Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Anna Vipta Resti Mauludyani membagikan kiat bagi orangtua dalam menyiapkan bekal bergizi untuk anak, terutama anak usia dini, dengan memerhatikan porsi, tampilan, serta gizi seimbang.
Menurut Anna, konsep bekal sebetulnya merupakan makanan untuk selingan sehingga sebaiknya orangtua jangan menyiapkan bekal dalam porsi penuh atau besar.
Dia juga mengingatkan bahwa bekal bukanlah pengganti sarapan sehingga sebaiknya sarapan tetap dilakukan di rumah sebelum anak berangkat ke sekolah.
Baca juga: Agar Bekal Makan Anak Menjadi Menarik, Praktis, Bergizi
"Saya ingin kasih tips buat ayah bunda yang akan menyiapkan bekal untuk anak. Siapkan saja dengan porsi kecil. Kembali lagi bekal adalah snack (selingan), jadi anggapannya bekal adalah snack. Seperti halnya snack, tidak terlalu banyak (porsinya)," kata Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB itu dalam bincang virtual, dikutip Selasa (22/11).
Dengan memahami bahwa bekal adalah makanan selingan, Anna menjelaskan porsi yang disajikan dalam bekal hanya 10% dari total kebutuhan kalori anak dalam sehari.
Sebagai contoh, anak memiliki total kebutuhan kalori sebanyak 1.400 kkal, dengan demikian porsi bekal hanya mencakup 140 kkal saja.
"Seratus empat puluh kkal itusebanyak apa, sih? Mungkin kalau kita bayangkan pakai nasi, kalau nasi itu kira-kira hanya setengah centong sebelum ditambah lauk-pauk, sayur, dan buah. Dengan setengah centong nasi saja itu sudah cukup sebetulnya, jadi tidak perlu sampai memenuhi tempat bekal," kata Anna.
Dengan porsi kecil dan sesuai dengan kebutuhan anak, Anna mengatakan anak-anak akan merasa menikmati bekal yang mereka bawa dan bukan malah terpaksa untuk menghabiskan karena porsi berlebih.
Selain porsi, orangtua juga disarankan untuk membuat bekal dengan tampilan menarik dengan cara mempertimbangkan pemilihan warna makanan.
Anna mengingatkan, warna menarik bukanlah warna yang mencolok dan warna menarik ini bisa didapatkan dari bahan makanan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kemudian, orangtua dianjurkan menyiapkan tempat bekal yang juga menarik bagi anak-anak. Dengan begitu, imbuh Anna, mereka akan merasa semangat dan menambah rasa kepercayaan diri untuk memakan bekal yang dibawa.
"Kita bisa berguru sama makanan atau bento-bento yang dari Jepang. Jadi kita bisa menambah variasi nasi tidak hanya dibiarkan begitu saja, bisa dibuat bulat-bulat, ada cetakan segitiga," ujar dia.
Anna mengatakan biasanya banyak orangtua menemui masalah pada anak mereka yang tidak menyukai makan sayur-sayuran. Mengenai hal ini, orangtua dapat menyiasatinya dengan memilih jenis sayur yang memang disukai anak terlebih dahulu sambil memperkenalkan sayuran yang lain.
Orangtua juga dapat melakukan modifikasi pengolahan sayuran yang disukai anak seperti memasukkan sayur ke dalam nugget, risol, atau pangan olahan lain. Dengan cara ini diharapkan dapat mengatasi bekal sayur yang biasanya tidak dimakan oleh anak.
"Itu bisa kita lakukan juga. Kalau dia tidak suka (sayur) itu benar-benar tidak dimakan, jangan sampai seperti itu. Tapi kalau seandainya olahannya sudah menarik dan dia suka suka makanan olahannya dari sayur tersebut, nanti dia akan makan," pungkas Anna. (Ant/OL-1)
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
Seorang ayah melakukan kekerasan kepada anak usai viral kedapatan tengah melakukan perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved