjelaskan bahwa cerita-cerita ramah ini bagus untuk penjualan. Konten dalam buku ini, jelas Maria, ringan dan enak dibaca.
“Buku ini ringan dan tidak perlu dibaca dengan dahi berkerut,” pungkasnya. (Z-1)
Pemikiran Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai fondasi penting dalam membentuk arah kebijakan ekonomi dan keberpihakan Presiden Prabowo Subianto terhadap rakyat kecil.
KOPRI Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menyelenggarakan Bedah Buku berjudul Mengarungi Jejak Merajut Asa, 75 Tahun Indonesia-Tiongkok.
Bedah buku Mengarungi Jejak Merajut Asa 75 Tahun Indonesia-Tiongkok membahas tentang hubungan Indonesia-Tiongkok.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof Dr Memed Sueb mengapresiasi hadirnya buku tersebut dalam menjawab pesatnya perkembangan ilmu auditing.
P2KM Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Yayasan Cendekia Muda Madani menggelar bedah buku
DPP Partai NasDem menyelenggarakan acara bedah buku Ki Hadjar: Sebuah Memoar dalam rangka merayakan Hari Pendidikan Nasional.
Palestina menyebut Israel sebagai 'pembunuh wartawan paling berbahaya' setelah 230 jurnalis di Jalur Gaza telah menjadi korban kebiadaban mereka.
Menurut Dahlan Iskan, agar tidak memunculkan potensi konflik lagi, sebaiknya dua Ketua Umum PWI saat ini, yakni Hendry Ch Bangun dan Zulmansyah Sekedang, tidak ikut maju dalam pemilihan.
Johnny Hardjojo menyebut bahwa hanya media yang mampu beradaptasi secara teknologi, bisnis, dan etika yang akan bertahan di era digital.
TIGA wartawan di Kabupaten Belitung Timur (Beltim) Provinsi Bangka Belitung (Babel) di kabarkan di keroyok warga, Kamis (17/7). Peristiwa itu terjadi di lokasi tambak udang area hutan lindung.
Festival Film Wartawan tahun ini menjadi tribut mendalam bagi almarhum Wina Armada Sukardi, Presiden FFW, yang baru saja berpulang.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Arief Cahyono, mengucapkan selamat atas terpilihnya Ketua Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) periode 2025–2028, Beledug Bantolo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved