Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KETUA Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Abdullah Jaidi mengatakan seseorang dapat menyikapi penafsiran agama atau pemberitaan dengan melakukan tabayun atau menguji kebenaran informasi tersebut.
"Peningkatan pemahaman dalam beragama adalah keharusan bagi setiap orang. Dengan memiliki pemahaman yang kuat, maka seseorang dapat menyikapi penafsiran agama atau pemberitaan dengan melakukan tabayun atau menguji kebenaran informasi," kata Abdullah Jaidi seperti dikutip Antara di Jakarta, Kamis (11/5).
Menurut Jaidi, pemahaman tersebut penting agar peristiwa penyerangan di Kantor MUI Pusat beberapa waktu lalu tidak terjadi lagi. Dia menilai kejadian penyerangan di Kantor MUI Pusat itu terjadi karena pelaku tidak memiliki wawasan keagamaan yang kuat dan tidak melakukan tabayun.
Dia menilai pelaku ingin melampiaskan apa yang menjadi keyakinannya bahwa mimpinya itu benar. "Padahal mimpi itu ada dua, dari Allah dan Rasul-Nya atau mimpi dari setan. Kalau mimpi dari setan pasti bertentangan dengan ajaran agama, tapi kalau mimpi dari Allah dan Rasul menjurus kepada kebaikan," jelasnya.
Menurut dia, kasus seperti itu bukan hal baru karena banyak sekali orang yang bermimpi bertemu Nabi dan mengaku dapat wangsit, padahal yang bersangkutan bukan ahli agama. Wangsitnya adalah bahwa harus ada persatuan dan kesatuan seluruh umat Islam di dunia.
"Ini berarti dia tidak paham konsep kenegaraan, di dunia ada negara-negara yang berdiri atas kemauan rakyatnya. Ada negara yang kesepakatan rakyatnya berbentuk negara Islam, nasionalis, atau komunis," kata Jaidi.
Baca juga: 364 Warga Indonesia Lolos Seleksi Calon Imam Masjid Uni Emirat Arab
Dia menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara Republik yang memiliki dasar hukum dan aturan sendiri, begitu juga dengan negara lainnya. Oleh karena itu, Jaidi menilai para dai dan ulama perlu memiliki wawasan kebangsaan, bukan bertujuan untuk bertentangan dengan agama, namun mengacu pada ajaran agama itu sendiri.
Ketua Dewan Syura Al-Irsyad Al-Islamiyyah itu menjelaskan bahwa setiap orang atau kelompok pasti memiliki keterbatasan ilmu, sehingga jangan mengatakan bahwa pahamnya yang paling benar karena dengan sikap tersebut akan menafikan pemahaman yang lain dan menjadi ekstrem dalam pergaulan dan pemahaman beragama.
"Kalau MUI, Kementerian Agama, ataupun BNPT menekankan wawasan serta moderasi beragama, itu bertujuan untuk menyelamatkan generasi muda, dai, dan ulama kita. Harapannya, mereka tidak terpapar dengan pemahaman ekstrem, tidak hanya dari masjid atau pesantren, terkadang juga dari media sosial," ujar Jaidi.
Semua pihak perlu melakukan antisipasi jika terjadi tindakan ekstrem yang dilakukan oleh kelompok radikal, terutama menjelang tahun politik seperti saat ini. Menurut dia, bisa saja dimunculkan masalah-masalah yang sangat sensitif di dalam konteks politik.
Oleh karena itu, perlu pemahaman yang moderat di kalangan para penceramah karena ucapan penceramah atau dai bisa memengaruhi pemikiran umat. (Ant/I-2)
tari bali yang berjumlah 127 tarian dan masing-masing menampilkan keunikan serta cerita tersendiri yang menjadi ciri kebudayaan Bali
Adil adalah sama juga seimbang. Karena tidak selalu yang sama itu seimbang.
Bekas desa itu ditemukan di reruntuhan hanya 1,6 kilometer dari Laut Galilea.
Kementerian Agama (Kemenag) menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi potensi konflik yang mungkin terjadi pada saat Pilkada Serentak 2024.
Ridwan Kamil merespons kabar yang menyebut bahwa pasangan Ridwan Kamil-Suswono (Rido) hanya menghadirkan program untuk satu agama tertentu saja
Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved