Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Jaringan Muslim Madani (JMM) angkat bicara terkait pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel yang mengusulkan pemerintah mengontrol semua tempat ibadah supaya tidak menjadi sarang atau sumber penyebaran radikalisme.
Direktur Eksekutif JMM Syukron Jamal mengatakan pada kenyataannya tempat ibadah dan lembaga pendidikan memang menjadi sasaran penyebaran paham radikal dan intoleran. Namun, upaya melibatkan negara adalah bentuk intervensi yang terlalu jauh. Menurutnya, usulan itu sangat keliru, kontradiktif dan bertentangan dengan konstitusi.
"Tempat ibadah dan lembaga pendidikan yang menjadi sarana penyebaran paham radikal dan intoleran itu harus menjadi perhatian semua. Kita tidak bisa tinggal diam. Namun, dalam konteks ini, kepala BNPT ingin mengontrol tempat ibadah itu ya keliru dan berpotensi melanggar konstitusi soal kebebasan beragama dan menjalankan ibadah seperti pasal 28E ayat 1," jelas Syukron melalui keterangan resmi, Rabu (6/9).
Baca juga: Cegah Radikalisasi di Masjid, Kepala BNPT: Kita Perlu Mekanisme Kontrol
Belajar dari berbagai negara yang melakukan kontrol terhadap tempat ibadah seperti Singapura, Malaysia, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko, itu justru melahirkan masalah baru yang dapat menganggu harmonisasi kehidupan beragama di Indonesia yang hingga saat ini secara umum masih terjaga.
"Kalau pemerintah atau aparat langsung mengontrol segala aktivitas di rumah ibadah ini sangat berbahaya dan akan menimbulkan konflik yang justru menganggu harmonisasi kehidupan beragama di Indonesia yang selama ini sudah terjaga," terangnya.
Baca juga: Amnesty Indonesia Sebut Pengendalian Tempat Ibadah Munculkan Potensi Pembatasan HAM
Menurut Syukron, langkah strategis yang harus diambil pemerintah adalah upaya mitigasi pencegahan penyebaran radikal dengan menggandeng stakeholder umat beragama seperti organisasi kemasyarakatan yang berpaham moderat seperti NU dan Muhammadiyah jangan sampai rumah ibadah dikuasai oleh kelompok radikal.
"Masuklah pemerintah melalui upaya pencegahan, dengan melakukan kaderisasi asesmen pendakwah pengelola tempat ibadah agar memiliki paham yang sama, menjaga harmonisasi kehidupan umat beragama. Pemerintah juga harus punya pemetaan yang jelas seperti apa dan mana saja rumah ibadah yang terpapar itu. Jangan pukul rata semua," tegasnya.
JMM, kata Syukron mencatat jika banyak rumah ibadah saat ini mulai diisi dan bahkan dikuasai kelompok intoleran dengan berbagai aktivitas kajian karena awalnya kecolongan dari pengurus.
"Salah satunya karena minim pemahaman dan rujukan untuk siapa yang seharusnya mengisi ruang itu," tandasnya. (Z-11)
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
PRESIDEN Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini menuai kecaman dari umat muslim di dunia karena mengaitkan Islam dengan terorisme.
SELASA, 17 November lalu, dua anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur tewas di tangan Satuan Tugas Tinombala.
DI tengah aksi teror, warga selalu jadi korban. Di Sulawesi Tengah, yang terbaru ialah pembunuhan empat warga dan pembakaran enam rumah di lokasi transmigrasi Levono,
Wilayah Poso identik dengan serangkaian konflik yang berujung pada kericuhan.
TERORIS merupakan ancaman serius yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara serta kepentingan nasional.
NAMANYA Muhammad Basri. Sehari-hari, ia dipanggil Bagong. Pria asal Poso, Sulawesi Tengah, itu juga dikenal sebagai tangan kanan Santoso
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved