Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Perokok Lebih Berisiko Terkena TB

Basuki Eka Purnama
10/12/2022 06:15
Perokok Lebih Berisiko Terkena TB
Ilustrasi(Medcom)

GURU Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama mengingatkan bahwa para perokok berisiko lebih besar untuk sakit dan mengalami kematian akibat tuberkulosis (TB).

Tjandra, melalui pesan elektronik, yang dikutip Sabtu (10/12), menyebutkan data memperlihatkan satu dari lima pasien TB dunia ternyata berhubungan dengan kebiasaan merokok.

Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan ada sekitar 34,5% penduduk Indonesia merokok atau mengonsumsi tembakau dalam berbagai jenisnya.

Baca juga: Rokok Bisa Hambat Tumbuh Kembang Janin

Sekitar 70,2 juta orang dewasa di Indonesia menggunakan produk tembakau (tembakau hisap, tembakau yang dipanaskan, tembakau kunyah) saat ini, baik setiap hari atau kadang-kadang.

Rinciannya, sebanyak 33,5% perokok, 1% pengguna tembakau kunyah, dan 3% pengguna rokok elektronik. Sementara menurut jenis kelamin, 65,5% laki-laki dan 3,3% perempuan Indonesia merokok atau menggunakan produk tembakau.

Tjandra berpendapat, perlu ada integrasi antara program TB dan program rokok dan salah satu bentuk nyatanya yakni setiap pasien TB harus ditanya apakah punya kebiasaan merokok.

Bila pasien mengiyakan maka dia harus segera dimasukkan ke dalam program berhenti merokok di Puskesmas dan Rumah Sakit.

"Saat ini, Kementerian Kesehatan dalam proses akhir penyusunan buku Pedoman Integrasi Layanan Upaya Berhenti Merokok dan Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mudah-mudah dapat segera diselesaikan dan diterapkan di lapangan," kata dia.

Selain berisiko TB, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu juga mengingatkan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Saat ini, kata dia, dilakukan uji coba di beberapa kabupaten tentang deteksi PPOK pada perokok dengan kuesioner yang lalu dikonfirmasi melalui spirometri. Para perokok kemudian dimasukkan dalam program berhenti merokok.

"Tahap ini masih dalam bentuk konsultasi tetapi ke depan akan digunakan juga obat dan atau alat tertentu," tutur Tjandra.

Dia melanjutkan, kebiasaan merokok juga berhubungan dengan kejadian stunting. 

Data yang dipresentasikan Deputi Kepala BKKBN pada pertemuan ketujuh Walikota/Bupati se Asia Pasifik tentang kesehatan (7th Asia Pacific Summit of Mayors), 2 Desember 2022, di Bali menunjukkan anak yang tinggal dengan orangtua yang tidak merokok tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0,34 cm lebih tinggi daripada anak dengan orangtua perokok.

Data juga memperlihatkan apabila anak-anak tidak terpapar rokok, maka angka stunting dapat turun sampai 1% dan kebiasaan merokok atau menggunakan tembakau pada masa kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anaknya.

Dia menambahkan, orang-orang yang berhenti merokok, selain yang di puskesmas, mereka juga bisa mengikuti program Quitline berhenti merokok dengan menghubungi nomor telepon 08001776565 untuk mendapatkan menghentikan kebiasaan merokok. Rumah Sakit Persahabatan Jakarta juga membuka klinik berhenti merokok. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya