Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Ini Cara Menanggulangi Trauma Anak karena KDRT

Basuki Eka Purnama
16/10/2022 13:45
Ini Cara Menanggulangi Trauma Anak karena KDRT
Ilustrasi(Medcom)

KETIKA anak mengalami trauma karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), psikolog dari Universitas Indonesia Rosdiana Setyaningrum menjelaskan bahwa tidak hanya anak yang harus melakukan terapi melainkan orangtua juga perlu melakukannya.

"Anak itu sebetulnya kalau dia melihat saja dia bisa trauma. Jadi sebenarnya yang harus di-handle itu adalah abuser-nya. Karena kalau anaknya trauma kan harus ada penanganan tuh. Karena kalau kekerasan itu traumanya dalam dan harus ditangani sama profesional," kata Rosidana, dikutip Minggu (16/10).

"Tapi percuma kalau sudah ditangani anaknya trauma tapi di rumah terjadi lagi. Yang ada itu bisa jadi tambah parah karena dia merasa itu cycle yang dia nggak bisa stop. Dan kalau yang diterapi cuma anaknya, nanti dia akan merasa bahwa dia adalah penyebab," sambungnya.

Baca juga: Turunkan Kasus KDRT dengan Pendekatan Hukum

Apabila anak tidak melakukan terapi ketika mengalami trauma karena KDRT, hal tersebut pun bisa saja berdampak pada kehidupannya saat dewasa. Misalnya seperti mempengaruhi hubungan asmara sang anak di masa depan.

Kendati demikian, Rosdiana mengatakan hal itu tidak selalu terjadi. Sebab, setiap orang akan memiliki dampak yang berbeda-beda saat mengalami trauma.

"Bisa berpengaruh juga ke hubungan asmara dia ketika dewasa. Tapi ini tergantung ya. Anak ini korban, atau dia hanya melihat. Tiap orang itu kan beda, jadi dampaknya juga akan berbeda pada setiap orang. Bisa jadi kakak adik mengalami hal yang sama tapi dampaknya berbeda itu bisa," jelasnya.

Di sisi lain, psikolog dari Universitas Indonesia Kasandra Putranto memaparkan anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari dalam rumah dapat mengalami gangguan fisik, mental, dan emosional.

"Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta timbul gangguan emosional dalam diri anak," ungkap Kasandra.

"Misalnya seperti rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman, bahkan hubungan dengan orangtua serta mengakibatkan penurunan self esteem pada anak," lanjutnya.

Kasandra menjelaskan, hal itu dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban solving, dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya