Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
INDONESIA merupakan negara yang kerap dilanda bencana alam. Terkait hal itu, anak-anak menjadi kelompok rentan terhadap bencana alam karena mereka memiliki karakteristik fisiologi, anatomi dan psikologi yang berbeda dengan orang dewasa. Karenanya, anak-anak perlu dilibatkan dalam mitigasi dan persiapan menghadapi bencana.
Sayangnya, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), baru 30% masyarakat Indonesia yang memiliki kesiapan penuh untuk menghadapi bencana.
“Padahal, mitigasi dan persiapan untuk situasi yang tidak menyenangkan ini justru harus dilakukan saat kejadian itu tidak terjadi,” kata Satgas Bencana Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) I Nyoman Arie Purwana dalam media briefing IDAI, Rabu (20/9).
Ia mengatakan, kini berbagai lembaga seperti BNPB hingga Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memiliki berbagai program untuk persiapan menghadapi bencana. Namun, ia mempertanyakan bagaimana implementasinya di lapangan.
Baca juga: Segera Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Cegah Bencana Alam Meluas
“Banyak sekali program seperti itu, tapi spesifik untuk anak-anak setahu saya belum banyak dilakukan. Padahal savety briefing itu sangat penting dari tingkat TK sampai SMA dan bahkan kampus,” beber dia.
Arie kemudian memberikan contoh beberapa hal yang bisa diajarkan kepada anak-anak untuk menghadapi bencana alam gempa bumi. Di antaranya mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi kebutuhan dasar untuk dua sampai tiga hari, seperti air minum, surat penting, makanan ringan dan sebagainya.
Selain itu, saat bencana, anak juga perlu tahu yang harus dilakukan, yakni melakukan evakuasi, entah berlindung di bawah meja atau keluar lewat jalur yang aman menuju lapangan terbuka.
“Anak perlu dilatih untuk pengambilan keputusan saat bencana dan mengantisipasi bencana. Saya melihat belum banyak keluarga yang melakukan ini,” beber dia.
Baca juga: BMKG Prakirakan Wilayah Selatan Jateng Masuki Awal Masa Pancaroba
Satgas Bencana IDAI Muhammad Reza mengungkapkan, saat terjadi bencana, masyarakat semestinya tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah terlebih dahulu. Untuk menyelamatkan diri, masyarakat harus melakukannya sendiri. Pasalnya, kitalah yang paling tahu karakteristik wilayah kita tinggal.
Saat terjadi bencana, anak-anak kemungkinan akan panik dan menangis. Karenanya, orang tua harus siap untuk menghadapi dan mengantisipasi itu.
“Jadi bencana memang sering berdampak pada masyarakat yang edukasinya menengah ke bawah. Kelemahan Indonesia ini program pendidikan basic life support-nya belum jadi kewajiban. Sehingga IDAI turut andil di sini, untuk menyiapkan modul ke sekolah-sekolah agar anak-anak siap. Sehingga akan jauh lebih baik penanganannya,” pungkas dia. (Z-6)
Pemerintah Louisiana gugat Roblox dengan tuduhan memfasilitasi penyebaran materi pelecehan seksual anak.
Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas.
Peran dominan ibu penting diterapkan terutama bagi anak yang diasuh dalam lingkup keluarga lebih besar melibatkan nenek, kakek, atau pengasuh lainnya.
Program pemeriksaan kesehatan gratis sebaiknya menjangkau anak usia sekolah yang bersekolah maupun tidak bersekolah di wilayah perkotaan sampai daerah terpencil.
Masih maraknya kebiasaan konsumsi kental manis sebagai minuman susu anak dan balita oleh masyarakat diperkuat oleh sejumlah riset dan penelitian yang dilakukan kalangan akademisi.
Penelitian menunjukkan ibu-ibu di Indonesia lebih dari 30%-40% anemia yang berdampak pada lemahnya imunitas tubuh.
Pameran Emergency Disaster Reduction & Rescue Expo (EDRR) Indonesia 2025 kembali digelar di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran.
Hal ini diperkirakan karena saat ini sedang memasuki masa pancaroba dari cuaca kemarau ke penghujan
Langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi yang bisa memicu terjadinya banjir.
TANTANGAN dalam mengatasi dan melakukan mitigasi bencana di dunia saat ini disebut semakin kompleks. Berbagai isu global seperti perubahan iklim hingga tekanan urbanisasi menjadi pemicunya.
VIKTOR Lake tampak serius menulis kata demi kata hingga kalimat diatas secarik kertas. Sepertinya ia memeras otak untuk menciptakan sebuah dongeng.
Workshop ini bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat dalam memahami, menghadapi, dan merespons bencana secara inklusif dengan pendekatan berbasis kearifan lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved