Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KOORDINATOR Kelompok Kerja (POKJA) RUU Kesehatan KPAI Jasra Putra menyampaikan ada 2 hal yang perlu dipastikan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terkait perlindungan kesehatan bagi anak.
Pertama kepastian hukum karena akan mencuplik pasal-pasal dari 13 undang-undang terkait isu kesehatan, maka ketika berlaku apakah aturannya akan merujuk ke RUU Kesehatan atau masih bisa merujuk dengan UU sebelumnya. Untuk itu penting kepastian hukum. Faktor kedua yakni bagaimana dampak bagi pengguna hukum, terkait kesehatan terutama anak-anak.
"Saya kira ini jadi diskusi panjang para pegiat hukum. Kita tahu anak di mata hukum bukanlah subyek hukum, karena setiap yang terjadi pada anak, diyakini ada peristiwa yang mendasarinya, karena mereka tidak bisa memenuhi hak dan kewajibannya sendiri, akibat kebutuhan tumbuh kembang yang harus terus dikuatkan dan didampingi hingga pada saatnya anak akan mandiri," kata Jasra dalam keterangannya, Rabu (17/5).
Baca juga: Setop Polemik Pasal Tembakau, DPR Usulkan Aturan Terpisah dari RUU Kesehatan
RUU Kesehatan perlu menjamin kesehatan anak dari masa kehamilan hingga pada usia 18 tahun karena Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa anak berusia 0 sampai 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.
"Artinya perlindungan anak mempersyaratkan sejak perencanaan kehamilan, saat mengandung sampai 18 tahun, dalam memastikan bagaimana sistem penyelenggaraan perlindungan anak di RUU Kesehatan," ujarnya.
Baca juga: Penyusunan RUU Kesehatan Dinilai Terburu-Buru
Jasra menegaskan hak kesehatan adalah satu satunya hak anak, yang perlindungannya berlangsung sejak dari perencanaan, kandungan dan kelahiran anak. Sehingga ini pondasi awal dan sangat menentukan.
Sehingga masa emas ini perlu menjadi prioritas intervensi, sehingga RUU Kesehatan seperti gerbang awal menentukan keseluruhan keberhasilan Negara dalam melindungi anak," pungkasnya. (Iam/Z-7)
PENGURUS PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan PP Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar menilai perlu adanya regulasi yang benar-benar kuat agar kekerasan
Kepolisian menurunkan 1.753 personel untuk mengamankan aksi demo di depan DPR, hari ini.
Dipimpin langsung oleh Ketua PB IDI Adib Khumaidi, organisasi profesi tersebut memberikan beberapa masukan terkait penyusunan RUU.
Sondang Tiar Debora Tampubolon berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan dapat mengurai permasalahan kesehatan dari hulu hingga hilir.
Saleh mengatakan ada juga yang berjuang lewat media-media sosial. Memunculkan wacana dan isu yang dianggap krusial di RUU tersebut.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai pembahasan RUU Kesehatan yang dibahas Baleg DPR RI bersama pemerintah perlu dikaji dan dibahas secara cermat.
Salah satu faktor kenapa anak-anak ditemukan bermain judol karena situasi rekam jejak pengasuhan yang tidak pernah terdeteksi.
Ada keharusan bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) atau platform media sosial kalau ada anak yang belum dewasa akan membuat akun media sosial harus ada konfirmasi dari orangtua.
Kedatangan KPAI bertujuan mengawasi agar sekolah menjamin hak anak dalam berpartisipasi dan menyampaikan pendapat mereka.
Kejadian tersebut menyebabkan 13 orang meninggal dunia, dengan sembilan orang di antaranya adalah warga sipil yang bekerja membantu TNI AD membongkar amunisi yang sudah kadaluwarsa.
Melindungi anak anak adalah tugas KPAI, maka KPAI seharusnya mengambil peran untuk anak anak termasuk di Jawa Barat.
Menurut data KPAI, tragedi nahas tersebut mengakibatkam 44 anak meninggal dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved