Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Badan POM Wajib Bertanggung Jawab

M. Iqbal Al Machmudi
28/10/2022 19:58
Badan POM Wajib Bertanggung Jawab
Daftar obat sirop yang dilarangan peredarannya karena diduga mengandung etilen glikol dan dietilen glikol(Antara)

MENINGGALNYA 157 anak dari 268 kasus akbiat Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) per 26 Oktober 2022 menjadi pukulan keras bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Hal ini menandakan masih lemahnya pengawasan obat yang beredar hingga dikonsumsi oleh masyarakat.

Ratusan anak yang sakit dan meninggal mengalami gagal ginjal yang divonis stadium 3 dalam waktu singkat karena obat sirop yang mengandung oleh Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). EG dan DEG berpotensi muncul dari 4 jenis pelarut yakni propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin.

"Badan POM harus bertanggung jawab secara perdata maupun pidana. Artinya secara perdata pihak yang dirugikan bisa menggugat dan ganti rugi, petingginya juga itu bisa dituntut secara pidana karena menghilangkan nyawa orang lain," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah saat dihubngi, Jumat (28/10).

"Pejabat-pejabat Badan POM harus mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab secara jabatan," tambahnya.

Maka sebagai bentuk tanggung jawab menurutnya pihak Badan POM secara ksatria menyatakan kekeliruan ada di kebijakannya termasuk evaluasi dan produk tercemar yang menjadi tanggung jawab pengawasan dari Badan POM.

"Tanggung jawab hukumnya tidak hanya dengan farmasi tapi juga oknum-oknum yang selama ini memberikan keleluasaan pada farmasi yang memproduksi obat sirop yang mengandung EG atau pun DEG bertanggung jawab secara pidana," ujarnya.

Dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2020-2024 dijelaskan bahwa Badan POM memiliki tugas pengawasan obat sebelum hingga sesudah beredar.

Pengawasan sebelum beredar artinya dilakukan sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan.

Baca juga: Tolak Status KLB, Menkes Pilih Datangkan Obat Gagal Ginjal Akut

Sedangkan pengawasan selama beredar ditujukan untuk memastikan obat dan makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

Kegiatan pengawasan post-market itu pun juga harus dilakukan Badan POM sebagai upaya hilir pengawasan obat dan makanan juga mencakup kegiatan law enforcement atau kegiatan bidang penyidikan dan penindakan.

Badan POM juga memiliki kewajiban untuk memberikan pembinaan. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kepasitas dan komitmen dalam memberikan jaminan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Obat dan Makanan.

Dalam konferensi pres pada 27 Oktober 2022 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan penyakit ini bisa dimungkinkan karena obat, bisa juga dimungkinkan bukan karena obat.

"Obat yang tercemar sangat tinggi konsentrasi cemaran menjadi salah satu penyebab kematian, tapi penyebab lainnya masih perlu dicari sehingga tidak terlewatkan. Tugas kami adalah memastikan ada konsentrasi obat yang berbahaya yang menyebabkan kematian yang ada dengan memastikan tidak terulang kembali dengan memperkuat ekosistem jaminan keamanan, mutu, dan khasiat diproduksi, edarkan, dan dikonsumsi oleh masyarakat," ujarnya.

Dalam sistem itu, lanjut Penny, terdiri dari industri, pemerintah yang bukan hanya Badan POM, kementerian lain terkait. "Sehingga kita perlu melihat ini dengan pikiran terbuka sehingga tidak saling menyalahkan," ucapnya.

Penny sendiri mengaku bahwa saat ini tanggung jawabnya ada di industri obat, karena adanya temuan bahan baku yang diduga kuat mengandung EG dan DEG sehingga ratusan anak meninggal.

"Sekarang tanggung jawabnya ada di produsen juga, pemasukan dan penggunaan bahan baku. Dalam hal ini sekarang kita meminta pertanggung jawaban produk obat yang mengandung cemar yang sangat tinggi itu," katanya.

Menurut Trubus pernyataan dari Badan POM hanya mengalihkan tanggung jawab ini ke produsen obat, sehingga presiden harus turun tangan atau kepolisian harus kerja cepat dan cerdas mengambil tindakan.

"Jadi presiden harus mencopot Kepala Badan POM dan langsung dipertanggungjawabkan secara hukum. Kalau tidak isinya hanya denial-denial saja," ucapnya.

Badan POM juga harus melakukan pembenahan menyeluruh terkait sistem yang harus diperketat kembali sebelum obat dikonsumsi oleh masyarakat.

"Presiden harus turun tangan untuk merombak total sistem evaluasi, pengawasan, dan tupoksinya itu. Sehingga kasus ini seharusnya bagi pemerintah dalam hal ini presiden melakukan perombakan di pusat hingga BBPOM," ungkapnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya