Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Orangtua Diingatkan Perhatikan Kalimat Saat Dampingi Anak Korban Kekerasan

Basuki Eka Purnama
19/8/2023 04:45
Orangtua Diingatkan Perhatikan Kalimat Saat Dampingi Anak Korban Kekerasan
Ilustrasi(Freepik)

ORANGTUA perlu memperhatikan kalimat yang digunakan ketika mendampingi dan mendukung anak yang menjadi korban kekerasan, yaitu dengan menggunakan kalimat yang jelas.

"Kalimat yang tidak berupa tuduhan ataupun menyalahkan mereka sehingga anak ini bisa percaya dengan kita dan mereka bisa mengeluarkan semua isi hati, bisa kita dampingi untuk pulih," ujar pakar kejiwaan subspesialis anak dan remaja yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Anggia Hapsari, dikutip Sabtu (19/8).

Anggia, yang merupakan lulusan Universitas Indonesia, berpendapat menggunakan kalimat yang jelas merupakan salah satu cara meminimalisasi dampak yang dialami anak korban kekerasan, khususnya secara daring, akibat penggunaan internet dan gawai tanpa disertai kemampuan penilaian dan pengendalian yang baik.

Baca juga: Ini yang Bisa Terjadi Jika Anak Gunakan Internet Berlebihan

Menurut dia, orangtua, guru atau orang dewasa bisa membantu anak menceritakan atau melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Mereka harus dapat mengobservasi perubahan perilaku anak.

"Lihat hasil akademik, misalnya ada tidaknya prestasi yang menurun, menarik diri, tidak mau ikut kelompok, dan sebagainya, bagaimana berelasi dengan teman-teman, apakah mudah marah, tersinggung, dan lainnya," kata Anggia.

Khusus untuk pencegahan terkait penggunaan internet bermasalah, orangtua bisa mendampingi anak ketika menggunakan internet. Sekarang ini ada berbagai panduan bagi orangtua guna mengetahui apa yang anak buka dalam gawai mereka.

Baca juga: Ini Tips Mengelola Emosi Saat Anak Didiagnosis Penyakit Kronis

Orangtua juga disarankan melakukan pemeriksaan secara berkala pada kegiatan daring anak.

Anggia memberikan rekomendasi durasi waktu paparan layar gawai pada anak berdasarkan usia. Pada anak 0-18 bulan disarankan sama sekali tidak boleh menggunakan gawai kecuali saat tertentu misalnya melakukan panggilan video, yang tetap harus didampingi orangtua.

Pada anak usia 18-24 bulan, disarankan durasi minimal penggunaan gawai. Kalaupun ingin mengenalkan anak pada gawai, pilihlah aplikasi yang menggunakan interaksi dua arah dan pastikan dengan pendampingan orangtua dan waktunya pun sangat terbatas.

Pada anak usia 2-5 tahun, penggunaan gawai dibatasi maksimal satu hari satu jam dengan pembagian dua kali 30 menit. Pilihlah aplikasi yang interaktif dan dapat meningkatkan fokus anak serta keterampilan anak dalam berinteraksi dengan orang lain.

Orangtua masih perlu mendampingi anak usia 2-5 tahun ketika menggunakan aplikasi.

Kemudian, pada usia 6-12 tahun, anak sudah bisa menggunakan gawai secara mandiri, tetapi, orangtua tetap perlu memastikan aplikasi apa saja yang mereka buka dan mengawasinya.

"Ketika hari-hari sekolah, mereka hanya bisa menggunakan dua jam maksimal screen time (penggunaan gawai) saat mereka tidak belajar atau waktu luang. Saat akhir pekan, mereka bisa menggunakan tiga sampai empat jam, terbagi misalnya empat kali satu jam, harus didampingi orangtua," kata Anggia.

Pada periode usia selanjutnya yakni 12-15 tahun, anak sudah memasuki praremaja. Orangtua, kata Anggia, bisa memberikan batasan terkait apa saja yang boleh mereka akses atau tidak boleh mereka akses.

Orangtua juga harus memastikan kegiatan mengakses gawai tidak sampai menyebabkan adiksi dan pastikan interaksi dengan anak lain tetap ada.

"Orangtua mungkin bisa menerapkan di rumah area bebas gawai dan waktu kapan saja bisa bebas gawai," pungkas Anggia. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya