Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGAMAT pendidikan Doni Koesuma mengkritisi aturan Permendikbudristek 53/2023 yang membebaskan kampus untuk menentukan syarat kelulusan bagi mahasiswa.
Menurut Doni, keleluasaan ini bisa saja diakali kampus nakal untuk meluluskan sebanyak-banyaknya mahasiswa dengan mudah tanpa memperhatikan kualitas lulusan.
“Saya lihat kalau yang di S1 seperti ini tanpa ada kejelasan maksudnya apa, tanpa diikuti disiplin mata kuliah yang ada, nanti akan gampang sekali kampus meluluskan mahasiswa. Mahasiswa juga akan seenaknya sendiri nanti. Padahal persaingan dunia sekarang begitu ketat,” kata Doni kepada Media Indonesia, Jumat (1/9).
Baca juga: Komisi X DPR: Penghapusan Wajib Skripsi Jadi Langkah Maju Hadapi Modernisasi
Kebebasan untuk menentukan syarat kelulusan dalam Merdeka Belajar, kata Doni, dapat memberi jalan lapang bagi pengelola kampus. Oknum kampus yang memiliki kepentingan untuk hanya mencari keuntungan akan memanfaatkan celah ini untuk meluluskan mahasiswa dengan mudah tanpa memperhatikan aspek kualitas lulusan mahasiswa.
“Karena Kampus Merdeka itu kan biaya dari mereka. Sementara kita tidak mengerti transparansi dan akuntabilitasnya. Itu akan memberi jalan lapang bagi pengelola Merdeka Belajar tuh. Orang-orang kelompok kepentingan kampus merdeka itu yang bisa jadi ladang uang di situ,” ujarnya.
Doni juga menyoroti poin dalam aturan tersebut yang menyebutkan mahasiswa S3 bebas memilih tugas akhir apa yang akan dibuat serta tidak kewajiban untuk mempublikasi jurnal internasional. Menurut Doni, ini merupakan kemunduran bagi lulusan doktor Indonesia.
Baca juga: Kurikulum Merdeka Terus Diimplementasikan
Doni menilai poin dalam aturan itu sangat berbahaya dan menurunkan kualitas pendidikan strata S3 di masa depan.
“Memang ada (tugas akhir), tetap bikin, tetapi tidak ada kewajiban. Yang repot nanti lulusan S3, misalkan di bidang kimia. Kimia itu semuanya sama yang dipelajari dari dunia ini. Dia ilmu bidang kimia mau penemuan apa? Jangan-jangan sudah membuat penelitian sudah ada yang menemukan. Berarti sudah tidak bisa itu,” jelas Doni.
“Harus di situ dilihat, S3 harus lebih ketat. Tetapi di sini sama saja seperti S1, dibebaskan. Ya itu quality controlnya sulit. Lalu S3 itu harus publikasi jurnal internasional yang dianggap kredibel untuk bidang studi sejenis. Akreditasinya oleh bidang-bidang yang atau pakar-pakar di bidang yang sama. Kalau ini tidak ada, ya terima saja S3 kita, doktor, tidak bisa diterima, tidak bisa mengajar di luar negeri, karena kualitasnya beda,” imbuh Doni.
Karena kualitas penemuan dan pengembangan ilmunya beda, Doni berpendapat bisa jadi ada kampus yang hanya memikirkan ‘keuntungan’ juga gampang meluluskan S3 tanpa ada penemuan. Padahal kualitas pendidikan S3 semestinya bisa menyumbangkan penemuan baru demi kemajuan pendidikan.
“Transformasi perguruan tinggi tidak hanya sekadar membebaskan kewajiban skripsi, riset atau penemuan. Tetapi masih ada hal lain yang perlu diperhatikan seperti mekanisme akreditasi, pengembangan program studi, kualitas pembelajaran mahasiswa,” pungkasnya. (Z-1)
Rudy Salim mengangkat tema “Driven by Design, Powered by Technology”, membahas perpaduan antara desain, inovasi, dan teknologi.
SEORANG mahasiswa asal Medan, Muhammad Iqbal, 19, ditemukan meninggal dunia setelah hilang terseret ombak saat berenang di Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Rektor UII mengingatkan kalangan mahasiswa agar selalu menjaga integritas akademik. Dunia pendidikan, ujarnya, merupakan bisnis kejujuran.
Turnamen ini diharapkan dapat terus berlanjut sebagai agenda tahunan dan menjadi tonggak penting dalam mencetak bibit-bibit unggul bulutangkis Indonesia.
Fitur-fitur AI dalam kelas pintar memungkinkan dosen memantau partisipasi dan respons mahasiswa secara real-time, termasuk identifikasi mahasiswa yang tidak aktif.
Di tengah-tengah padatnya aktivitas kuliah, nongkrong dekat kampus jadi kegiatan tambahan para mahasiswa.
INSTITUSI pendidikan harus terus mendukung untuk tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) dengan berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan berbasis pada aksi nyata.
Langkah pemerintahan Trump bukan hanya mengancam masa depan mahasiswa, juga merendahkan kontribusi intelektual.
Saat ini, dari total mahasiswa yang terdaftar di Harvard, hampir 27% atau sekitar 6.800 orang merupakan mahasiswa internasional.
KAMPUS berperan penting dalam mencetak lulusan yang berdaya saing. Karena itu, kemampuan berwirausaha dan profesionalisme harus ditanamkan pada mahasiswa sejak awal jenjang kuliah.
Kampus tentu tidak boleh abai terhadap tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan tinggi Indonesia saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved