Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
DOKTER spesialis penyakit dalam, yang merupakan pengurus Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Em Yunir mengingatkan bahwa semakin gemuk seseorang, semakin tinggi ia mengalami risiko komplikasi.
"Kalau kita lihat, makin gemuk seseorang, makin tinggi risiko mengalami berbagai macam komplikasi," kata dokter dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) itu dalam bincang-bincang kesehatan yang digelar virtual, Senin (10/7).
Yunir menjelaskan ada beberapa tingkatan atau stadium saat seseorang menjadi gemuk hingga kegemukan atau obesitas.
Baca juga: Berat Badan Berlebih tanpa Obesitas, Risiko Kematian Lebih Rendah
Pada tahap awal, dia mengatakan, biasanya tidak ada gambaran kegemukan. Kemudian ketika memasuki stadium satu, mulai ada faktor risiko subklinis terkait obesitas dan gejala fisik ringan.
Selanjutnya, saat memasuki stadium dua, muncul penyakit kronis terkait obesitas yang sudah mapan dan keterbatasan sedang dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Penyakit yang muncul terkait obesitas antara lain diabetes, Obstructive Sleep Apnea (OSAS) atau gangguan pernapasan saat tidur, Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Baca juga: BPBD Evakuasi Pria Berbobot 200 Kilogram ke RSUD Tangerang
Kemudian pada stadium tiga, mulai terjadi kerusakan organ yang mapan hingga keterbatasan fungsional tubuh yang signifikan. Beberapa kondisi yang bisa dialami pasien seperti stroke, komplikasi pembuluh darah diabetik, hingga gagal jantung.
Lalu, pada stadium empat, dapat terjadi kecacatan parah dari penyakit kronis terkait obesitas. Stadium itu pun berpotensi menjadi stadium akhir dari obesitas.
"Mengapa timbul berbagai macam komplikasi? Umumnya adalah perusakan dinding pembuluh darah, yang berisiko terjadinya stroke, terjadinya pendarahan pembuluh darah, sumbatan penyakit jantung koroner, dan seterusnya," ujar Yunir.
Obesitas, menurut Yunir, tidak hanya soal kelebihan berat badan, tapi, juga disertai dengan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes atau hiperglikemia.
Untuk mencegah obesitas, Yunir menganjurkan untuk menjaga berat badan dengan menyeimbangkan antara asupan kalori dengan aktivitas fisik dan latihan jasmani, membatasi asupan makanan yang tidak sehat, membatasi screen time (penggunaan gawai), dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan dengan duduk terlalu lama dalam satu waktu, tidur yang cukup dan berkualitas, serta mengurango stres.
"Kalau kita secara fisik masih mampu berlari, jogging, berenang, ini adalah hal-hal yang kita sarankan. Ini dapat membakar kalori cukup banyak dan memberi kebugaran pada tubuh dengan lebih tinggi dibandingkan aktivitas permainan seperti badminton atau tenis," kata Yunir.
Latihan jasmani tersebut, kata Yunir, sebaiknya dilakukan selama 3-5 kali per minggu dengan durasi 30-45 menit. Dia juga menyarankan jeda antarlatihan tidak boleh lebih dari dua hari berturut-turut. (Ant/Z-1)
Sarkoma adalah kanker yang berasal dari jaringan mesenkim, lapisan yang dalam tubuh manusia berkembang menjadi jaringan ikat, otot, lemak, pembuluh darah, hingga tulang.
Pentingnya penguatan data kesehatan, khususnya penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan dan unggas) serta pemantauan malnutrisi, agar kasus serupa dapat dicegah sejak dini.
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan pada struktur jantung yang sudah ada sejak lahir.
Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Kanker payudara merupakan diagnosis yang menakutkan bagi banyak perempuan. Itu menimbulkan rasa takut dan ketidakpastian.
KESADARAN menjaga fisik dan kesehatan dinilai menjadi hal penting bagi atlet esports untuk mencegah cedera dan menjaga karier tetap panjang.
RiskesdasĀ 2018 menunjukkan bahwa 35,4% penduduk dewasa Indonesia mengalami obesitas, dengan angka tertinggi tercatat di DKI Jakarta (43,2%).
Obesitas berdampak pada menurunnya daya ingat, konsentrasi, hingga risiko penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, stroke, dan demensia.
Skor ini digunakan untuk mengelompokkan variasi genetik guna memprediksi karakteristik tertentu, yang dalam hal ini adalah BMI.
Ilmuwan Salk Institute menggunakan teknologi CRISPR untuk mengidentifikasi mikroprotein kunci dalam sel lemak, berpotensi jadi target terapi obesitas.
Jumlah penderita kanker hati di seluruh dunia diperkiakan hampir dua kali lipat pada 2050, jika pencegahannya tidak segara ditingkatkan.
Pola makan lebih dominan sebagai pemicu obesitas dibandingkan tingkat aktivitas fisik harian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved