Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
PENELITI dari Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) Mohammad Khotib menilai TAR sebagai zat kimia mempunyai dampak yang berbahaya bagi para perokok dan membahayakan kesehatan.
Menurut dia, TAR bukan senyawa alami seperti nikotin karena merupakan kumpulan dari berbagai senyawa yang timbul dari proses pembakaran pada rokok.
Berdasarkan karakteristik yang bersumber dari sejumlah riset, TAR diidentifikasi mengandung senyawa-senyawa karsinogenik.
Baca juga: Pemerintah Diminta Lebih Serius Tekan Prevalensi Perokok Anak
"Efek negatif TAR itu yang dominannya adalah karsinogenik. Hal ini yang dapat menyebabkan berbagai penyakit. Kalau nikotin kecenderungannya karena efek adiktifnya," kata Khotib, dikutip Minggu (12/3).
Menurut data National Cancer Institute (NCI) Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker paru-paru, emfisema, atau masalah paru-paru lainnya.
Tidak hanya itu, TAR juga bisa menumpuk pada gigi dan menyebabkan warnanya berubah kekuningan atau kecokelatan karena menempel pada lapisan terluar gigi (email). Seiring waktu, gigi akan mengalami kerusakan jika tidak dirawat dengan baik.
Baca juga: Konsumsi Rokok di Sleman perlu Ditekan untuk Meningkatkan Gizi Anak
Sebaliknya, menurut dia, nikotin, yang secara alami merupakan zat yang terdapat pada tembakau, mempunyai sifat yang adiktif dan bisa menimbulkan ketergantungan serta meningkatkan konsumsi bagi para perokok.
Dia menjelaskan nikotin adalah senyawa kimia yang masuk ke dalam golongan alkaloid. Nikotin juga dapat ditemukan pada beberapa tanaman lain seperti kentang, terong, dan tomat, namun konsentrasinya kecil.
"Secara kimia, nikotin adalah senyawa tunggal. Nikotin kecenderungannya lebih ke arah adiktif sehingga menciptakan
ketergantungan," kata Khotib.
Sementara itu, ahli toksikologi dan dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR) Shoim Hidayat menambahkan nikotin, selama ini, dianggap sebagai sumber masalah kesehatan pada rokok ketimbang TAR.
Padahal, faktanya, TAR yang merupakan penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat konsumsi rokok.
"Jadi, nikotin sama sekali bukan karsinogen. Bahan-bahan karsinogen adanya di dalam TAR," kata dia.
Sebagai langkah antisipatif, Shoim menyarankan perokok dewasa untuk berhenti merokok agar mengurangi paparan TAR.
"Potensi untuk terjadinya penyakit akibat bahan kimia sangat ditentukan oleh kadarnya. Kalau sangat besar maka berpotensi menimbulkan penyakit. Jadi, kalau yang masuk itu kecil, ya potensinya kecil," kata Shoim. (Ant/Z-1)
Membangun komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup merokok di antara penduduk Indonesia.
rancangan peraturan daerah (raperda) kawasan tanpa rokok (KTR) di Jakarta, salah satunya memuat denda merokok di tempat umum di DKI Jakarta yang mencapai Rp250 Ribu.
Kebiasaan merokok biasanya diawali hanya dengan satu batang rokok tapi akan ada banyak resiko yang mengikuti setelahnya.
Saliva atau air liur yang produksinya menurun karena rokok rentan membuat jaringan dan rongga mulut terinfeksi serta perubahan komposisi air liur perokok menjadi lebih asam.
Metode berhenti merokok bisa dilakukan melalui beberapa cara mulai dari mengurangi, menunda hingga berhenti total.
Sebanyak 12% remaja laki-laki usia 12–19 tahun merupakan perokok aktif, sementara 24% menggunakan rokok elektronik.
tidak ada bukti yang mendukung secara jelas bahwa produk rokok bebas asap merupakan alternatif yang lebih baik, bahkan terhadap rokok konvensional.
Produk seperti rokok elektronik atau tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional.
Pelatihan ini dilaksanakan untuk menegakkan Keputusan Wali Kota Padang Nomor 560 Tahun 2024 tentang Satgas Pengawasan KTR.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mulai berhenti kebiasaan merokok konvensional maupun elektrik, karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.
Penelitian terbaru dari University College London mengungkapkan setiap batang rokok dapat mengurangi harapan hidup sekitar 20 menit.
KETUA Centre for ASEAN Autism Studies (CAAS), Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Hersinta mengungkapkan ada kelompok disabilitas yang sangat rentan terkena paparan rokok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved